"Kamu sungguh-sungguh menyukainya ?"
Adiva menatap kedua netra sahabatnya. "Aku memang menyukainya, namun aku memilih tidak mengatakannya. Bagiku melihatnya dari jauh sudah cukup, sebab ada beberapa perasaan yang lebih nyaman untuk tidak diungkapkan."
Zara tersenyum melihat sahabatnya yang sudah bisa berfikir dewasa. "Betul, menjauh untuk menjaganya. Cukup mencintai dalam diam dan menjaganya dalam do'a, jika suatu saat nanti kalian berjodoh. In Sya Allah akan di pertemukan dalam sebuah ikatan yang halal."
***
Langit menjadi kelabu. Awan hitam mulai tak mampu lagi membendung butiran air. Matahari pergi. Sinarnya pun tak berbekas. Sedari tadi Adiva memandangi jendela kamarnya untuk melihat hujan, kali ini ia tak bermain hujan. Karena kesehatan tubuhnya yang sedang tidak stabil. Meskipun arah pandangannya ke jendela, pikirannya tetap berkelana ke segala penjuru arah, entah apalagi yang membuat hatinya gundah. Mungkin tentang perasaan yang sulit di sampaikan.
"Untuk Tuan sang pemilik hati, sungguh sakit ya mencintai sesosok seperti dirimu, sosok yang sulit untuk di gapai. Dan nyatanya melupakan seseorang yang belum sempat dimiliki itu sangat sulit yaa, sesakit itu ya mencintaimu tuan. Terkadang yang indah di ciptakan bukan untuk dimiliki, tetapi hanya untuk di pandang dari jauh. Sesosokmu ada disana hanya untuk dikagumi dalam diam. Kamu adalah part terbaik dalam ceritaku, apapun ceritanya senang bisa bertemu dan mengenalmu tuan." -Adiva-
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI