Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Malam Jumat (24)

21 Februari 2020   22:15 Diperbarui: 21 Februari 2020   22:17 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Genta dan Rudi sudah bangun dari peraduan. Lelapnya mereka melewatkan banyak hal sejak tadi subuh. Bahkan untuk mandi pun mereka sudah harus menimba air kembali dari sumur. Sebab air di bak sudah kurang lebih dari separuh sebab aku pakai mandi. Rudi menggerutu kesal.

"Makanya kalau bangun rada pagian. Rezekimu noh udah dipatok ayam." Aku tertawa mengejeknya.

Sedangkan Genta dengan tubuhnya yang kekar, hanya bermodalkan celana pendek, sudah gubyur gubyur di samping sumur.
Kokok ayam membawa matahari naik dari ufuk timur. Tawa renyah neneknya Wati melihat Rudi yang sewot jadi tontonan menyenangkan pagi itu. Begitu bahagianya wajah tua melihat tingkah anak anak pemalas tadi.

"Cepetan mandinya." Wati teriak dari jendela dapur.

Genta sudah memakai handuk. Aku dan nenek langsung masuk ke rumah. Kami tinggalkan Rudi yang baru mulai mandi.

"Makan, Bud?" Wati menawarkan sarapan pagi yang cukup menggiurkan bagiku.

"Nanti aja. Nunggu yang lainnya."

"Habis ini kalian mau kemana?" Wati penasaran rupanya.

"Ngusir ya?" Aku tersenyum menggoda.

"Nggak. Cuma mau tau aja."

"Kamu tuh cantik cantik kepo." Kesempatanku mendapatkan semburat ranum di pipi Wati.

"Ih... apaan sich." Kedua tangan Wati yang tergenggam memukul mukul pundakku.

Kuraih tangannya. Kulihat Wati terkejut. Tapi dia tak melakukan apa apa. Matanya hanya terbelalak memandangku. Sedangkan aku sibuk menikmati semburat ranum di pipinya.

"Kalau begini, kamu tuh tambah cantik aja." Aku menggodanya.

Tiba tiba...

"Udah! Udah! Merayunya entar aja. Lapar nih." Rudi muncul dibalik jendela sambil berkalung handuk di lehernya.

Aku dan Wati buru buru melepaskan genggaman kita. Aku tertawa. Wati tersipu malu. Dia langsung berdiri lalu melangkah ke dapur. Aku mengikutinya.

*****

Usai sarapan pagi, kami pun pamit pulang. Genta akan kembali ke kota. Sedangkan kami kembali ke base camp saja. Ada banyak hal yang harus kami kerjakan setelahnya. Wati percaya. Tak ada sinar gelisah lagi dari matanya.

Sesampainya di depan rumah pak RT...

"Kamu jadi pulang ke kota?" tanyaku pada Genta.

"Nggak. Aku hanya berkelit saja. Biar Wati nggak curiga." Genta tersenyum penuh kemenangan.

"Jadi, kamu mau kemana?"

"Aku mau ke rumah tua itu lagi. Ada misteri yang harus kuselidiki di sana."

"Aku ikut!" Teriak aku dan Rudi bersamaan.

"Tapi nanti aja. Sehabis Jumatan. Oke?"

"Oke."

Kulihat Genta sibuk membetulkan pistol yang sekarang ia sembunyikan di balik bajunya. Kurasa orang orang kampung banyak yang mengenalnya. Terlihat dari sapaan penduduk pada Genta setiap kami lewat. Tapi tampaknya tak ada yang tahu kalau Genta adalah seorang polisi. Dia masih menyembunyikan jati dirinya.

*****

"Coba lihat. Rumah yang tadi malam itu ramai sekarang tampak kotor dan sepi." Genta menunjuk rumah tua yang kondisinya  berbeda dengan tadi malam.

"He eh. Aku sudah dua kali melihat hal semacam ini. Seakan halusinasi saja apa yang kita lihat tadi malam." Aku mengucek ngucek mataku yang tak gatal sama sekali.

Genta berjalan mengendap mendekati rumah itu.

"Tak ada orang. Ayo kita ke sana!" Genta mengajak kami memasuki rumah tua itu.

"Aneh memang cara mereka bekerja. Malam Jumat kumpul. Besoknya hilang tanpa jejak. Apa sebenarnya yang mau mereka lakukan di hutan ini?" Rudi menggerutu kesal.

"Kita susuri saja wilayah belakang rumah ini. Siapa tahu ada jejak bukti yang bisa menuntun kita ke tujuan mereka." Aku keluar dan melangkah ke arah belakang rumah tua itu.

Tak ada yang istimewa. Hanya semak belukar yang sudah tinggi hingga hampir menutupi pandanganku. Kuperhatikan satu persatu tanaman perdu itu. Sampai kutemukan tanaman dengan bentuk yang tak biasa. Tak sama dengan tanaman di sekitarnya. Seakan dirangkai membentuk sebuah pintu. Ya, pintu rahasia.


Benuo Taka, 21 Februari 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun