Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Mati (12. Fly to the moon)

30 Januari 2022   19:06 Diperbarui: 30 Januari 2022   19:08 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari zedge.net diolah pribadi dengan pictsart app

 Dinihari. Ditandai dengan semakin dinginnya hembusan angin yang menerpa tubuh. Fithar sepertinya sudah terlelap sejak beberapa saat yang lalu. Tidak mudah memang menghadapi hembusan angin laut terutama untuk orang yang baru pertama kali mengalaminya. Terpaan angin dingin ditubuh serta aktifitas siang sebelumnya yang melelahkan membuat mereka terlelap tanpa bisa dicegah lagi dengan upaya apapun.

Sama kondisinya dengan ketiga tamuku itu. Saat ini aku merasa antara terjaga dan tertidur karena kelelahan. Tetapi diantara terjagaku, perlahan dan pasti kulihat dari kejauhan ada cahaya merah menyala dari arah laut sana, yang semakin lama semakin mendekat. Fikirku itu mungkin kapal laut yang akan masuk kemuara atau mungkin kapal yang baru saja datang dari berlayar jauh dengan muatannya yang sangat penuh. Rasanya ingin membangunkan Fithar tetapi setelah mendengar dengkurannya aku batalkan kembali. Apalagi tujuan membangunkannya hanya sekadar untuk memperlihatkan ada kapal laut megah yang akan masuk ke sungai dari arah laut sana.

Sampai suatu saat aku tidak lagi menyadari yang aku dalam kondisi terjaga atau terlelap. Ditambah kondisi tubuhku yang lelah sehingga kelopak mataku tidak bisa melawan kuatnya dorongannya untuk terlelap mengikuti ketiga tamuku sebelumnya. Tetapi disisi lain fikiranku juga diganggu oleh jadwal harus bangun malam saat mengangkat jaring jermal yang terpasang sehingga membuatku sering terjaga dan kemudian tertidur kembali.

Aku terus memperhatikan benda bergerak yang bersinar terang tersebut. Sebuah kapal yang awalnya hanya tampak seperti cahaya lilin. Kemudian bergerak lebih cepat karena terdorong angin barat laut.  Tampak berkilauan seolah permata yang sedang disinari cahaya yang sangat terang. Kemudian kerlap kerlip lampu kapal tampak semakin jelas dan bertambah terang. Sebuah kapal yang sangatlah tidak biasa. Baik dari segi ukuran maupun desain. 

Tidak pernah kulihat kapal semegah itu sebelumnya. Hanya kapal pesiar paling mewah saat ini yang bisa menandinginya. Kapal melaju dengan gagahnya dari muara laut menuju ke hulu. Tentu hanya seorang kapten kapal terlatih yang bisa menuntun kapal di alur sungai berkelok ini. Lampu-lampu yang menerangi terlihat seolah bertingkat-tingkat, mengikuti sejumlah lantai yang ada. Setidaknya ada 7 dek lantai sampai kepuncaknya. 

Semua tampak terang benderang. Terlihat juga berbagai fasilitas mewah tempat bersantai dan kolam renang ukuran besar. Tidak lupa peralatan darurat seperti perahu dan ban karet warna orannye menempel dibagian kiri kanan kapal yang terpasang dengan kokoh serta rapi. Warnanya bercat putih bersih dan biru laut mendominasi. Semua tampak mengkilap dan berkilau saat cahaya mengenainya. Semua nampak kontras dengan cuaca malam ini yang agak mendung persis diatasnya.

Berbagai macam jenis lampu digunakan untuk menerangi setiap jengkal kapal. Tidak ada kesempatan celah yang gelap sama sekali. Gemerlap cahaya seperti bintang terlihat saat melihat kapal dari kejauhan. Sorot cahaya lampu beraneka jenis sehingga suasana seperti siang hari. 

Nakhoda dihaluan depan sibuk dengan kemudi kayu yang nampak terawat dan mengkilat. Awak kabin tampak sibuk dikiri kanan lorong kapal, sedang nakhoda sangat serius memperhatikan haluan kapal. Lainnya seperti hilir mudik mengerjakan tugasnya masing-masing. Ada yang membawa nampan-nampan penuh berisi berbagai macam kue, minuman dan aneka buah-buahan potong segar.

