Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Apakah Ini Takdir?

14 Oktober 2019   16:00 Diperbarui: 14 Oktober 2019   17:34 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budi anak 6 tahun yang menetap di pesisir pantai. Sebagai seorang anak dari nelayan tradisional, kehidupan laut dengan segala phenomenanya selalu masuk dalam setiap pengamatannya. Tentang bapaknya yang harus melaut di malam hari dan pulang di waktu fajar. Tentang pasang surutnya air laut. Tentang angin kencang dan gelombamg besar yang mengurangi hasil tangkapan. Bahkan tentang riak ombak yang membentuk buih putih di sepanjang pantai.

Adalah hal biasa yang Budi lihat di setiap waktunya tentang air laut yang mendekati rumahnya dikala purnama tiba. Namun sekarang, air laut sering masuk ke rumahnya. Padahal Budi sudah menghitung jarak rumahnya dengan pantai lumayan jauh. Sejauh 250 langkah kaki mungilnya yang setiap hari selalu hangat berpijak di pasir putih. Sehingga ibunya sering mengajak bapaknya untuk pindah pondok menjauhi tepi pantai karena bosan dengan banjir bulanan.

Budi kecil bertanya, "Mengapa air laut sekarang sering membasahi lantai rumah kita?"

Bapak dan ibunya hanya bisa bilang itu semua takdir Tuhan. Apakah ini takdir? Budi tak bisa terima. Dia begitu marah pada Tuhan. Dia rasa Tuhan tak adil pada keluarganya. Karena hati kecilnya tak kuat memendam amarah, akhirnya kebenciannya pada Tuhan terucapkan di depan guru ngajinya.

"Mengapa Budi merasa bahwa Tuhan tak adil?"

"Karena rumah saya sekarang dikasih air laut oleh Tuhan. Sedangkan rumah orang yang di kota sana, tidak."

"Coba Budi lihat, apakah rumah Budi selamanya direndam air laut? Apakah semua barang barang Budi rusak dan berantakan waktu air laut datang?"

"Tidak."

"Berterima kasihlah pada Tuhan karena Budi masih bisa menginjak lantai yang kering dan rapi  di selang waktunya. Coba Budi lihat berita, di kota sana ada banjir badang yang menghancurkan semua rumah. Ada banjir bulanan di musim hujan yang lama surutnya."

"Hm...." Tampak Budi angguk angguk kepala sambil berpikir.

"Budi mau tau kenapa air laut masuk sampai ke rumah?"

"Kenapa, Pak ustad?"

"Karena udara kita sekarang panas sekali sehingga es di kutub mencair. Karena itulah isi laut bertambah sehingga saat pasang datang, air laut akan semakin mendekati daratan."

"Kenapa udara kita sekarang panas, Pak ustad?"

"Pintu langit terbuka lebar sebab asap di bumi terlalu banyak. Pengap."

"Berarti kita harus mengurangi bakar bakar dong, Pak ustad?"

"Menurut Budi?"

"Ya harus. Biar asap di bumi kurang."

"Mulailah dari hal kecil yang Budi bisa, ya."

"Siap, Pak ustad."

"Apakah sekarang Budi masih membenci Tuhan?"

"Tidak, Pak ustad. Malah Budi yang salah. Budi malu sama Tuhan, Pak ustad."

"Kalau begitu mintalah maaf pada Tuhan sebelum Tuhan murka pada Budi."

"Siap, Pak ustad." Budi langsung menengadahkan kedua tangannya. Mulutnya komat Kamit mengucapkan doa dengan mata terpejam.

Budi kecil pun pulang ke rumah dengan hati bahagia. Raut ceria terpancar dari paras mungilnya. Harapannya, setelah dia dan keluarganya melakukan usaha nanti, kondisi rumahnya akan lebih baik lagi.

Sesampainya di rumah, Budi langsung menemui Bapak dan Ibunya yang sedang duduk di teras depan.

"Ternyata air laut yang masuk ke rumah kita ini karena kesalahan kita juga, Pak."

"Kata siapa?"

"Kata Pak ustad, karena bumi panas maka es di kutub cair. Jadi isi laut tambah banyak. Makanya rumah kita kebanjiran kalau air pasang datang. Supaya rumah kita tak tenggelam, maukah bapak dan ibu membantu Budi?"

"Mau. Dengan cara apa?"

"Bapak berhenti merokok dan ibu jangan membakar sampah setiap hari lagi, ya. Sedang Budi tak akan main api lagi sama teman-teman."

Bapak tercengang dengan permintaan Budi. Sedangkan ibu tersenyum senang sambil angkat jempol berkali kali.

Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 11 Oktober 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun