Biasanya, masalah (hulu) akan menghasilkan gejala dan turunannya (hilir). Hal ini bersesuaian dengan kaidah kasus-kasus kriminal "tidak ada kejahatan (masalah) yang sempurna" (akan ada saja bukti/fakta [gejala] yang tertinggal di TKP baik sengaja mau pun tidak) dan "follow the money". Selain itu, hal itu juga sesuai dengan peribahasa "tiada asap tanpa api"; api (ekivalen dengan) masalah, dan asap (ekivalen dengan) gejala.
Gejala adalah faktor akibat atau apa saja (fakta, kenyataan, kejadian, kenampakkan, atau peristiwa) yang dapat dilihat, dirasakan, dicium, didengar, dan/atau diamati. Gejala adalah hal biasa dan wajar terjadi; tidak harus bersifat luar biasa, jarang, istimewa, aneh, langka, mengagumkan, dan ekstrim. Dengan demikian, peristiwa-peristiwa buah durian yang jatuh dari pohonnya, nangisnya seorang anak, naiknya harga minyak goreng, tutupnya supermarket besar, tersebarnya berita bohong, perubahan prilaku konsumen, kenaikan suhu udara, kenaikan tinggi rata-rata muka air laut, dan jatuhnya komet juga merupakan suatu gejala.
Jangan Takut, Menghindar, dan Mencari Masalah
Akal, pada konteks tertentu, akan disandingkan dengan masalah/tantangan yang datang silih-berganti. Oleh sebab itu, janganlah takut pada masalah jika situasinya tidak sangat merugikan, menyulitkan, atau membahayakan. Meskipun demikian, seandainya bisa, demi kebutuhan atau strategi tertentu, kita masih dapat memilih masalah yang akan dihadapi; menghindari yang satu dan menghadapi yang lain pada saat yang sama.
Manusia mengalami proses pembelajaran bersama dengan masalahnya. Masalah adalah partner sejati bagi manusia dalam berkembang dan mendewasa. Jadi, keberadaan masalah seharusnya melatih sekaligus menjadikan otak dan otot manusia menuju ke tingkatan yang lebih baik secara bertahap; demi keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Jadi, keberadaan masalah, seharusnya, menyebabkan manusia menjadi lebih sabar, cerdas, bijak, dewasa, dan berkelanjutan. Akal akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan tantangan dan masalah yang terselesaikannya.
Selain mendatangkan manfaat, di sisi lain, masalah juga menyebabkan manusia menjadi lemah, lelah, letih, lesu, pusing, stres, sakit, kecewa, dan juga susah; kehilangan banyak waktu, tenaga, pikiran, emosi, dan biaya. Tentu saja hal memerlukan refresing, hiburan, liburan, traveling, atau proses penyembuhan hingga residu negatifnya dapat diminimalisir dan kemudian sehat dan segar kembali (siap menghadapi masalah berikutnya). Dengan demikian, jika sekiranya tidak sangat diperlukan, tidak demi mencapai cita-cita yang mulia, atau manfaatnya tidak signifikan, maka janganlah mencari masalah atau melayani setiap tantangan yang ada, meskipun sebenarnya kita mampu. Anjurannya, hadapilah yang wajib-wajib saja terlebih dahulu, dan pilihlah mana saja yang sekiranya akan membawa kebaikan. Kebanyakan manusia sudah repot dengan masalah yang ada, maka berhematlah dengan waktu, tenaga, kesehatan, dan emosi masing-masing.
