Dengan kemampuan data analisisnya, AI telah membantu banyak perusahaan dalam mengambil keputusan yang lebih cepat dan akurat.
Namun, data yang digunakan AI sering kali mencakup informasi sensitif, seperti identitas pengguna dan riwayat transaksi. Jika tidak dikelola dengan baik, risiko bias algoritma, kebocoran data, dan pelanggaran privasi akan semakin besar.
Menurut laporan terbaru dari Statista, pasar AI global diperkirakan tumbuh hingga $826.73 di tahun 2030. Di tengah lonjakan ini, framework tata kelola data yang etis dan efektif menjadi kebutuhan mendesak untuk membangun kepercayaan publik dan memastikan kepatuhan hukum.
Dalam artikel ini, tim RevoU merangkumkan pilar-pilar utama framework AI yang etis dan efektif serta langkah-langkah praktis untuk menerapkannya agar data-data sensitif perusahaan tidak bocor.
Mengapa Tata Kelola Data dalam AI Itu Penting?
1. Mengatasi Bias dan Diskriminasi
AI belajar dari data yang dimasukkan selama proses pelatihan. Jika data tersebut tidak seimbang atau memiliki kecenderungan tertentu (bias), AI akan mereplikasi bias ini dalam keputusan yang diambil.
Misalnya, dalam sektor keuangan. AI yang digunakan untuk menentukan kelayakan pinjaman mungkin memberikan skor kredit yang lebih rendah kepada kelompok tertentu karena data historis yang mencerminkan diskriminasi sosial.
Tanpa tata kelola yang baik dan validasi data, sistem ini akan memperkuat ketidaksetaraan.
2. Melindungi Privasi dan Keamanan Data
AI sering kali mengelola data sensitif seperti Identitas pribadi (KTP, alamat, dan kontak), informasi keuangan (detail rekening dan riwayat transaksi), hingga data medis (catatan kesehatan dan diagnosis).
Tanpa perlindungan yang baik, data ini rentan terhadap peretasan dan penyalahgunaan data. Hal ini tentu bisa merusak reputasi perusahaan dan kepercayaan pelanggan.
Oleh karena itu, framework tata kelola data memastikan keamanan dengan mengenkripsi data dan mengatur akses hanya kepada pihak yang berwenang.
3. Memenuhi Regulasi yang Berlaku
Undang-undang seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa dan UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia mengatur penggunaan data secara ketat. Tata kelola yang baik membantu bisnis mematuhi aturan ini dan menghindari sanksi hukum.
4. Meningkatkan Kepercayaan Publik
Transparansi dalam pengelolaan data membangun kepercayaan pelanggan, yang pada akhirnya memperkuat reputasi bisnis.
Dalam hal ini, pelanggan ingin memastikan bahwa data mereka tidak disalahgunakan untuk tujuan komersial tanpa persetujuan, diproses secara transparan dan etis, serta disimpan dengan aman untuk melindungi privasi.
Contoh nyatanya seperti Netflix yang menggunakan AI untuk merekomendasikan konten berdasarkan riwayat tontonan, namun dijelaskan secara transparan pada kebijakan privasi mereka.
Langkah-Langkah Membangun Tata Kelola AI yang Etis dan Efektif
1. Identifikasi Risiko Data
Sebelum mengimplementasikan AI, perusahaan perlu memahami risiko data yang dihadapi.Â
Risiko ini mencakup kebocoran data, akses yang tidak sah, dan penggunaan data yang bias. Mengidentifikasi risiko sejak awal memungkinkan perusahaan mengambil langkah preventif dan membangun sistem yang aman.
Langkah-Langkah:
Buat Daftar Jenis Data: Kelompokkan data berdasarkan kategori seperti sensitif, umum, atau rahasia.
Evaluasi Tingkat Risiko: Tentukan apakah data rentan terhadap kebocoran atau penyalahgunaan.
Cek Kepatuhan Regulasi: Pastikan data sudah diatur sesuai hukum dan regulasi yang berlaku, baik GDPR atau UU PDP
Dokumentasi Proses: Catat semua proses dan langkah pengelolaan data sebagai referensi audit di masa depan.
2. Bentuk Tim Tata Kelola AI
AI yang etis dan efektif memerlukan pengawasan lintas fungsi dari berbagai ahli untuk memastikan tata kelola yang baik. Tim tata kelola AI harus terdiri dari:
Ahli Hukum untuk mengawasi kepatuhan terhadap regulasi data dan memastikan penggunaan AI sesuai dengan etika hukum dan tidak melanggar hak pengguna.
Cybersecurity Specialist untuk melindungi data dari serangan siber dan potensi kebocoran informasi sensitif, serta mengembangkan protokol keamanan, seperti enkripsi data dan multi-factor authentication.
AI Developer untuk memastikan algoritma AI bekerja sesuai tujuan bisnis dan bebas dari bias, serta melakukan pengujian model untuk memverifikasi keakuratan sistem,
Operation Manager untuk menghubungkan kebutuhan bisnis dengan kemampuan teknis AI, serta mengawasi proses implementasi AI dan memastikan selaras dengan strategi perusahaan.
Tim ini juga bertanggung jawab untuk membuat pedoman internal, mengelola risiko, dan memberikan pelatihan kepada anggota tim lain tentang prinsip-prinsip tata kelola AI.
Langkah-Langkah:
Identifikasi Peran yang Diperlukan: Tentukan siapa yang bertanggung jawab atas hukum, teknologi, dan operasional. Sesuaikan struktur tim dengan skala proyek AI yang akan diterapkan.
Lakukan Pelatihan Intensif terkait AI: Berikan pelatihan teknis tentang cara kerja AI, keamanan data, dan prinsip etika AI. Fokus pada reskilling dan upskilling untuk memperkuat keahlian tim internal di bidang AI.
Buat Struktur Pengawasan: Tetapkan hierarki kerja dan sistem komunikasi antar anggota tim. Pastikan ada mekanisme untuk melaporkan masalah kepatuhan atau risiko keamanan.
Evaluasi Berkala: Lakukan audit internal secara rutin untuk meninjau kinerja tim dan memeriksa kepatuhan terhadap pedoman tata kelola AI. Kemudian, analisis hasil kerja tim untuk mengidentifikasi celah dan memperbaiki kekurangan sebelum implementasi penuh.
3. Lakukan Uji Coba
Mengadopsi AI bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang kesiapan tim yang akan mengoperasikannya. Oleh karena itu, uji coba dan pelatihan intensif sangat penting untuk memastikan AI bekerja dengan baik di dunia nyata.
Perusahaan harus menguji algoritma AI dalam simulasi berbasis skenario nyata untuk mendeteksi kelemahan dan bias sebelum diterapkan secara luas.Â
Selain itu, pelatihan harus dirancang untuk membekali tim dengan pengetahuan teknis dan etika.
Langkah-Langkah:
Simulasi Kasus Nyata: Uji sistem AI pada data sampel yang mencakup variasi situasi dan profil pengguna. Setelah menerapkan algoritma AI dan mendapatkan hasilnya, catat setiap anomali yang tidak diinginkan untuk dianalisis lebih lanjut.
Bandingkan Hasil AI dengan Manual: Evaluasi dan identifikasi pola bias, anomali, atau prediksi yang salah dari hasil AI.
Perbaiki Kekurangan & Tambah Data Pelatihan AI: Perbaiki parameter model AI yang menghasilkan prediksi tidak akurat dan tambahkan data pelatihan baru untuk memperbaiki algoritma model. Lakukan iterasi hingga AI lebih stabil untuk mengelola berbagai situasi.
Evaluasi Kesiapan Tim: Lakukan simulasi akhir dengan skenario dunia nyata untuk menilai performa sistem dan uji respon tim terhadap situasi yang tidak terduga, seperti serangan siber atau anomali data.
Membangun Tata Kelola AI yang Etis dan Efektif
Kemampuan AI dapat dioptimalkan untuk pengambilan keputusan, bahkan menciptakan inovasi baik untuk internal tim maupun perusahaan. Namun, untuk memanfaatkan potensi ini secara maksimal, perusahaan perlu memastikan bahwa AI diterapkan dengan etika yang kuat dan tata kelola data yang efektif.
Investasi dalam upskilling terkait keamanan data, kepatuhan regulasi, dan transparansi sistem AI memegang peranan penting. Dengan tim yang terlatih dan strategi tata kelola yang matang, perusahaan dapat membangun kepercayaan publik, mengelola risiko, dan memaksimalkan nilai bisnis dari AI, sekaligus memimpin perubahan di era digital yang semakin kompetitif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H