Kamar dan koridor ruangan sibuk dibersihkan. Kain linen putih bersih sebagai alas tidur dibawa hilir mudik. Alat pembersih ruangan dan perlengkapan kamar mandi didorong dengan kereta dorong kesana kemari oleh petugas yang berseragam baju putih bersih.

Sepintas terlihat seperti kesibukan di hotel-hotel berbintang yang sangat mewah. Dibagian dek tengah seperti akan ada diselenggarakan pesta besar. Kapal ini dapat diibaratkan seperti gabungan hotel, restoran dan taman hiburan yang sangat ekslusif. Penumpang seperti sibuk hilir mudik kesana kemari,mereka seperti orang-orang pilihan dengan tujuannya masing-masing. Ada sekumpulan perempuan-perempuan muda berjalan perlahan dan beriringan secara tertib. Terlihat juga kelompok anak muda yang berjalan berpasangan. Anehnya semua pergerakan menuju keruang utama dibagian dek tengah kapal.

Belum lepas ketakjubanku menyaksikan kapal super megah dan aktifitas kesibukan orang-orang didalamnya. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara seseorang yang menyapaku. Aku seperti tersentak dari lamunan indah karena terlalu mengagumi sang arsitek pembuat kapal tersebut.

         "Tuan Dewa Kelana!, makanlah sirih pinang ini!" Seseorang menepuk bahuku dari belakang. Warna suaranya rasanya sudah sangat kukenal.

          "Fithaarrr!?" Balasku tergagap kaget sambil telunjukku reflek menunjuk kearah wajahnya. Kembali aku meyakinkan diriku sendiri kembali dengan apa yang barusan aku alami. Terasa tarikan nafasku menjadi berat dan pendek-pendek. Suaraku rasanya terasa tertahan ditenggorokan.

          "Ya..tepat sekali Dewa, kita akan berlayar ke utara," kata dan intonasi yang keluar dari mulutnya sangat terukur. Kelihatan sekali Fithar seperti seorang tenaga humas profesional yang berusaha memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada pelanggannya dengan telaten. Tanpa sedikitpun ia peduli akan ke keterkejutanku. Seolah semuanya berjalan normal.

Kemudian ia terus melanjutkan kata-katanya

"Lihatlah Dewa!, semua orang bergembira didalam kapal besar ini," cerocos Fithar untuk meyakinkan kembali kepadaku bahwa saat ini adalah situasi yang biasa-biasa saja. Seperti dia berusaha untuk menenangkanku dari keraguan dan ketakutan-ketakutan yang menyelimuti wajahku..

"Sirih pinang ini adalah ucapan selamat datang kami kepadamu!" Pungkas Fithar kembali mengingatkanku sambil tersenyum. Selayaknya teman yang telah lama tidak berjumpa.

"Ambillah," katanya kembali sambil menganggukkan kepalanya meyakinkanku. Melihat tindak tanduk Fithar akhirnya tanpa keraguan aku mengambil sirih pinang dengan pasti. Fithar sepertinya telah memberikan aku sebuah keyakinan untuk melanjutkan perjalanan ke utara. Tepak sirih pinang persegi empat bersepuh emas. Sirih pinang diatasnya tersusun dan siap untuk dikunyah oleh siapa saja yang diharapkannya. Selembar daun sirih  hijau segar terlipat rapi dengan bentuk segi empat. Didalamnya lipatan sirih ada irisan pinang muda tipis bersepuh kapur sirih. Aku mengambil sirih pinang dan mengunyahnya pelan. Indra kecap lidahku merasakan pahit ringan pinang bercampur pedasnya daun sirih. Rasa kemudian menjadi sedikit hambar saat kapur telah menyatu sempurna dilidah. Memang akhirnya terasa kelat bercampur pedas di seluruh bagian mulut yang kemudian terasa tertahan dikerongkonganku yang tidak terbiasa dengan rasanya.

Kuperhatikan kembali dengan teliti khusus gadis cantik pelayan yang bertugas menyodorkan tepak sirih pinang tadi. Tidak salah lagi perempuan cantik itu adalah Kemala. Ya....,  benar memang Kemala yang tadi tidur bersama Dewi di pondok jermal habis waktu Isya. Ia kelihatan sangat cantik sekali saat ini. Riasan wajah tipis saja telah bisa mencerahkan wajahnya yang alamiah nya memang sudah cantik. Polesan tipis lipstik merah diwajah mulusnya yang putih dan perona merah dikedua pipinya semakin menambah daya tariknya malam itu.  Ahh....seperti putri kayangan yang pernah kudengar dari dongeng-dongeng emak pengantar tidur saat aku kecil!.Aku kemudian berusaha melihat-lihat adakah Amarilis Dewi disekitar mereka.

Belum habis keherananku. Kesadaranku juga terasa pulih, sesegera setelah mengunyah sirih pinang sebelumnya. Rasanya aku telah bisa menguasai diriku dan semuanya terasa normal seperti biasa saja. Aku seperti melakukan perjalanan seperti yang biasa dilakukan, tetapi saat ini justru aku seperti diistimewakan. Dasarnya aku sangat suka berpetualang. Sehingga aku merasakan saat ini adalah kenormalan biasa saja sekaligus untuk menuntaskan rasa keingintahuanku yang tinggi. Aku terus diarahkan menuju ke suatu tempat yang sepertinya mengarah ke tengah-tengah dek kapal.

Perjalanan terasa berada digedung mewah dengan sorot lampu yang menerangi setiap sudut ruangnya dari segala arah. Tidak ada rasa takut lagi yang meliputi perasaanku sebelumnya dibangunan kapal semegah ini. Keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang seperti apa detil kapal ini membuatku justru tambah bersemangat.

"Ayo kita ke ruang santap malam. Disana orang-orang menunggu kehadiran kita," ajak Kemala dengan ekspresi wajah yang riang gembira. Matanya berbinar-binar seperti penuh harap agar aku segera menyetujui. Perutku memang terasa lapar karena hanya diisi kopi hangat saja beberapa waktu sebelumnya.

Mataku dimanjakan oleh detil keindahan kapal yang ada. Kami terus berjalan menuju tempat yang dituju bersama Kemala dan Fithar disisi kiri kananku. Mereka seperti membiarkan saja aku terlena dengan pemandangan yang sebelumnya tidak pernah kutemui. Lorong besar dan luas menghubungkan antara ruang terbuka di bagian depan kapal menuju ruang makan. Lampu-lampu penerang tidak hanya menyorot dari atas tetapi dari semua sisi baik samping maupun lantai-lantai yang ditanam lampu berwarna warni. Permadani tebal berwarna merah marun dengan corak ornamen kuning emas berpadu serasi disepanjang koridor utama.

Dinding kapal dibeberapa bagiannya dihiasi dengan dekorasi gambar mozaik futuristik seperti lukisan-lukisan abstrak. Pilar tiang-tiang yang menonjol diukir tangan yang dilapis warna emas. Dibeberapa bagian dinding juga di dekorasi dengan ukiran batu-batu pualam, jika disinari lampu akan berpendar. Semua ruang berbau harum semerbak dengan wangi seperti parfum mewah yang merangsang lembut indra penciuman. Perasaan tenang malam itu juga dikarenakan disampingku hadir seorang gadis cantik bernama Kemala.

"Dewa, posisi duduknya disini!" Ujar Fithar sambil menunjuk tempat yang sepertinya disediakan khusus untukkku. Ia mempersilakanku aku duduk bersila. Seperti tata cara adat melayu. Terasa nyaman duduk diatas karpet berwarna merah marun yang sangat tebal. Ruang tempatku duduk sekarang, sangatlah besar dan luas. Langit-langitnya sangatlah tinggi. Tidak tampak tiang-tiang pilar penyangga didalamnya. Ornamen dekoratif ruang jamuan makan itu didominasi oleh warna emas dengan hiasan relief-relief timbul seperti rebung dan sulur-sulur tumbuhan pakis muda merambat.

Aku duduk bersila di posisi tengah ruangan. Menghadap pintu utama tempat keluar masuk orang orang terhormat. Disamping pintu besar utama, berdiri panggung megah untuk penampilan hiburan-hiburan. Kembali harum aroma bunga melati segar yang sangat kentara diruang yang sangat besar ini. Dugaanku bahwa sumbernya berasal dari taburan bunga melati yang secara merata diatas karpet. Bunga-Bunga melati putih tersebut tergelatak sangat manis di atas karpet beludru merah yang kami duduki saat ini.

