Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Mati (12. Fly to the moon)

30 Januari 2022   19:06 Diperbarui: 30 Januari 2022   19:08 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari zedge.net diolah pribadi dengan pictsart app

Belum lepas ketakjubanku menyaksikan kapal super megah dan aktifitas kesibukan orang-orang didalamnya. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara seseorang yang menyapaku. Aku seperti tersentak dari lamunan indah karena terlalu mengagumi sang arsitek pembuat kapal tersebut.

         "Tuan Dewa Kelana!, makanlah sirih pinang ini!" Seseorang menepuk bahuku dari belakang. Warna suaranya rasanya sudah sangat kukenal.

          "Fithaarrr!?" Balasku tergagap kaget sambil telunjukku reflek menunjuk kearah wajahnya. Kembali aku meyakinkan diriku sendiri kembali dengan apa yang barusan aku alami. Terasa tarikan nafasku menjadi berat dan pendek-pendek. Suaraku rasanya terasa tertahan ditenggorokan.

          "Ya..tepat sekali Dewa, kita akan berlayar ke utara," kata dan intonasi yang keluar dari mulutnya sangat terukur. Kelihatan sekali Fithar seperti seorang tenaga humas profesional yang berusaha memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada pelanggannya dengan telaten. Tanpa sedikitpun ia peduli akan ke keterkejutanku. Seolah semuanya berjalan normal.

Kemudian ia terus melanjutkan kata-katanya

"Lihatlah Dewa!, semua orang bergembira didalam kapal besar ini," cerocos Fithar untuk meyakinkan kembali kepadaku bahwa saat ini adalah situasi yang biasa-biasa saja. Seperti dia berusaha untuk menenangkanku dari keraguan dan ketakutan-ketakutan yang menyelimuti wajahku..

"Sirih pinang ini adalah ucapan selamat datang kami kepadamu!" Pungkas Fithar kembali mengingatkanku sambil tersenyum. Selayaknya teman yang telah lama tidak berjumpa.

"Ambillah," katanya kembali sambil menganggukkan kepalanya meyakinkanku. Melihat tindak tanduk Fithar akhirnya tanpa keraguan aku mengambil sirih pinang dengan pasti. Fithar sepertinya telah memberikan aku sebuah keyakinan untuk melanjutkan perjalanan ke utara. Tepak sirih pinang persegi empat bersepuh emas. Sirih pinang diatasnya tersusun dan siap untuk dikunyah oleh siapa saja yang diharapkannya. Selembar daun sirih  hijau segar terlipat rapi dengan bentuk segi empat. Didalamnya lipatan sirih ada irisan pinang muda tipis bersepuh kapur sirih. Aku mengambil sirih pinang dan mengunyahnya pelan. Indra kecap lidahku merasakan pahit ringan pinang bercampur pedasnya daun sirih. Rasa kemudian menjadi sedikit hambar saat kapur telah menyatu sempurna dilidah. Memang akhirnya terasa kelat bercampur pedas di seluruh bagian mulut yang kemudian terasa tertahan dikerongkonganku yang tidak terbiasa dengan rasanya.

Kuperhatikan kembali dengan teliti khusus gadis cantik pelayan yang bertugas menyodorkan tepak sirih pinang tadi. Tidak salah lagi perempuan cantik itu adalah Kemala. Ya....,  benar memang Kemala yang tadi tidur bersama Dewi di pondok jermal habis waktu Isya. Ia kelihatan sangat cantik sekali saat ini. Riasan wajah tipis saja telah bisa mencerahkan wajahnya yang alamiah nya memang sudah cantik. Polesan tipis lipstik merah diwajah mulusnya yang putih dan perona merah dikedua pipinya semakin menambah daya tariknya malam itu.  Ahh....seperti putri kayangan yang pernah kudengar dari dongeng-dongeng emak pengantar tidur saat aku kecil!.Aku kemudian berusaha melihat-lihat adakah Amarilis Dewi disekitar mereka.

Belum habis keherananku. Kesadaranku juga terasa pulih, sesegera setelah mengunyah sirih pinang sebelumnya. Rasanya aku telah bisa menguasai diriku dan semuanya terasa normal seperti biasa saja. Aku seperti melakukan perjalanan seperti yang biasa dilakukan, tetapi saat ini justru aku seperti diistimewakan. Dasarnya aku sangat suka berpetualang. Sehingga aku merasakan saat ini adalah kenormalan biasa saja sekaligus untuk menuntaskan rasa keingintahuanku yang tinggi. Aku terus diarahkan menuju ke suatu tempat yang sepertinya mengarah ke tengah-tengah dek kapal.

Perjalanan terasa berada digedung mewah dengan sorot lampu yang menerangi setiap sudut ruangnya dari segala arah. Tidak ada rasa takut lagi yang meliputi perasaanku sebelumnya dibangunan kapal semegah ini. Keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang seperti apa detil kapal ini membuatku justru tambah bersemangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun