Mohon tunggu...
Edgar Pontoh
Edgar Pontoh Mohon Tunggu... Freelancer - Hominum

In search of meaning

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Candu Digital dan Dilema Sosialnya

7 Januari 2021   22:09 Diperbarui: 8 Januari 2021   05:19 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak tahu sejak kapan saya menjadi sangat bergantung pada platform ini. Waktu saya banyak terbuang disana. Bahkan, saya bisa "dengan buta" menggulir linimasa Facebook. Dengan buta yang saya maksud adalah seperti tanpa tujuan. Bahkan tidak lagi memperhatikan konten yang muncul di linimasa tersebut. Ya, mungkin saya hanya bosan, atau kesepian. Beberapa kali keluar dari aplikasi hanya untuk membukanya kembali. Yang ada di pikiran saya waktu itu adalah: "mungkin saja ada yang mengomentari postingan yang saya share, atau foto dan status yang saya post, atau memberikan reaksi (like, dll) terhadap semua hal tersebut". Sebuah alat digital yang sebelumnya powerful, berubah menjadi candu yang tidak berfaedah lagi. 

Sebagai manusia, kita memiliki kontrol penuh terhadap apapun yang kita lakukan, termasuk dalam hal ini menjadi candu dengan media sosial, makanya saya sangat sadar dengan tanggung jawab saya terhadap aktifitas media sosial yang berlebihan tersebut, dan saya rasa, semua orang yang mengalaminya ada baiknya memiliki pemikiran seperti ini.

Tapi kenyataannya, tidak sesederhana itu.

Kecanduan Facebook

Dalam jurnal akademik yang berjudul: Facebook Addiction: An Emerging Problem yang ditulis oleh Dr. Anindita Chakraborty, penggunaan Facebook secara kompulsif (tak terkontrol dan tertahankan) masuk ke dalam spektrum diagnosa Internet Addiction yang digagas oleh Kimberly Young, seorang psikolog dan pakar gangguan kecanduan internet dan perilaku online.

Facebook Addiction (Kecanduan Facebook) adalah istilah yang digunakan para peneliti untuk orang-orang yang menggunakan Facebook secara berlebihan dan berulang untuk tujuan mengubah mood, yang berujung pada hasil yang negatif. Dengan kata lain, orang yang mengalami kecanduan akan kehilangan kendali saat menggunakan Facebook secara berlebihan tidak peduli seberapa buruknya dampak yang dihasilkan terhadap hidupnya. Bahkan para peneliti mengembangkan metode screening untuk bisa menentukan apakah seseorang mengalami kecanduan atau tidak (metode diadaptasi berdasarkan perilaku kecanduan pada umumnya). 

Apa yang menyebabkan Facebook (atau media sosial lain pada umumnya) bisa menjadi candu bagi penggunanya? Atau pertanyaan mendasarnya, apa yang menyebabkan sesuatu menjadi candu?

Bir, arak atau minuman keras lainnya memiliki alkohol yang menjadi candu bagi penikmatnya. Rokok mengandung nikotin yang membuat para perokok tetap menjadi perokok bahkan sampai seumur hidupnya. Alkohol dan nikotin adalah contoh substansi yang menyebabkan kecanduan. Kenapa? 

Keduanya merangsang otak untuk memproduksi Dopamin dan Endorfin lebih dari biasanya. Dopamin adalah hormon yang memainkan peran untuk perasaan senang, bahagia, motivasi, kepercayaan diri dan perasaan positif lainnya, sedangkan Endorfin adalah hormon yang berkaitan dengan perasaan tenang dan dikenal sebagai penghilang rasa sakit alami. Dengan meningkatnya dua hormon ini dalam tubuh seseorang, orang tersebut akan mencari sumbernya lagi untuk mendapatkan perasaan yang sama. Terjadilah kecanduan.

"Lho? Kita 'kan sedang membahas Facebook dan media sosial sebagai candu bagi penggunanya. Bukan zat, hormon dan biologi!"

Iya, iya. Kita akan sampai kesana.

Bagian otak yang aktif ketika Dopamin dan Endorfin diproduksi tidak hanya bereaksi kepada zat-zat tertentu tapi juga terhadap aktifitas sosial tertentu, terutama hal-hal yang positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun