Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Mati (6. Hewan Purba Bertelur)

29 Januari 2022   22:24 Diperbarui: 29 Januari 2022   22:27 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Akhirnya kita dapat menyaksikan langsung penyu bertelur," ujar Kemala dengan sukacita sambil memberikan salam dengan memantikkan dua jari tangannya sehingga menimbulkan berbunyi nyaring kepada Dewi, seakan-akan misi mereka telah berhasil dengan gemilang.

Dewi dan Kemala langsung berlari kecil menyusuri jejak alur dimana naiknya kaki penyu kedarat. Meskipun dibawah sinar rembulan malam, jejak penyu tersebut sangat mudah terlihat. Jejak-jejak dipasir yang telah dilalui penyu besar akan meninggalkan jejak nyata akibat adanya dorongan yang besar dan kuat dari empat kakinya yang kokoh dan kuat. Kaki tersebut  jugalah yang berfungsi sebagai dayung saat penyu-penyu berada dibawah samudra.

Tetapi tetaplah diperlukan orang dengan pengalaman dan jam terbang yang tinggi untuk dapat menentukan persis keberadaan penyu-penyu tersebut menyembunyikan telur-telurnya. Tingginya kemampuan kamuflase hewan tersebut tentunya ditujukannya untuk memastikan telur-telurnya aman dari gangguan predator baik manusia atau binatang pemakan telur lainnya. Sepanjang pengalamanku, menemukan jejak lubang telur yang telah ditinggalkan penyu merupakan sesuatu hal yang tidak mudah meskipun kita dapat menelusuri sampai kedaratan melalui jejak-jejak yang ditinggalkannya. Tambahan, kita akan masuk kewilayah dengan vegetasi tanaman khas tepi pantai yang banyak ditumbuhi semak belukar dan rumput-rumputan liar yang kadang ketinggiannya tak jarang melebihi tinggi orang dewasa.

Dalam wilayah radius 10 meter, aku berusaha memastikan lokasi persisnya penyu menempatkan telur-telur disarang pasirnya. Cukup sebuah ranting kayu yang kulancipkan dibagian ujungnya sebagai alat deteksi sederhananya. Kemudian kucoba menancapkan kayu ranting lurus secara berulang ketanah. Disaat kayu yang ditancapkan dapat menghunjam tanah agak dalam diantara dedaunan kering dan ranting yang berserakan, itulah tanda letak telur-telur penyu itu berada.

 Aku berusaha mencari jalur termudah, agar Dewi dan Kemala aman dan nyaman melintasi semak pantai yang banyak juga ditumbuhi daun berduri seperti tumbuhan sejenis pandan-pandanan pantai (Pandanus candelabrum) yang berdaun lebat dan rimbun. Jenis pandan lainnya adalah pandan (Pandanus tectorius), berdaun seperti berkelompok dimana diujung-ujung dahan ada bunga kemerahan sebesar bola sepak takraw.

Setelah menyisir areal target sekitar 15 menit diantara tumbuhan pandan pantai yang berduri yang diantaranya juga tumbuh cemara laut, pohon ketapang (Terminalia Catappa) dengan rumput ilalang disana sini. Kucoba mengedipkan lampu senter beberapa kali. Dengan maksud untuk memberikan tanda dan arah dimana persisnya aku berdiri. Aku berseru dengan semangat

"Kesinii!!... penyunya lagi bertelur!" Teriakku bersemangat sambil terus mengedipkan kembali beberapa kali senter yang ada ditangan kananku.        

         "Oh, tuhan!, begini rupanya penyu yang lagi bertelur" Fithar tanpa berkedip sedikitpun matanya dengan mimik wajah terperanjat. Dewi dan Kemala yang berdiri berdekatan juga seperti terpukau dengan apa yang sedang terjadi didepan matanya. Tanpa ada sepatah katapun keluar dari bibir mereka. Mereka semua seolah tersihir oleh sebuah peristiwa langka yang selama ini dibayangkannya.

Sebelumnya paling mereka hanya mendengar cerita-cerita dari orang-orang yang pernah melihat langsung kejadiannya. Syukurlah misi penting pertama dimalam ini berjalan lancar fikirku dan aku merasa sedikit lega. Lubang sedalam 80 centimeter dan diameter 60 sentimeter tampak menganga lebar kemudian satu persatu telur dikeluarkan dari tubuh besar hewan yang mirip kura-kura tersebut.

          "Penyunya menangis!" Seru Dewi ditengah keheningan, disaat kami sedang fokus memperhatikan penyu menetaskan telurnya yang putih bersih satu persatu dilubangnya. Telunjuk Dewi, mengarah kearah mata penyu yang memang jika dilihat dengan seksama seperti berurai air mata.

         "Biarkan sampai penyunya selesai bertelur!" kumengingatkan mereka agar tetap berhati-hati dan tidak terlalu dekat  karena justru akan menganggu penyu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun