Mohon tunggu...
Edgar Pontoh
Edgar Pontoh Mohon Tunggu... Freelancer - Hominum

In search of meaning

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

E-Budgeting - Salah Input, Salah Sistem?

29 November 2019   20:47 Diperbarui: 29 November 2019   20:50 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rule ini bisa diterapkan dengan syarat nilai standar satuan harga itu bisa diakses secara elektronik dan terintegrasi dengan sistem e-Budgeting. Bahkan, dengan infrastruktur ini, orang tidak lagi menginput harga secara manual, tetapi harga langsung diambil dari standar satuan harga. 

Saya tidak tahu secara detail apakah para pengembang di ibu kota menerapkan teknik ini atau tidak tapi mari kita asumsikan bahwa standar satuan harga telah terintegrasi secara elektronik. Ini tetap melahirkan masalah baru.

Nilai harga yang ada di sistem standar satuan harga (e-Harga) tetap harus diinputkan oleh manusia. Bagaimana kalau ini dimanipulasi? Otomatis, sistem e-Budgeting untuk pengadaan barang dan jasa akan mendapatkan standar baru yang sudah dimanipulasi. Misalnya, SKPD ingin mengadakan suatu item dengan nilai harga yang ‘dilebihkan’. 

Normalnya, nilai tersebut akan ditolak oleh e-Budgeting karena melebihi nilai harga komponen pada standar satuan harga. Tetapi jika nilai pada standar satuan harga tersebut ‘dilebihkan’, maka harga siluman ini akan bisa masuk di e-Budgeting. Pertanyaan muncul. Bagaimana menjaga nilai harga pada sistem standar satuan harga (e-Harga) agar tetap valid? Harus ada nilai pembanding untuk harga tersebut. 

Bagaimana menjaga nilai pembanding ini tetap valid? Harus ada nilai pembanding lagi untuk pembanding tersebut. Begitulah seterusnya. Lahirlah sebuah lingkaran setan yang tak berujung. 

Seperti perdebatan soal dewan pengawas KPK. Siapa yang akan mengawasi pengawas? Dan siapa yang akan mengawasi pengawasnya pengawas? Soal yang tak pernah berakhir.

Koefisien

Koefisien ini adalah yang paling tricky. Masalahnya, kita tidak tahu kebutuhan suatu SKPD untuk seberapa banyak jumlah item komponen yang ingin diadakan. Misalnya dalam kasus lem Aibon, kalau nilai koefisien 37000 orang x 12 bulan dianggap tidak wajar, lalu sampai batas mana koefisien itu dianggap wajar? Misalnya, dibatasi hanya bisa sampai 10000 orang. 

Diatas itu dianggap tidak wajar. Bagaimana kalau pengguna komponen memang benar-benar diatas 10000 orang? Seperti alat tulis atau kertas ujian untuk para siswa misalnya. Bisa jadi memang benar-benar diatas 10000 orang pemakainya. Berlaku juga dengan koefisien waktu.

Jadi seperti apa yang diinginkan? Mari merujuk kembali ke pernyataan pak Gubernur.

“Misalnya nih, beli Aica-Aibon, per anak, 10 kilo, 82M, itu, aplikasinya sudah harus bilang ‘eh, anak ini mau diapain pake Aica-Aibon?’”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun