Mohon tunggu...
EDHIVIRGI
EDHIVIRGI Mohon Tunggu... Wiraswasta - kreatif adalah salah satu motivasi hidup saya

EVENT CONSULTANT - OWNER VIRGI INDONESIA - OWNER VIPTRIPNESIA - AUTHOR Bergelut di bidang Event Organizer dari 2001 hingga saat ini, memiliki brand Identity Virgi Indonesia yang bergerak di bidang garap MICE dan Event Organizer serta Viptripnesia yang bergerak di bidang Incentive Planner dan Tour Planner. Disamping itu menulis menjadi bagian kesibukan yang memenuhi hari harinya, ditambah dengan kesibukannya sebagai Event Consultant di beberapa perusahaan . Dalam menulis 2 buah buku sudah di terbitkan Mahapralaya Airlangga dan Cinta separuh Waktu, saat ini sedang merampungkan beberapa tulisan fiksi dan juga edukasi seperti Menjadi Event Organizer Masa Depan dan lain sebagainya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Separuh Waktu #2

3 Januari 2021   22:02 Diperbarui: 3 Januari 2021   22:29 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua.

Dhe, 

Sepertinya sudah tak bermakna, panggilan sayang itu tak lagi indah terdengar, mungkin karena bibirmu telah terpaku oleh keluh, atau mungkin kamu mulai lupa siapa aku yang tergolek lemah di ujung jenuh. 

Gendhis Kusumawardani, itu nama lengkapnya, sebuah nama yang sarat makna bagi sebagian orang jawa, seorang ibu muda yang cantik, berambut lurus sebahu, tingginya sedang dan tubuhnya agak montok, tapi agak lho, ghak montok-montok amat, warna kulitnya putih dan berwajah korea, iya beneran, memang wajahnya kayak wajah bintang korea, itu lho yang suka jingkrak-jingkrak kalo nyanyi, atau kayak pemain drama Korea yang cantik tetapi selalu kena bully kata Kei. Lulusan sebuah universitas terkenal di kota Yogyakarta, fakultas Teknik Arsitektur, dan lulus dengan nilai terbaik. Cumlaude.

Wow,

Pintar menggambar, suka sketch, interior dan hobi memasak. Nah untuk hobi yang satu ini dia memang jagonya, bahkan menurut Kei jika di dunia ini hanya tinggal batu dan kayu, pasti bisa diolah jadi makanan oleh Dhe, dan satu lagi idolanya Chef Juna, itu lho chef yang ganteng, tatoan, tapi jutek minta ampun.  Anak bontot dari dua bersaudara, agak manja sih, kadang manjanya nyebelin kata Kei, perfeksionis, semuanya harus serba teratur, tidak boleh salah sedikit saja. Heeemm idealis sih, itu lagi-lagi kata Kei, tapi toh kadang-kadang kalo lagi kumat, joroknya keluar juga hehehe uupss keterusan tar ngomongin orang hehehe,

Ok lanjut ceritanya ya,

Bau tanah basah yang masuk dari sela-sela ventilasi kamar terasa menyengat hidung, hujan tadi malam lumayan deras ternyata, sampai tidak tahu kalau hujan saking lelapnya Dhe tidur, lelap dalam kelelahan yang sarat. Dhe mencoba bangun dari kasur yang sudah seminggu ini dingin karena tak ada Rian di sisinya, jam weker mungil di samping tempat tidurnya menunjukkan pukul 06.30.

Menggeliat sejenak, Lalu merapikan tempat tidur sambil melirik kaca rias di sebelahnya. Uowh kedua matanya terlihat sembab membengkak, kelelahan di ajak menangis tadi malam, kasihan ya si mata, ghak tau apa-apa tapi jadi korban, hadeeeh ngaco lagi neh.

So buka almari, siapin baju, lalu bersih-bersih rumah seperti biasa, air matanya kembali runtuh ketika harus membersihkan makanan di atas meja yang tak jadi dimakan, semua basi, basi dan harus di buang ke tong sampah bersama dengan pilunya hati si koki.