Durasi/Siklus Masalah
Pada dasarnya, banyak faktor yang menyebabkan tidak terekamnya suatu gejala dengan akurat dan lengkap. Kemungkinannya, justru lebih banyak gejala yang tidak teramati dari pada yang teramati. Tentu saja, sebagian gejala dapat terlihat tetapi bisa saja tidak sempat tercatat atau terekam. Hal ini dapat disebabkan karena alat perekamnya yang tidak terbawa, kelangkaan gejalanya, durasinya terlalu singkat (cepat berlalu), atau justru siklus (lengkapnya) yang panjang hingga tidak teramati secara tuntas. Jadi, jika durasinya saja cukup ekstrim, maka para pengamat cenderung hanya akan mendapatkan kepingan-kepingan gejalanya saja secara parsial, sedikit-demi-sedikit, atau sepotong-demi-sepotong; kemungkinan tidak representatif. Oleh karena itulah manusia memerlukan alat bantu, alat ukur, sensor-sensor, atau sistem untuk merekamnya.
Yang jelas, jika gejalanya saja tidak teramati dengan benar (datanya masih mengandung kesalahan) dan tidak lengkap, maka masalahnya tidak akan teridentifikasi dan terpahami dengan benar. Sebagai ilustrasi, perhatikan, pekerjaan-pekerjaan mengeringkan, mengepel, dan menyapu lantai (masalah-masalah turunan/hilir) masih harus terus dikerjalan (berkelanjutan) selama gentengnya bocor, sering kedapatan kucing dan tikus bersembunyi di atap rumah (para), dan/atau eternitnya bolong/retak (keberadaan masalah-masalah hulu yang mungkin belum teridentifikasi dan teratasi), di samping karena adanya sebab-sebab lainnya (anak-anak bermain, buang sampah sembarangan, debu yang berterbangan, angin yang bertiup, dan lain sejenisnya).Â
Keserupaan Gejala & Komplikasi
Pada dasarnya, suatu masalah bisa jadi menyebabkan munculnya lebih dari satu gejala. Dengan demikian, suatu masalah belum tentu dapat teridentifikasi berdasarkan pengamatan terhadap satu gejala saja; setiap gejalanya perlu diamati secara cermat. Selain itu, bisa jadi, suatu masalah memiliki gejala-gejala yang serupa dengan masalah yang lain. Sebagai misal, demam berdarah (DB) memiliki beberapa gejala yang serupa dengan tipes (demam tifoid) hingga tidak mudah mengidentifikasinya di masa awalnya; diagnosa sebagian orang keliru. Sementara flue dan Covid-19 juga demikian. Flue memiliki beberapa gejala umum seperti: demam, batuk, pilek, nyeri otot, sakit tenggorokan, sakit kepala, badan lemah, dan kurang nafsu makan. Sedangkan Covid-19 bergejala demam, batuk, sesak nafas, badan lemah, mudah lelah, nyeri otot, sakit tenggorokan, sakit kepala, berkurangnya rasa penciuman, sedikit diare, dan lain sejenisnya.
Pada kasus terdapat lebih dari satu masalah (penyakit) pada saat yang sama, misalkan flue dan Covid-19, maka tugas para analisnya semakin berat; masalah hulunya lebih dari satu dan gejala umumnya mirip. Yang lebih berat lagi adalah jika masalah-masalah hulunya telah berkomplikasi hingga menghasilkan gejala baru di samping gejala umumnya. Berdasarkan observasi terhadap gejala-gejala yang muncul, akan berhasilkah para analisnya mengidentifikasi semua penyakit hulunya dengan benar? Itu baru masalah hulu penyakit fisik. Bagaimana dengan masalah-masalah yang bersifat abstrak atau di bidang-bidang mental/psikis, ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, dan lain sejenisnya yang juga memiliki lebih dari satu gejala, keserupaan gejala antar-masalah, masalah turunan (hilir), dan kemungkinan komplikasi gejala? Tentu saja masalah-masalahnya akan lebih sulit lagi diuraikan, apalagi diberikan solusinya.
Berdasarkan kemungkinan keserupaan gejala dan komplikasi masalahnya, apalagi jika terdapat lebih dari satu masalah di hulunya, maka wajar saja jika terdapat kesalahan-kesalahan pada hasil analisis, identifikasi, atau diagnosa (pemahaman) terhadap masalahnya. Masalahnya akan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H