"Ih... apaan sich." Kedua tangan Wati yang tergenggam memukul mukul pundakku.
Kuraih tangannya. Kulihat Wati terkejut. Tapi dia tak melakukan apa apa. Matanya hanya terbelalak memandangku. Sedangkan aku sibuk menikmati semburat ranum di pipinya.
"Kalau begini, kamu tuh tambah cantik aja." Aku menggodanya.
Tiba tiba...
"Udah! Udah! Merayunya entar aja. Lapar nih."Â Rudi muncul dibalik jendela sambil berkalung handuk di lehernya.
Aku dan Wati buru buru melepaskan genggaman kita. Aku tertawa. Wati tersipu malu. Dia langsung berdiri lalu melangkah ke dapur. Aku mengikutinya.
*****
Usai sarapan pagi, kami pun pamit pulang. Genta akan kembali ke kota. Sedangkan kami kembali ke base camp saja. Ada banyak hal yang harus kami kerjakan setelahnya. Wati percaya. Tak ada sinar gelisah lagi dari matanya.
Sesampainya di depan rumah pak RT...
"Kamu jadi pulang ke kota?" tanyaku pada Genta.
"Nggak. Aku hanya berkelit saja. Biar Wati nggak curiga." Genta tersenyum penuh kemenangan.