Mohon tunggu...
eddy lana
eddy lana Mohon Tunggu... Freelancer - Eddylana

Belajar menjadi tukang pada bidang yg dinamis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

HUT Kemerdekaan Hanyalah Sebuah Seremonial ??

21 Juli 2024   21:25 Diperbarui: 22 Juli 2024   04:17 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Sedikit lagi, hari Kemerdekaan akan menjelang. Seperti biasa, Indonesia akan terlihat sibuk. Umbul-umbul plus pernak-pernik atau baliho dan semacamnya akan menghias ditepi-tepi jalan. Bendera merah-Putih pun akan berkibar di setiap rumah. 

     Tak ketinggalan pula, para netizen akan memenuhi sosial media dengan postingan corak berita aneka ragam yang pasti nya soal HUT kemerdekaan ini. Begitu pula siaran TV swasta dan Radio yang biasanya mengulas lebih dalam, terutama  pada tampilan kisah pra dan pasca  kemerdekaan atau lainnya. 

     Momen ini akan bertambah meriah, saat berbagai acara hiburan yang berhadiah ala kadarnya turut hadir. Lomba marathon sekelas amatiran atau antar RT, bisa juga tarik tambang, balap karung, makan krupuk dsb. 

     Para pejabat seperti Presiden dan para menteri akan memenuhi istana tepat di hari kemerdekaan, begitu pula para pejabat di seluruh Indonesia akan berbuat hal yang serupa. 

     Tetapi, dibalik semua kemeriahan itu.  mungkin belum banyak yang sadar, bahwa setelah Proklamasi kemerdekaan, secara de fakto Indonesia belum merdeka seutuhnya. 

     Dengan tidak mengecilkan  kisah patriotik lain di masa Revolusi yang pastinya tak kalah heroiknya.  Untuk tidak melupakan berapa sakit dan deritanya Bangsa ini berjuang untuk menghirup udara kemerdekaan. 

     Disini, akan dicuplik sepenggal kisah perjuangan yang penuh pengorbanan dari tentara Siliwangi berikut keluarga mereka dalam berkontribusi pada kemerdekaan Tanah Air. 

     Dimana, kita akan meresapi dan menghayati bagaimana kerasnya perjuangan Bangsa Indonesia, dalam menggapai kebebasan setelah sekian ratus tahun terjajah dan tertindas. 

     Perjanjian Renville ( 8 Desember 1947-17 Januari 1948 ) mengharuskan Tentara RI meninggalkan wilayah Belanda ( Jawa Barat, Jawa Timur, serta diharuskan segera pindah lokasi dari Jawa-Barat ke Yogyakarta.

      Sebagian melalui perjalanan laut dengan kapal, dikisahkan kapal itu sedemikian kotornya hingga menyebabkan ada tentara yang sakit. Sebagian lagi menggunakan mobil dan kereta api. Perpindahan pasukan dari wilayah Jawa Barat ke Yogyakarta ini dikenal dan disebut sebagai " Hijrah ".

Long-March tentara Siliwangi

     Desember 1948. Penyerangan tentara Belanda, mengebom lapangan terbang Maguwo dibarengi penerjunan pasukan payung dan menguasai Jogyakarta, Otomatis menggagalkan perjanjian Renville. 

    Segera, pimpinan TNI  yang saat itu adalah Jendral  Soedirman memerintahkan tentara Siliwangi untuk segera balik kembali ke Jawa Barat. Agar mengisi kantong-kantong perlawanan mereka kembali seperti semula dan siap mempertahankan wilayah Jawa-Barat sebagai wilayah RI kembali  seperti sebelum perjanjian Renville. 

     Sebelum Long-March, pasukan Siliwangi masih sempat memadamkan pemberontakan PKI Muso di Madiun. 

     Berbeda dibanding ketika mereka "hijrah" dari Jawa-Barat ke Yogyakarta, saat itu mereka masih difasilitasi tranportasi dan pengawalan dari pihak Belanda. Tetapi Long-March kembali ke Jawa-Barat adalah sebuah perintah rahasia langsung dari pimpinan tertinggi TNI, yaitu Jendral Soedirman. 

