Â
Bagiku, penampilan tuan kharismatik dan permaisuri bak parade peragaan adibusana. Selain ketakutan yang baru saja kuhadapi, tetapi sekaligus aku seperti menikmati keterkejutanku. Semuanya mengalir seperti air terjun yang tumpah dari tempat yang sangat tinggi dan berlangsung dalam tempo singkat tanpa ada ruang bagiku untuk berfikir dan memilih.
Â
Amarilis Dewi dan Kemala muncul dari balik pintu utama secara tiba-tiba. Wajah keduanya tersenyum cerah. Senyum mengambang tidak pernah lepas dari wajah keduanya. Mereka keluar dengan balutan pakaian yang sama dengan Permaisuri Nirmala sebelumnya, tampak seperti keanggunan putri-putri raja bangsawan melayu tempo dulu. Kemala terus menatapku dengan senyuman yang sangat lepas. Seolah telah menyelesaikan tugas berat dengan sukses. Balutan pakaiannya warna kuning emas, gelang dan kalung dilehernya sangat padu dengan baju hijau lumut dan kerudung kain merah marun yang menutup kepalanya. Tetaplah terlihat cantik dan menawan. Dewi dan Fithar berjalan pelan sedikit agak dibelakangnya.Semuanya mengisi tempat duduk didepanku yang sebelumnya masih kosong.
Â
Tujuh tempat didepanku sudah terisi penuh. Tiada lagi tempat yang tersisa.
Â
"Nak, minumlah!, tentu kau sangat lapar," pinta Raja Bestari yang duduknya persis berhadap-hadapan denganku. Permintaannya mengarah kepadaku. Senyumnya tipis saat mempersilahkan aku mengambil makanan terlebih dahulu. Entah karena kegugupanku atau ingin mematuhi perintahnya, aku segera mengambil nasi ke piringku tanpa berbasa basi lagi. Perutku rasanya memang sangat lapar. Hidangan didepanku yang sejak tadi disajikan siap untuk segera disantap. Semua hidangan yang tersaji di depanku kuambil tanpa rasa sungkan. Meski ada Tuan Bestari didepanku, tetapi sikapnya yang bersahabat membuatku yang sebelumnya sangat takut dan gugup perlahan mencair. Sebuah pengalaman santap makan malam yang megah sekaligus mengenyangkan.
Â
"Kau kelihatannya lelah sekali Dewa!,setelah makan malam ini beristirahatlah di kamar mana saja yang kau inginkan!" Tuan kharismatik mungkin melihatku sedikit kelelahan dengan nafsu makanku yang naik secara drastis. Aku hanya bisa mengangguk-angguk saja dan tetap terasa mulutku terkunci untuk menjawabnya.
Â