Singkat cerita, ibu muda yang lagi galau ini sudah berada di antara padatnya lalu lintas di jalan Kaliurang, memang rumahnya berada di pinggiran kota, yang udaranya masih sedikit bersih, ditemani alunan lagu firasat nya Marcel, dipacunya mobil Yaris warna silver menuju tempat praktek dokter Anisah.

Dokter tua itu menyambut Dhe dengan senyum ramah, dokter yang sudah seperti mama bagi Dhe, sejak kecil dokter inilah yang selalu menjadi perantara kesembuhanya dari segala penyakit selama ini. Obat dan sentuhannya selalu cespleng buat Dhe.

"Matamu sembab, kamu habis nangis nak?" dokter Anisah membuka pembicaraan.

"Iya, mami" jawabnya yang selalu memanggil dokter Anisah layaknya mamanya.

"Ghak usah kuatir nak Dhe, sini mami periksa dulu"

"Iya mam" jawab Dhe pasrah,

"Heemm untung mami dokter mengira aku menangisi penyakitku ini" gumamnya dalam hati.

Dengan telaten dokter Anisah memeriksa semua yang dikeluhkan oleh Dhe, dari raut wajah sang dokter Dhe sudah bias menebak sebagian.

"Beneran kanker kan mami dokter"

"Eeeee diagnosanya tidak bisa hanya diperiksa seperti ini nak, tetapi harus melewati beberapa tahapan, justru yang mami kuatirkan bukan itu sebenarnya tetapi penyakit lambungmu yang sudah lama kamu derita" jawab dokter Anisah mencoba menenangkan,

"Kalau lambung sih sudah sekian lama tidak pernah kambuh kog mam" jawab Dhe.

"Yah asal jangan lupa minum obatnya, karena maag mu itu cukup lumayan parah" kata dokter Anisah, "mana suamimu? seharusnya kamu tidak sendirian memeriksakan penyakitmu ini" lanjutnya tiba-tiba.

"Mas Rian sedang ke luar kota mam, dan aku juga tidak memberitahukan nya kalau aku kemari" jawabnya berbohong.

"Ooo ya sudah kalau begitu, untuk penyakitmu yang kamu khawatirkan itu, mami sarankan untuk pergi ke dokter Haris teman mami, dia spesialis kanker"

"Jadi benar aku terkena kanker payudara mam?" berkata Dhe agak keras,

"Mungkin, tapi tenanglah, menurut mami kankermu itu masih stadium dini, dan kemungkinan untuk sembuh masih sangat besar" dokter Anisah menghela nafas panjang melihat raut wajah Dhe yang memucat.

Dengan sabar dia belai rambut Dhe dengan penuh kasih sayang,

"Sabar nak, sakit itu adalah ujian bagi kita, asal kamu mau berusaha untuk sembuh dan menuruti apa saran-saran mami, pasti kamu bisa mengatasi semua itu"

"Apa saran mami dokter"

"Lebih banyak olahraga, makan makanan berserat dan minum vitamin secara rutin, itu bisa mencegah menjalarnya kanker payudara nak"

"Apakah bisa sembuh dengan operasi mami?"

"Bisa juga, tapi sebaiknya berusaha dulu mencegahnya sebelum operasi, apalagi kalau memang benar penyakit itu adalah kanker, maka yang kau idap itu masih kategori stadium dini, jadi jangan terlalu dipikirin karena bisa membuatmu stress. Nanti kalau kamu terlalu banyak pikiran bisa-bisa maagmu kambuh lagi"

"Dan kamu harus yakin bahwa kamu mampu melawan penyakitmu itu nak, jangan menyerah, apalagi kanker payudara adalah kanker yang agresif bagi penderita usia muda, jadi lawan dengan semangat untuk sembuh ya nak"

Dhe terdiam lesu, jika benar dia terkena penyakit yang menjadi momok bagi sebagian wanita di dunia ini tentu makin membuat suaminya lebih menjauh.

"Mas Rian dimanakah kamu, di saat seperti ini harusnya kamu ada di sisiku" keluhnya, angannya melayang-layang pada hal-hal yang mengerikan dan masih banyak yang ingin di laluinya dalam hidup. Masih begitu banyak cita-cita yang belum juga tercapai, dan masih ada segudang permasalahan yang musti dia selesaikan.

"Dhe.... sabar ya nak" teguran dokter Anisah membangunkannya dari lamunan,

"Iya mami, trimakasih atas petunjuk mami. Dhe akan berusaha sabar dan kuat"

"Harus itu nak, dan cobalah mencari kesenangan yang menjadi hobimu, atau seringlah bepergian menikmati alam agar bisa mengurangi stressmu nak,"

"Nah ini mami beri resep yang bisa kamu minum sebagai pencegahan awal ya, dan juga mami buatin pengantar ke dokter Haris, segeralah ke sana nak dan jangan ditunda"

"Trimakasih mami" jawabnya sambil menerima resep dan surat pengantar yang disodorkan oleh dokter Anisah.

"Oo iya, apakah mama dan papamu tahu tentang hal ini?" Tanya dokter Anisah tiba-tiba

"Belum mami, dan jangan dikasih tahu, Dhe takut hal ini malah akan menyusahkan mereka"

"Tapi" lanjut dokter Anisah menyela.

"Maaf mami dokter untuk kali ini, Dhe mohon jangan beritahukan keluarga Dhe, biarlah Dhe yang akan mencoba mengatasinya sendiri dulu" katanya tegas.

"Baiklah kalau begitu nak, hati-hati ya, jaga dirimu baik-baik dan jangan segan-segan hubungi mami kalau kamu membutuhkan"

"Iya mami, Dhe pamit dulu" Dhe berdiri sambil mencium ke dua pipi dokter Anisah.

"Selamat jalan ya nak, salam buat suamimu"

Dhe menjawab dengan anggukan.

Remuk redam perasaannya saat itu, ke luar dari ruang dokter Anisah menuju ke mobilnya dengan gontai. Tak ada orang yang dia sayangi di sisi saat dia membutuhkannya.

Langit masih menguning berhias pelangi penuh warna-warni, terlihat begitu indah, begitu sempurna namun tidak buat Dhe, semua seperti sengaja mempertunjukkan keindahan ketika segalanya serasa prahara penuh lara. Lara yang terasa semakin menderanya hingga tak kuasa untuk berhenti sekedar diam, membawanya ke dimensi kehampaan yang tiada batas tepi.

Dhe melajukan mobil kesayangannya ke arah pulang, karena memang tak tahu lagi dia harus kemana, baru sore nanti dia terjadwalkan untuk konsultasi dengan dokter Haris, ada keinginan untuk menelpon Rian, hanya sekedar ingin berbagi, hanya sekedar agar Rian tahu bahwa dia sedang sakit, dia sedang sedih, sedang menderita, sedang bingung, sedang dan sedang teramat sangat ingin merasakan belaian dan pelukan.

Ingin dia berteriak sekeras-kerasnya, ingin dia datang ke kantor Rian hanya untuk mengungkapkan semua yang sedang dia rasakan, tapi itupun tak mungkin, karena dia tahu betul bahwa suaminya paling tidak suka bila dia datang ke kantornya, pernah dulu ketika Rian tak bisa pulang karena ada beberapa pekerjaan, dia sengaja datang bermaksut memberinya surprise, membawakan beberapa makanan yang dibuatnya sendiri untuk Rian, namun justru dampratan yang dia dapat dari Rian, ya meskipun waktu di kantor seolah tidak ada masalah tapi begitu sampai rumah Rian ngomel selama berjam-jam, yang bikin malulah, ghak percaya kalo suaminya kerjalah dan banyak lagi kata-kata yang menyakitkan, dan STOP, tak ada lagi keinginan Dhe untuk mendatangi suaminya ke kantornya. Cukup sekali dan tak akan pernah lagi.

"Masa bodoh, aku tetap harus mencoba menghubunginya kali ini, apapun nanti tanggapannya aku akan terima" katanya dalam hati, lalu jemarinya mulai menekan beberapa nomer di telepon genggamnya.

"Rindu rindu serindu rindunya" bunyi ringtone yang sangat dihapal olehnya semakin mempertebal kekesalan di hatinya tetapi terselip pula kerinduan, sekian lama tak juga diangkat.

Diulanginya sekali lagi, lagi dan lagi, namun hasilnya tetap juga sama, tak diangkat. Lalu dicobanya menghubungi lewat nomer telepon kantor Rian,

"Halo selamat pagi" jawab suara seorang wanita.

"Selamat pagi, mohon maaf apakah bapak Rian Aditama ada?"

"Maaf kalau boleh tahu darimana ini bu?"

"Saya istrinya mbak"

"Ooo maaf bu, mohon tunggu sebentar saya sambungkan ke ruang bapak"

menunggu sejenak., dua jenak, tiga jenak dan .....

"Halo selamat pagi" lagi-lagi jawaban seorang wanita.

"Selamat pagi mbak, saya mau bicara dengan suami saya apakah bisa" kata Dhe sambil dalam hatinya berkata, "kog ada perempuan di ruangan suaminya, kan suaminya hanya staff dan tidak punya sekretaris"

Lagi, menunggu sejenak, "Maaf bu, pak Rian sedang ada tamu, ibu diminta telepon sepuluh menit lagi"

gubrak... panas rasa hati Dhe

"Ok mbak, trimakasih" jawabnya sambil menutup telepon genggamnya.

Sekali lagi dunia serasa tak bersahabat bagi Dhe, dunia seakan tak ingin berpihak kepadanya,

"Dunia??? kog jadi dunia kamu salah salahin Nyet, kan yang salah adalah kehidupanmu. Ghak adil dong buat dunia, nanti kalo dunia ghak terima di salahin, lha aku mau tinggal di mana bu" kata Kei suatu saat ketika ungkapan menyalahkan dunia pernah keluar dari mulutnya.

Kei... ya Keisa sahabatnya itu tiba-tiba saja muncul di pikirannya,

"Ah aku coba call Kei, semoga dia ghak sibuk hari ini, maklum dia kan pengacara, pengangguran banyak acara hehehe" batin Dhe.

"Hai cumi tumben lu telpon gue pagi-pagi" kata Kei dari seberang.

"Udah siang kaleee, kamu lagi di mana Kei, sibuk ghak sekarang?"

"Oooh udah siang ya, ehhhmm tar aku liat jadwalku ya, hehehe maklum lah pengacara bu" jawab Kei dari telepon terlihat asal dan selengekan.

"Ya kalau sibuk ghak apa-apa Kei" jawabnya sambil tersenyum membayangkan tingkah sahabatnya itu.

"Wait ternyata ada beberapa kegiatan rutin aja kog hari ini, seperti mandi, antar si kitty untuk grouming hehehe, gimana mau ketemuan di mana Nyet?"

"Di Kedai Papiko ya, tempat biasanya" kata Dhe senang.

"Ok. Aku mandi terus meluncur ke sana"

Dhe memutar balik arah mobilnya menuju ke tempat dimana dia akan bertemu dengan sahabatnya itu, tempat dia dan Kei sering bertemu, tempat yang cukup nyaman untuk ngerumpi, apalagi makanannya lumayan enak dan murah lagi.

Jam menunjukkan pukul 11.30 siang ketika dia sampai di kedai Papiko, alunan musik chillout mengiringi langkahnya memasuki kedai, kedai yang dikonsep sangat baik ini sering membuatnya betah berlama-lama di sini, gaya interiornya yang dikonsep ceria mampu merubah suasana hati orang yang datang ke sana. Di satu sudut ruangan yang menjadi meja favorit Dhe, sudah terlihat Kei sedang duduk dan nyengir-nyengir kuda.