     Agar menjaga energi dan selamat sampai di Jawa-Barat , mereka diperintahkan untuk menghindari pertempuran dengan tentara Belanda. Konsekwensinya, para tentara Siliwangi diharuskan melewati jalan-jalan desa, melewati gunung, bukit, persawahan atau hutan bahkan menyeberang di arus sungai yang kala itu tepat jatuh di musim penghujan. 

     Bisa dibayangkan perjalanan puluhan ribu manusia yang menembus jalan desa, gunung, bukit sepanjang 600 kilometer.  para tentara dan keluarganya dengan peralatan dan persediaan seadanya, harus menempuh perjalanan sedemikian jauh. 

     Para isteri dan anak mereka yang masih kecil harus berjalan kaki diantara bahan makanan yang sangat minum dan terus menipis di tengah Long- March tersebut. 

     Banyak yang berkisah,  10 hari atau lebih mereka cuma makan apa yang ditemui di sepanjang perjalanan seperti umbi-umbian pisang, kelapa atau sejenisnya yang tumbuh liar, sebelum akhirnya mereka tiba di sebuah wilayah desa atau perkampungan.   Dimana seluruh penduduk desa akan bergotong-royong menyediakan apa kiranya yang dibutuhkan para pejuang dan keluarganya itu. 

    Ironisnya, ada para ibu yang melahirkan dalam long March itu terpaksa menyerahkan bayi yang baru bernafas itu pada penduduk desa setempat untuk dipelihara, mengingat situasi perjalanan yang akan ditempuh sangat lah berat dan sangat berisiko bagi Sang bayi. 

     Banyak cerita sedih terlontar saat mereka menyeberangi sungai Serayu atau sungai lainnya. Apalagi ditenggarai, mereka biasanya melakukan penyeberangan saat di malam hari. Mungkin untuk menghindari mata-mata Belanda,  padahal  bersamaan dengan itu sungai-sungai di antaranya sungai serayu dalam situasi deras akibat musim penghujan. 

     Sempat terjadi beberapa pertempuran, pesawat-pesawat tentara Belanda membombardir dan menembak, dan kejadian itu meledak di antara kerumunan orang banyak yang tengah dalam perjalanan. Tak terelakkan apabila ada korban yang berjatuhan akibat penyerangan pesawat tersebut. 

     Kegembiraan yang timbul tatkala rombongan Long-March tiba di Jawa-Barat, mendadak ternoda akibat sebuah pengkhianatan. 

     Semula, pasukan Siliwangi tak mengira bahwa mereka akan ditusuk dari belakang. Pasukan yang dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewiryo yang mendeklarasikan kelompok mereka sebagai NII/DI dan emoh disuruh hijrah ke Yogyakarta, telah berpura-pura bermuka manis saat menerima para tentara Siliwangi setibanya di wilayah Jawa-Barat. 

     Sebagian TNI diserang langsung oleh  pasukan NII/DI, banyak dari mereka tewas secara mengenaskan akibat diserang secara mendadak. 

     Sebagian lagi dari mereka ( NII/DI) berpura melayani dengan menyediakan tempat bermalam dan makanan, ternyata makanan itu sudah dicampur oleh     "sesuatu " yang membuat para pasukan terlelap. Dan kemudiaan mereka dihabisi dengan mudah. 

     Kembalinya  para pejuang ( pasukan Siliwangi  )  ke Jawa-Barat disambut hangat oleh para penduduk. 

 Kilas Balik

       Pertanyaannya : apa kesimpulan yang bisa ditarik, sesudah menghayati secuplik kisah heroik penuh derita dan air mata ini. 

     Bagaimana kita mampu menyikapi dan menghargai Long-March  tersebut, ketika berbagai tindakan hina telah mencederai pengorbanan para pahlawan kita. 

     Tanpa malu, selama ini kita secara sengaja melakukan KORUPSI, melanggar etik konstitusional, politik - transaksional, politik dinasty, terduga koruptor boleh diangkat sebagai pejabat. 

     Tanpa malu, menggunakan secara serampangan uang Negara untuk pencitraan pribadi, menggandakan hutang bukan buat kepentingan rakyat. Mencoba menghidupkan kembali yang di telah di hapus ( DPA  ) untuk kepentingan pribadi. 

Dari berbagai sumber/ Kompas.com/detik/dll.

Mohon pamit 🙏

Citayam 21/07/2024

Selesai dalam 5 jam

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun