“Jangan lama-lama mikirnya. Apinya keburu disambar orang. Perempuan di sini hanya berkencan satu kali dalam semalam. Full night service!” jelas Chon.
Dan perasaan aneh berkecamuk di dada Mirza. Ini mungkin pengalaman yang menarik. Mungkin bisa jadi antiklimaks bagi hancurnya hati Mirza karena Nut tiba-tiba saja menghilang. Namun dada Mirza sudah terlanjur dipenuhi senyum Kru Nut. Cintanya pada Nut, kalau itu sudah bisa disebut cinta, tak membuatnya mulai berpikir untuk mengencani gadis Thai dengan cara ini.
Tapi, paling tidak. Ini bisa menjadi pembunuh sunyi yang lumayan asyik, daripada semalamam memikirkan Kru Nut.
“Okay kap. Dai kap!” jawab Mirza.
“Beautiful! Good!” desis Chon senang. Ia langsung mengisyaratkan agar Mirza mengikutinya melangkah ke ruang berikutnya; sebuah ruang dengan penerangan mirip pub, dengan sejumlah sofa dan beberapa meja dengan laptop menyala. Sejumlah lelaki sibuk mengutak-atik keyboard laptop, yang layarnya memampangkan raur-raut cantik.
Chon duduk di satu sofa, dan memasukkan sejumlah kata kunci ke dalam laptop. Layar laptop kemudian menderetkan sejumlah nama dengan thumbnail raut perempuan. Begitu klik thumbnail satu perempuan, layar akan menuju ke puluhan pose perempuan yang dimaksud. Pose-pose itu, beragam mulai dari berbusana anggun, busana pesta, bikini dan topless.
“Okay, R…..kita cari R….. Ratana…..,” gumam Chon. “Ini dia! Sial! Thumbnailnya cuma pakai foto punggung! Tadinya aku mau menunjukkan Ratana padamu,” Chon menoleh Mirza.
Chon mengklik thumbnail itu, dan muncul tulisan Thai dan bahasa Inggris berbunyi, “Sorry data is not available”
“Monyet! Kok nggak ada datanya!” Chon membanting tubuh ke sandaran sofa.
“Cannot find her?” tiba-tiba seorang perempuan berumur sekitar 30-an, dengan cheongsam biru tua berbelahan kaki amat tinggi berdiri di samping mereka.
“Ah, Madame Lawan! Sawadi kap!” Chon memberi salam pada perempuan cantik bernama Lawan itu. Chon kemudian bicara dalam bahasa Thai, menanyakan kenapa data Ratana tak tersedia di database.