Saat ini, mereka bergerak dengan perlahan, senyap, dan pasti karena melihat peluang E-Book ke depannya adalah surganya ilmu dan tentunya pendapatan. Dengan mengembangkan sistem penjualan dialihkan ke Google Play, adalah strategi jitu dalam menggiring pembaca untuk masuk ke industrialisasi E-Book dengan elegan sekali. Tampak sekali blue print global tentang e-book dikuasai dengan baik termasuk bagaimana memasarkan e-book nantinya.
Strategi brilian dari Google yang cukup membuat saya terperangah adalah strategi GGKEY dalam setiap produk buku yang di-upload ke server mereka. Strategi ini membuat saya geleng-geleng kepala karena begitu indah dan brilian. Dengan GGKEY seolah-olah Google betul-betul akan berperang dengan penguasa buku yang telah berpuluh tahun di kangkanginya, yaitu ISBN (International Standard Book Number) yang diciptakan oleh pedagang buku di Inggris.Â
ISBN tidak ada urusan dengan bisnis, karena hanya sekadar Primary Key, atau nomor primer yang masing-masing objek tidak boleh sama. Gampangnya adalah seperti NIK, atau nomor induk kependudukan kita yang hanya melekat di satu orang saja.
ISBN tidak ada urusan dengan bisnis buku, hal inilah tampaknya disadari oleh Google, sehingga mencoba melepaskan belenggu ISBN dengan mengeluarkan GGKEY. GGKEY sekali lagi hanya menempatkan nomor sekadar nomor saja, yang memberikan pencirian untuk urusan penjualan atau proses akuntansi saja, hanya sekadar Primary Key saja.
Apa dampak GGKEY ini terhadap industri buku? pertanyaan brilian ini pasti akan ditanyakan bagi yang memahami betul industri perbukuan, tanpa menguasai industri perbukuan pertanyaan cerdas ini tidak akan muncul. Jawaban menurut saya adalah berdampak sistemik dan luarbiasa mengerikan bagi industri perbukan di dunia.Â
Mengapa mengerikan? hal ini karena saya membayangkan industri buku ini sudah tidak lagi akan tersentralisasi ke Penerbit saja, akan tersentralisasi ke sumber dari segala sumber sebuah buku yaitu PENULIS. Semua bagian yang selama ini ada di kekuasaan Penerbit yaitu proses naskah menjadi buku yang siap dinikmati pembacanya, akan terpecah-pecah menjadi bagian yang berdiri sendiri-sendiri. Editor, Layouter, dan Desainer, akan terlepas dari industri utamanya dan berdikari mencari keuntungan secara mandiri.Â
Di Undang-undang perbukuan, komponen-komponen dalam industri perbukuan, telah dibuat aturan-aturan yang memberikan rambu-rambu untuk dapat bergerak dengan benar. Penulis akan membutuhkan HUB penghubung antara Editor, Layouter, dan Desainer, sehingga HUB ini lah akan muncul profesional baru, Event Organizer sebuah tulisan berbentuk buku bisa berupa digital maupun versi cetaknya. Versi digital telah dibuat pasarnya oleh google di Google Play, tanpa harus mempunyai ISBN dan bisa menggunakan GGKEY untuk menjual bukunya.
SBN adalah nomor yang tidak harus ada di Google Play, sehingga bisa menggunakan GGKEY yang lebih simpel tidak birokratif seperti ISBN.Â
Selang beberapa waktu ke depan, tampaknya sinar cemerlang ISBN akan semakin meredup tergantikan dengan GGKEY yang lebih bermanfaat secara ekonomi dibanding ISBN. Selama ini yang boleh berhak menggunakan ISBN adalah hanya industri penerbit yang tergabung dalam organisasi IKAPI atau yang independen. ISBN tidak sembarang dibuat, sudah ada daftarnya yang ada di Perpunas Indonesia.Â
Fungsi ISBN yang selama ini begitu diagungkan akan luntur sudah di era buku digital ke depan. Penulis akan bebas menjual karyanya secara langsung di Google Play, tanpa harus melalui Penerbit. Inilah yang akan merombak proses penerbitan buku menjadi alur baru yang menghilangkan fungsi penerbitan yang selama ini dilakoninya.Â
Peluang Literary Agent akan diperlukan untuk mengolah tulisan penulis mejadi bacaan yang layak dijual di toko buku maya Google Play. Apakah hal ini akan terjadi dalam waktu dekat? tampaknya agak sulit menjawab pertanyaan ini, karena kebutuhan membaca bukanlah kebutuhan primer dimana buku masih menduduki posisi yang tidak strategis dalam skema pengeluaran keluarga di Indonesia. Proses pemasaran buku digital dan proses transaksinya belum banyak masyarakat yang familiar sehingga cukup menghambat sosialisasi transaksi jual beli buku digital.