Ukiran indah dan ornamen-ornamen yang menghiasi rumah itu menjadi alat ukur status sosial orang yang memiliki rumah itu. Parameter lainnya yang menggambarkan status sosialnya juga bisa dilihat dari besar kecilnya rumah Baghi.
Tak lengkap rasanya jika tak bertegur sapa dengan warga soal profesi mereka. Selain berkebun dan memetik kopi ada beberapa juga warga yang berikhtiar menuangkan ilmu seninya memahat kayu. Seperti yang pernah saya kunjungi ke salah satu pusat kerajinan di desa Pelang Kenidai.
Setiap hari, beberapa anak muda di sana ada saja yang telaten memotong kayu, mengukir dan menciptakan produk yang memiliki nilai seni tinggi. Pemandangan yang menarik dinikmati. Para wisatawan yang kebetulan lewat pasti akan terhenti sejenak, dihipnotis oleh kelihaian para pemuda yang memiliki spirit tinggi di bidang seni..
Semua aktivitas ini dikomandani oleh Pak Bujang. Pria bertubuh tambun ini kerap menjaga kualitas produk saat beberapa anak membuat karya - karya artistik yang menarik.
Dari bambu dan pohon kayu dengan cekatan bisa mereka sulap jadi sebuah benda yang multi manfaat. Mulai dari perabotan rumah tangga, hiasan rumah sampai cinderamata yang unik. Hasil kreasi besutan mereka sudah pasti ditawarkan kepada wisatawan yang berkunjung. Lainnya, tak sedikit pula produk-produk seni dari desa Pelang Kenidai ini dikirim ke luar kota untuk memenuhi pemesanan.
Kalau ingin menikmati suasana malam di dusun, rumah - rumah warga di desa Pelang Kenidai juga mempersilahkan para petandang untuk sekalian bermalam. Mereka sudah pasti dengan senang hati akan menerima tamu-tamu jauh yang ingin mengenal lebih dekat lagi tentang kehidupan sosial masyarakat adat yang dikenal sangat ramah ini. Tuan rumah tak pernah memberikan patok harga resmi sebagai biaya penginapan.
Tak juga memberatkan orang asing yang ingin tinggal lebih lama selama penjelajahan wisatanya. Namun demikian kita mesti melangsungkan negoisasi secara kekeluargaan.
Tujuannya agar sama-sama terbantukan. Kita dibantu untuk bermalam dengan diberikan fasilitas penginapan nyaman, kemudian masyarakat juga tertopang dalam meningkatkan kesejahteraan mereka.
Jadi, untuk mengukurnya tergantung berapa jumlah rombangan yang ingin bermalam dan sarapan atau makan siang yang akan dihidangkan. Makin baiknya, kita mesti lebih peka seberapa besar seharusnya kita menentukan biaya untuk diberikan kepada si empunya rumah.
Pihak warga setempat tentu tidak bisa menyediakan layanan yang mewah. Namun demikian, justru dengan keterbatasan yang ada, kita akan mendapatkan pengalaman seru dan menyenangkan. Kita akan merasakan sensasi berbeda hidup ala masyarakat tradisional dengan servis ala kadarnya. Khas negeri Besemah dengan segala kesederhanaannya.
Makanya manfaatkan momen tersebut dengan bertanya dan merasakan apa yang membuat kita penasaran. Salahsatunya bisa meminta bantuan untuk menghidangkan makanan-makanan tradisional yang sebelumnya belum pernah dicoba.