Pelayan-pelayan pria maupun wanita terlihat muda belia. Rata-rata umur mereka sekitar 20 tahun-an. Mereka hilir mudik dengan membawa nampan-nampan penuh berbagai macam aneka makanan, buah dan minuman. Kesibukan terlihat seperti menyiapkan acara resepsi pernikahan tokoh penting dan terpandang. Gaun pelayan wanitanya berpola baju kurung didominasi warna kuning emas dan berkain tapih hijau lumut. Kain tapih serta kerudungnya berupa kain sarung berhias taburan sulam tenun benang emas. Sedang para pelayan pria nya berbalut baju teluk belanga warna kuning emas lengkap dengan kain sabuk yang dipakai selutut berwarna merah manggis tua bertabur benang emas berkilau saat di sorot lampu diruangan yang teduh.

Diantara pelayan tersebut, ada yang tugasnya mengatur duduk tamu undangan. Tempat duduk perempuan dan laki ditempat pada barisan yang terpisah. Sebagian pelayan lainnya mulai membawa dan menyajikan hidangan yang akan disantap secara bersama-sama. Terlihat hidangan makanan berat disajikan dengan tata cara melayu yaitu model saprahan[1]. Piring-piring, mangkuk saji lauk pauk terbuat dari porselin kelas satu dengan motif bunga-bunga warna biru tua dan muda. Jenis makanan beratnya seperti yang biasa terlihat diacara hajatan perkawinan di kampungku. Sajian makanannya terdiri dari opor setengah badan ayam bumbu kuah lemak santan yang berwarna putih kental, semur daging, acar segar mentah dari irisan mentimun dan nenas ditambah irisan tipis bawang merah cabai merah dan hijau, tumis pedas kentang hati ayam dan terakhir tidak lupa serta sop ayam hangat bertabur jamur kuping tertata rapi dalam nampan-nampan kuningan mengkilat. Piring dan gelas ditata untuk kebutuhan masing-masing 6 orang per satu rombongan makan. Dibawah sorot lampu yang sangat terang hidangan makan malam yang telah tersaji tampak sangat menggugah selera. 

 Perlahan tapi pasti tamu-tamu yang datang mulai memenuhi ruangan yang aku sendiri juga tidak tahu darimana asal mereka. Semua tampak gembira dan bersemangat menghadiri acara resepsi makan malam ini. Senada dengan tampilan pelayan tamu yang ada, tamu-tamu juga berpakaian teluk belanga lengkap untuk yang laki-laki dan baju kurung untuk tamu perempuan meski dengan corak warna lebih berwarna-warni. Tanpa terasa kemudian sajian-sajian makan yang diatur dengan berjejer lurus sudah mendekati selesai. Mulai dari ujung keujung tampak telah terisi sajian saprahan nya. Tidak mudah mengatur segala sesuatu acara diruangan seluas lapangan bola tersebut.

 Terdengar musik sayup sayup. Kudengar alunan musik tanjidor dengan aransemen musik yang sangat enak dan merdu didengar. Pilihan lagu yang didengarkan seperti lagu-lagu melayu lama. Lagu yang dimainkan seperti lagu dengan judul Hang Tuah, Dang Merdu, Seroja, Fatwa Pujangga sampai dengan lagu Fly Me To The Moon mengalun lembut silih berganti diruang dengan tata suara yang terdengar sangat pas ditelinga. Waktu terasa berjalan lamban. Hal-hal yang bisa ditangkap panca indra terasa menenangkan dan membuat tenang jiwa raga. Wajah tamu-tamu juga semuanya berwajah menenangkan dan tampak bahagia.

 Tamu-tamu telah berada ditempatnya duduknya masing-masing. Makanan juga telah tersaji didepanku yang sangat menggugah selera. Tetapi, belum ada arahan untuk melanjutkan bersantap makan malam. Sepertinya masih ada tamu agung yang ditunggu. Tujuh tempat duduk masih sengaja dikosongkan. Salah satu tempat yang belum diisi persis tepat berada didepanku.

 Terlihat sesaat kesibukan pelayan mulai meningkat,sepertinya orang penting yang mempunyai hajatan akan bersiap untuk masuk ruangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun