Mohon tunggu...
edib elida hanum
edib elida hanum Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Saya seorang pemimpi yang menjelajah dunia khayali, halusinasi, mimpi buruk, dan penampakan, yang juga berprofesi sebagai penulis paruh waktu. Kalau ingin tahu tentang saya lebih banyak lagi, tap follow instagram saya di bawah ini 👇 Ig : edbeldhnm #salamhangatdariauthor

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjauh untuk Menjaga

14 Maret 2023   09:48 Diperbarui: 14 Maret 2023   09:56 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#MenjauhUntukMenjaga

Hanya melihat tanpa menyapa, hanya memandang tanpa berdekatan.

------

Pagi ini langit berawan dan turun hujan. Tidak begitu deras, tetapi tidak juga gerimis. Riuh air yang menghempas aspal terdengar rapat sambil sesekali diselingi bunyi cipratan air dihentak kaki orang berlari lalu-lalang ingin cepat sampai di rumah karena takut basah.

Perempuan berhijab itu semakin merapatkan jaketnya yang cukup tebal, dingin. Sebuah payung warna hitam menutupi sebagian tubuhnya yang terkena percikan air hujan.

Ketika hujan turun dari subuh tadi ia berniat bermandi hujan, tapi niatnya ia urungkan ketika sebuah pesan masuk dari handphone nya bahwa mata kuliah di hari Kamis di majukan menjadi hari ini. Menyebalkan.

Jam di Arlojinya sudah menunjukan pukul delapan pagi, sedangkan mata kuliah di jam pertama akan di mulai sepuluh menit lagi. Dengan santainya perempuan itu masih berjalan sesekali tangannya ia tadahkan ke atas untuk menikmati setiap tetesan air hujan yang membasahi tangannya.

Adiva namanya, mahasiswi semester enam yang sedang menjalani kuliahnya di Ibu Kota.

Adiva si Perempuan Hujan. Mereka menyebutkan demikian. Karena ia seorang perempuan. Karena ia menyukai hujan. Di saat teman-temannya tak menyukai hujan, ia adalah satu-satunya yang sangat antusias ketika hujan turun.

***

Adiva terpaku terdiam saat tak sengaja arah pandangan matanya bertemu dengan sesosok laki-laki itu, dengan cepat ia mengalihkan pandangannya lalu berucap istigfar. Ia tak mau berlarut dalam kemaksiatan yang semakin hatinya terjerumus kedalam lubang cinta yang salah.

Dengan sedikit cepat Adiva berjalan menuju kelasnya, untung saja jarak kelasnya tak begitu jauh. Jadi bisa terselamatkan jantungnya yang berdegup kencang saat tak sengaja menatapnya.

"Hufttt" ucapnya dengan nafas yang sulit di atur. Adiva menyenderkan tubuhnya di atas bangku kuliah, jantungnya masih belum berdetak dengan normal.

"Sengaja pergi ke kampus agak terlambat biar nggak ketemu dia, malah ketemu dia mulu." Gerutunya.

"Siapa tuh?" Tanya Zara tiba-tiba.

"Manusia." Jawab Adiva singkat padat dan jelas, ia segera mengeluarkan alat tulisnya.

"Pak ketu ?"

Adiva melirik Zara dengan pandangan yang tidak mengenakan. "Kok kamu tau ?" Tanyanya spontan.

Dengan entengnya Zara ketawa terbahak-bahak. "Aku ini sahabatmu Divaa, aku udah kenal kamu dari awal masuk kampus ini sampai sekarang, memangnya tidak ada yang aneh dengan gerak gerik kamu ketika bertemu bahkan tak sengaja melihat dia."

Adiva terdiam, pikirannya kacau saat ini. Ia tak bisa bercerita banyak kepada sahabatnya Zara. Bukan karena apa-apa, hanya saja ia sendiri bingung dengan perasaannya ini. Perasaan tiba-tiba yang entah kapan datangnya.

"Sulit ya mencintai dalam diam ?" Tanya Zara berbisik.

Adiva menghela nafasnya berat, lalu mengangguk perlahan.

"Kamu sungguh-sungguh menyukainya ?"

Adiva menatap kedua netra sahabatnya. "Aku memang menyukainya, namun aku memilih tidak mengatakannya. Bagiku melihatnya dari jauh sudah cukup, sebab ada beberapa perasaan yang lebih nyaman untuk tidak diungkapkan."

Zara tersenyum melihat sahabatnya yang sudah bisa berfikir dewasa. "Betul, menjauh untuk menjaganya. Cukup mencintai dalam diam dan menjaganya dalam do'a, jika suatu saat nanti kalian berjodoh. In Sya Allah akan di pertemukan dalam sebuah ikatan yang halal."

***

Langit menjadi kelabu. Awan hitam mulai tak mampu lagi membendung butiran air. Matahari pergi. Sinarnya pun tak berbekas. Sedari tadi Adiva memandangi jendela kamarnya untuk melihat hujan, kali ini ia tak bermain hujan. Karena kesehatan tubuhnya yang sedang tidak stabil. Meskipun arah pandangannya ke jendela, pikirannya tetap berkelana ke segala penjuru arah, entah apalagi yang membuat hatinya gundah. Mungkin tentang perasaan yang sulit di sampaikan.

"Untuk Tuan sang pemilik hati, sungguh sakit ya mencintai sesosok seperti dirimu, sosok yang sulit untuk di gapai. Dan nyatanya melupakan seseorang yang belum sempat dimiliki itu sangat sulit yaa, sesakit itu ya mencintaimu tuan. Terkadang yang indah di ciptakan bukan untuk dimiliki, tetapi hanya untuk di pandang dari jauh. Sesosokmu ada disana hanya untuk dikagumi dalam diam. Kamu adalah part terbaik dalam ceritaku, apapun ceritanya senang bisa bertemu dan mengenalmu tuan." -Adiva-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun