tubuhnya begitu dingin, aku merasakan ada banyak kepedihan dijiwanya.
suasana begitu beku dikala itu.
dia memelukku rapat-rapat, tidak seperti biasanya, entah kenapa dia sangat menikmati.
perlahan ia mulai melepaskan, sepertinya ingin beranjak.
Lalu dia pergi begitu saja, meninggalkan sebuah surat diatas meja.
seorang lelaki mengantarkanya pulang.
aku seperti tersambar petir, sesuatu telah meledak didadaku, menikam bertubi-tubi, nafas begitu berat, jantung berpacu, menggelinjang tidak menentu, rasanya sakit sekali.
saat itu juga aku mengerti kenapa seorang pria harus meneteskan air mata.
****
tentang surat itu,
tentu saja bukan sebuah puisi.