Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Mati (14. Kota Dunia Tinggi)

30 Januari 2022   21:31 Diperbarui: 30 Januari 2022   21:37 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dengan pictsart app

 Pintu gerbang terbuka otomatis. Dua pengawal pintu gerbang dari sebelah kiri dan kanan memperhatikan kami dengan seksama. Fithar membuka pintu kaca mobilnya dengan menunjukkan tanda pengenal khusus yang tergantung dileher dan tertutup rapi oleh jaketnya. Pengawal kemudian mempersilakan masuk dengan memberikan tanda jempol kepada kami untuk berlalu masuk mendekati bangunan besar yang menyerupai kastil-kastil di Eropa yang pernah kulihat dibuku pelajaran sejarah dunia.

 Terlihat pintu depan rumah yang sangat lebar terbuka. Ada penjaga yang mempersilahkan kami untuk masuk ke area yang bagian dalamnya kelihatan ruang terbuka yang lebar dan luas. Ada taman terbuka dilengkapi dengan air pancuran yang mengalir. Menimbulkan gemericik seperti air hujan tiada henti dan menenangkan jiwa. Terasa tenang dan damai. Taman disekeliling pancuran itu ditumbuhi bunga-bunga berwarna warni yang terawat. Mungkin lagi musim semi fikirku. Tidak ada daun menua atau daun kering yang jatuh dibawahnya. Bunga sepertinya bermekaran menunggu kedatangan kami. Pembatas taman ini banyak patung-patung abstrak yang disusun sedemikian rupa. Ada koridor jalan besar yang ada mengarah ke ruang seperti aula besar.

 Fithar sepertinya sangat terbiasa dengan situasinya. Sedangkan aku berjalan perlahan. Mataku sangat takjub dengan detil-detil bangunan yang ada. Tidak terbayang olehku sebelumnya, yang aku diberi kesempatan untuk dapat melintas negeri yang sangat memanjakan mata. Indraku seperti tidak rela membiarkan informasi detil yang bisa diserap baik mata, telinga, kulit maupun hidung. Mungkin cerita untuk anak cucuku dikemudian hari. Mereka bangga dan tahu bahwa ayah atau kakeknya seorang petualang dengan segala cerita yang melingkupinya.

 Sampailah kami diruangan besar dimana lagi sedang dipersiapkan makan siang. Ada sepuluh kursi yang tersedia disana. Aku diminta duduk oleh Fithar tepat ditengah-tengah meja besar tersebut. Sempat aku melihat disekelilingku. Fikirku ini adalah rumah orang yang paling kaya di kota ini. Hiasan dindingnya penuh dengan ukiran relief-relief timbul dengan ukuran raksasa dan beberapa lukisan pemandangan yang super besar. Tentu semuanya harus didapatkan dengan harga yang super mahal. Lampu gantung kristal bening menyala tepat menjulur dari atas langit-langit meja makan tempat kami duduk saat ini. Terasa dingin. Lampu-lampu penerang lainnya diatur dengan desain tata letak dimana seekor semut pun akan kelihatan jika berjalan diatas meja maupun lantai marmernya. Tetapi tidak menyilaukan. Malahan kita akan merasa teduh dibawah sorot cahaya lampu tersebut.

 "Selamat datang, Dewa Kelana", tiba-tiba Tuan Bestari datang dari suatu pintu besar yang mengarah kedalam bangunan. Sangat mengejutkan. Aku merinding melihatnya bukan karena takut, tetapi karena karisma yang terpencar dari wajahnya. benar-benar seperti seorang raja di dongeng dongeng yang pernah kubaca.

 "Iya, Tuan Raja Bestari" nama yang kuingat sejak perkenalan di perjamuan makan malam mewah di kapal tadi malam.

 "Bagaimana keadaanmu, baik-baik saja?" ia menanyakan keadaanku dengan cara yang sangat simpatik. Setelah bersalaman ia kemudian mengambil posisi duduk di depanku.

 "Sangat baik Tuan dan terimakasih telah mengundangku di istana indah ini" sambungku sambil berusaha membuang jauh-jauh kegelisahanku karena Fithar langsung menghilang setelah mempersilahkan aku duduk.

 "Tentu Dewa Kelana, bahkan kau bisa tinggal dikota ini selamanya" sambungnya dan segera membuatku mengernyitkan dahi. Tawaran spontan yang bagiku tetap tidak masuk akal fikirku.

 "Apa yang bisa saya bantu untuk Tuan?" sahutku ditengah keheningan sesaat. Dia tersenyum lebar dan menatap mataku dengan tajam.

 "Tidak ada yang perlu Dewa bantu untukku, tetapi aku hanya mohon satu permintaan saja"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun