Pemberontakan DI/TII di Sulewasi Selatan dapat bertahan dengan cukup lama. Tetapi akhirnya, kahar Muzakkir tertembak oleh TNI dalam operasi militer. Waktu itu, operasi militer ini dialancarkan pada 3 Februari 1965. Akhirnya pemberontakan DI / TII di Sulawesi Selatan juga selesai.
   APRA adalah gerakan pemberontakan pada 23 Januari 1950 di Bandung. Pemberontakan APRA dipimpin oleh Raymond Westerling, mantan kapten dari KNIL. Westerling ingin mempertahankan bentuk negara federal dan menolak pembentukan RIS. Konferensi Meja Bundar juga menjadi latar belakang dari pemberontakan APRA.
   Jakarta menjadi tempat sidang dan target APRA karena Sidang RIS. APRA melihat kesempatan besar karena kekuatan militer Belanda. Pada 23 Januari 1950, pasukan APRA bergerak dari Cimahi. Mereka berjalan untuk menyerang markas Divisi Siliwangi dan menguasai divisinya.
   Pada tahun 1950, Soekarno menunjuk Hamid sebagai menteri tanpa portofolio. Hamid menjalin hubungan dengan Westerling untuk mempertahankan negara federal tersebut. Westerling menyerang sidang kabinet RIS berdasarkan dengan kesepakatan dengan Hamid. Hasil perundingannya, Westerling diperintahkan untuk meninggalkan Bandung oleh Mayor Enggels.
   Pemberontakan Andi Azis dimulai saat terjadinya demonstrasi kelompok pro dan anti-federal. Kelompok anti-federal tersebut menuntut Negara Indonesia Timur untuk segera dibubarkan. Untuk menjaga keamanan, pemerintah mengirimkan 900 pasukan APRIS. Andi Azis menganggap tentara dari Jawa sebagai ancaman bagi mereka.
   Pada 5 April 1950, Andi Azis menyerang markas APRIS Makassar. Pasukan Bebas dibantu oleh Pasukan dari Belanda dan pasukan KNIL. Setelah itu, Mereka juga menyandera beberapa perwira APRIS termasuk Mokoginta. Suasana Kota Makassar berubah menjadi tegang karena berbagai perang tersebut.
   Pada 8 April 1950, pemerintah mengeluarkan ultimatum untuk Andi Azis. Ia diperintahkan melaporkan diri ke Jakarta dalam 4x24 jam. Andi Azis tetap menolak memenuhi perintah tersebut. Pada 1952, ia diadili dan dijatuhi hukuman penjara.
   Pemberontakan RMS terjadi karena situasi politik di Maluku tidak menentu. Setelah KMB 1949, masyarakat Maluku terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok republik yang pro-Republik Indonesia. Kelompok kedua adalah federalis atau pro-Belanda yang mendukung kolonialisme.
   Dr. Soumokil, dari kelompok pro-Belanda, mengadakan rapat di Ambon. Pada 23 April 1950, rapat rahasia dilakukan di Tulehu. Rapat tersebut menghasilkan keputusan mendirikan Republik Maluku Selatan (RMS). J. Manuhutu ditunjuk untuk memproklamasikan berdirinya RMS di Ambon.
RMS diproklamasikan pada 25 April 1950 di Maluku Selatan. Pemerintah pusat menganggap RMS sebagai gerakan pemberontakan terhadap NKRI. Upaya perdamaian oleh Dr. Leimena dan tim tidak berhasil. Pemerintah lalu menumpas RMS dengan ekspedisi militer pimpinan Kawilarang. Soumokil tertangkap di Seram pada 2 Desember 1962.