"Hai Kei" sapanya sambil sejenak memperhatikan suasana sudut favoritnya itu, meja bulat yang dibalut potongan kulit kayu yang menempel dan tertata rapi di atasnya, kursi bercorak kayu yang bentuknya lucu, serta dinding yang dilukis beberapa sangkar burung beserta burung mungil di dalamnya, dengan latar belakang warna coklat tua serasa kontras dengan dekorasi meja dan kursi serta vas bunga kecilnya. Mau tahu siapa yang mendesain sudut ini, Dhe lah orangnya, secara tidak sengaja waktu dia nongkrong bersama Kei di kedai Papiko beberapa waktu yang lalu, dia sempat bertemu dengan pemiliknya, lalu terjadilah percakapan diantara mereka, dan Dhe menawarkan ke pemilik kedai itu untuk mendesain sudut ruangan itu menjadi seperti sekarang ini.

"Hai Nyet kog telat sih, padahal aku masih sempat mandi lho sebelum ke sini"

"Iya maaf tadi macet jalannya dan lagi kalau mandi kan memang kamu selalu pakai jurus bebek mandi, jadi pasti cepat lah"

"Huuuu dasar nenek sihir" kata Kei sambil manyun.

"Kenapa kog wajahmu kelihatan keruh lagi ..., masih dengan urusan mas Rian ya, kog ghak bosan-bosan sih dengan masalah yang sudah berlarut"

Dhe menjawab hanya dengan mengangkat kedua bahunya, lalu memanggil pelayan untuk minta menu.

"Mau pesen apa Kei" katanya sambil membuka-buka buku menu, mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Kubis goreng" jawab Kei ketus.

"Hahaha ..... iya, iya masalahku memang itu-itu aja, mau gimana lagi" Jawab Dhe sambil tersenyum melihat mimik wajah sahabatnya.

"Ya harus diselesaikan dong, emang kamu ndak bosan apa menanggung beban yang ghak selesai-selesai seperti itu"

"Bosan sih .... habis aku harus gimana"

"Selesaikan itu solusinya, kamu tidak bisa bersikap seperti ini terus dan berharap keajaiban mengubah hidupmu" jawaban Kei agak keras, sampai-sampai pelayan yang dari tadi berdiri menunggu orderan mereka terkaget-kaget.

Dhe tersenyum melihat ulah sahabatnya itu.

"Mbak saya pesan bakso kuah, strobery float, nasi ikan percis, kentang bakar keju, ca kangkung original dan ..."

"Eehh.... ehh.. stop-stop, siapa yang mau makan pesanan sebanyak itu Nyet"

"Ya kita lah"

"Dasar kantong nasi, mana habis kita cuma berdua, terserah deh, tulis aja mbak semua permintaan teman saya ini" kata Kei sambil bergaya memerintah, si pelayan yang menulis orderan hanya tersenyum-senyum.

"Ada hal lain yang ingin aku bicarakan denganmu Kei" lanjut Dhe setelah si pelayan meninggalkan mereka.

"Hal lain apa maksutmu"

"Tadi pagi aku ke mami dokter, kemungkinan aku menderita kanker payudara stadium dini Kei"

"Hah serius lu Nyet" ujar Kei dengan mimik muka kaget, Dhe hanya mengangguk.

"Iya tapi nanti sore aku harus konsultasi lebih detail ke dokter Haris spesialis kanker"

"Ooohh my God, mas Rian sudah tahu? atau mama papa mu sudah tahu?"

"Belum" jawab Dhe sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kenapa mereka belum kamu kasih tahu"

"Tadinya aku ingin memberitahu mas Rian, tapi sepertinya dia sibuk hingga mengangkat teleponku saja ghak mau"

"Hadeeehhh Kog begitu sih, lantas papa mamamu juga belum kamu beritahu"

"Belum, aku takut jika tahu pasti hal ini akan menambahi beban pikiran mereka"

"Ya sudahlah, speechless gue"

"Kamu harus tabah Nyet" lanjut Kei sambil mengenggam tangan Dhe.

"Terimakasih Kei, kamu memang sahabat yang baik"

"Kamu harus tetap kuat, dan harus yakin bahwa tak ada penyakit yang tak ada obatnya" lanjut Kei.

"Coba alihkan semua permasalahanmu dengan mencari kesibukan, atau melamar kerja sebagai art supervisor atau desianer grafis di salah satu tempat temanku, karena aku dengar mereka sedang mencari tambahan orang di divisi itu, ya siapa tahu, itu bisa sedikit mengalihkan permasalahan yang sedang kamu hadapi"

"Ya aku pikir-pikir dulu deh, kalau mas Rian membolehkannya aku akan ambil tawaranmu itu Kei"

"Heemmm good" kata Kei sambil mengangkat ibu jarinya.

"Oh iya, jam berapa kamu akan konsultasi ke dokter Haris?"

"Sore ini, jam empat, kenapa?"

"Ok. Aku akan ikut" kata Kei.

"Serius neh Kei, kamu ghak ada kerjaan hari ini" ucapnya senang mendengar sahabatnya akan menemaninya.

"Iya serius, aku juga mau dengar langsung hasil konsultasimu, karena setahuku yang namanya kanker payudara itu bisa menyerang wanita manapun, dan tak pandang bulu usianya, dan aku juga perlu memahami itu sepertinya"

"Baiklah terimakasih ya Kei" kata Dhe sambil memeluk sahabatnya, tak terasa airmata haru merembes jatuh dari kedua matanya. Hatinya terasa ingin berteriak dengan keadaan ini. "Kenapa justru orang lain yang memberikan perhatian padanya, bukan suaminya Rian."

Tak terasa percakapan yang terjadi dengan Kei di Kedai Papiko siang itu mampu mengikis kegetiran yang dia rasakan. Dan berlanjut hingga mereka berdua tiba di tempat prakteknya dokter Haris.

"Tidak terlalu berbahaya untuk saat ini, karena masih kategori stadium dini, namun bagi wanita muda seusiamu kanker payudara bisa menjadi agresif jika tidak segera dilakukan pencegahan sejak sekarang" kata dokter Haris menerangkan setelah melihat hasil laboraturiun dan pemeriksaan yang di lakukannya. "Asal kamu mau rutin melakukan pemeriksaan dan menjalani hidup sehat, terutama rajin berolahraga insyaAllah dapat mencegah pertumbuhan kanker itu" lanjutnya.

"Tidak perlu operasi dok" tanya Kei yang ikut mendampingi sahabatnya.

"Tidak, selama masih bisa di cegah penjalarannya, sekali lagi asal berusaha hidup sehat, rajin berolahraga dan yang paling penting hindari hal-hal yang bisa menjadikan tingkat stress yang tinggi" kata dokter Haris lagi. "Oh iya, menurut resume dan keterang yang saya peroleh dari dokter Anisah, kamu juga termasuk memiliki rekam medik penyakit maag yang tergolong akut"

"Iya dok, tetapi dalam beberapa tahun ini sudah jarang sekali kambuh" jawab dhe.

"Nah itu, penyakit Maag itu lebih mudah kambuh jika si penderita mengalami depresi dan stress, maka kamu harus bisa mejaga dirimu sendiri baik-baik. Carilah kesibukan yang kamu senangi tetapi jangan membuatmu capek, karena kegembiraan itu bisa mencegah asam lambungmu naik, nah coba berusaha lebih banyak menghibur diri dengan kesenangan-kesenanganmu" kata dokter Haris mengakhiri pertemuan mereka hari itu.

Hari yang sarat dengan kesedihan dirasakan oleh Dhe hari itu, vonis penyakit kanker stadium dini baginya cukup membuat perasaan dan jiwanya tergoncang. Namun di balik kegoncangan jiwa yang di alaminya, satu hal yang mengganggu dipikirkannya adalah bagaimana sikap Rian ketika tahu bahwa dia mengidap penyakit ini. Bukan yang lain, tetapi Rian lah yang mengganggu pikirannya.

"Sudahlah Nyet, yang belum tentu terjadi jangan di pikirin, ingat lho kata dokter Haris tadi, kamu tidak boleh stress. Belum tentukan mas Rianmu itu setelah tahu sakit yang kamu derita jadi semakin menjauh, bisa saja malah sebaliknya," kata Kei menenangkannya. "Serahkan sajalah pada Allah, dan banyak-banyak berdoa agar segalanya di mudahkan" lanjutnya

Dhe terdiam menerima semua yang di katakana sahabatnya. Hanya diam dan diamlah yang menemaninya hari itu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun