Mohon tunggu...
Edgar Pontoh
Edgar Pontoh Mohon Tunggu... Freelancer - Hominum

In search of meaning

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Candu Digital dan Dilema Sosialnya

7 Januari 2021   22:09 Diperbarui: 8 Januari 2021   05:19 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak kasus terjadi soal iklan yang ada di Facebook yang tidak patut, tidak berhubungan dengan konten dan preferensi seseorang dan cenderung berulang. Kenapa demikian? Facebook tidak menggunakan manusia untuk mendistribusikan tiap iklan-iklan ini pada pengguna, Facebook menggunakan algoritma yang mereka bangun sendiri untuk itu. 

Faktanya, tidak hanya iklan, semua konten yang ada di Facebook diatur, diurutkan dan disajikan kepada pengguna oleh algoritma dengan konsep yang sama. Algoritma ini tidak pintar mengenali yang mana yang tepat secara moral atau benar secara fakta untuk disajikan pada pengguna, dia hanya pintar mengkorelasikan data. 

Pengguna dengan hobi olahraga akan lebih sering mendapatkan feed tentang itu, saran tentang postingan yang berhubungan dan tentu saja lingkaran pertemanan yang memiliki pendapat yang sama. Begitu juga padangan politik, agama, dll. Algoritma ini terus diasah untuk lebih bisa mengenali pola-pola aktifitas yang dilakukan pengguna dan menyajikan konten yang cocok, tentu dengan tujuan menjaga pengguna menghabiskan waktu lebih banyak disana. Lebih banyak aktifitas, lebih banyak lagi iklan yang bisa ditunjukan kepada pengguna dan lebih banyak uang yang mengalir ke perusahaan. Profit.

Karena algoritma ini secara otomatis beroptimasi, maka bisa jadi, iklan akan menempel ke konten-konten yang viral. Karena ini pun berita bohong bisa menyebar dengan cepat. Setiap pengguna memiliki isi timeline Facebook yang berbeda-beda seperti yang tadi dijelaskan, dan ada juga pengguna yang timeline-nya berisi hoax dan teori-teori konspirasi. 

Konten-konten ini sangat segar dan menarik karena narasinya yang spektakuler. Kebenaran itu membosankan bagi banyak orang dan hoax, teori konsiparsi dan hate-speech lebih menarik. Konten-konten tersebut kemudian menjadi viral. Apakah iklan lantas tidak ada disana? Tentu ada. Algoritma tidak tahu konten apa yang mengandung kebenaran secara fakta, dan tepat secara moral. Yang dia tau, karena konten tersebut memiliki banyak sekali perhatian, maka disitulah tempat yang tepat untuk menghasilkan uang. Sudah banyak kasus dimana iklan muncul bersama konten konsiprasi, hate-speech atau hoax (Hate, Conspiracy Theories and Advertising on Facebook).

Apakah para perusahaan pengiklan kemudian bisa dibilang promotor dari konten-konten ini? Tentu tidak juga. Mereka memang memilih target konsumen saat menaruh iklan disana, namun algoritma yang memilih untuk menempatkannya dimana, tanpa sadar konteksnya. Masyarakat sosial dirugikan karena berita bohong yang cepat tersebar dan dipercaya banyak orang, pengiklan namanya menjadi buruk karena iklannya diletakkan berdampingan dengan konten-konten negatif. 

Belum lagi bicara soal data pengguna yang Facebook gunakan untuk "memberi makan" algoritma ini, apa saja yang Facebook tahu tentang kita dan kepada siapa saja data ini dibagikan. Atau tentang bagaimana Facebook bisa mengambil kontrol semua alur data ini dan membentuk opini publik tentang suatu pandangan politik tertentu. Semua proses terjadi secara internal oleh para pengambil keputusan di perusahaan.

Karena semua hal inilah, maka diskusi soal melakukan regulasi terhadap perusahaan-perusahaan teknologi besar terjadi di Amerika Serikat. 

Facebook dan platform media sosial yang lain harus bisa mengendalikan algoritmanya sendiri agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik, penyebaran berita bohong, ujaran kebencian dan hal negatif lainnya. Generasi setelah media sosial yang kecanduan ini sangat rentan terhadap paparan sumur informasi yang terlalu banyak sehingga tidak memiliki referensi lagi terhadap kebenaran. 

Mungkin kita bisa melempar tanggung jawab ini kepada Facebook. Memaksa mereka menghabiskan uang dan mengurangi profit mereka dengan menyewa sekelompok orang yang akan bertindak sebagai moderator dan fact-checker konten. Tapi cara ini hanya akan menciptakan masalah baru. 

Konten seperti apa, preferensi politik seperti apa dan keberpihakan seperti apa terhadap isu-isu yang beredar akan sepenuhnya berada di tangan segelintir orang ini. Mungkin mereka bisa dengan mudah memilah antara kebenaran dan kebohongan yang jelas seperti fakta sains, tapi bagaimana dengan narasi dan pendapat? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun