Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menyunting Itu Penting, Sebuah Catatan dari Pengalaman Pribadi

12 September 2024   20:35 Diperbarui: 12 September 2024   20:52 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Menyunting Itu Penting (Sumber gambar: Kompas.com) 

Menyunting identik dengan mengedit (editing), sama maknanya dengan merevisi. Menyunting dilakukan terhadap naskah atau artikel yang sedang disusun. Dengan melakukan penyuntingan, diharapkan kualitas artikel yang dibuat menjadi lebih baik.

Setiap kali kita menyusun artikel untuk dipublikasikan selalu melalui proses penyuntingan. Lalu, bagaimana proses penyuntingan itu dilakukan?

Tulisan ini hanya berdasarkan pada pengalaman dan kebiasaan saya dalam melakukan penyuntingan ketika menyusun sebuah artikel.

Kerangka Tulisan

Sebelum melakukan proses penyuntingan, tentu terlebih dahulu sudah harus ada artikelnya. Artikel yang dibuat didasarkan pada kerangka tulisan atau kerangka karangan yang telah disiapkan sebelumnya. Berdasarkan kerangka itulah sebuah karya ditulis secara lengkap.

Dengan panduan kerangka karangan, maka penulisan sebuah artikel menjadi jauh lebih mudah. Penulis tinggal mengikuti alur kerangka karangan dengan mengembangkan setiap kalimat dalam kerangka tersebut menjadi alinea demi alinea.

Untuk tulisan yang pendek, misalnya 2-3 halaman, penulis yang terlatih jarang menggunakan kerangka karangan. Kendati tidak dibuat secara tertulis, kerangkan karangan itu sudah adalah dalam pikiran si penulis. Berdasarkah hal itu, tulisan mulai digarap dari awal hingga akhir.

Kapan Penyuntingan Dilakukan?

Apabila proses penulisan draf pertama sudah selesai seluruhnya, barulah proses penyuntingan atau pengeditan dimulai. Tidak dianjurkan melakukan editing sebelum semua gagasan tertuang tuntas.

Menulis satu-dua alinea, lalu langsung mengedit, sama sekali tidak disarankan. Cara ini akan memperlambat proses pengerjaan dan penyelesaian artikel.

Jadi, penyuntingan dilakukan hanya ketika draf pertama tulisan sudah selesai. Setelah draf pertama selesai dikerjakan, barulah dilakukan proses penyuntingan.

Saya biasanya akan mengambil waktu jeda sebelum melakukan proses pengeditan. Artinya, begitu  selesai pengetikan draf pertama, tidak langsung saya sunting. Menunggu beberapa saat dulu belum melakukan pengeditan pertama.

Dengan jeda seperti ini, penulis akan mendapatkan cara pandang yang lebih jernih untuk melihat draf tulisan pertama.

Sering terjadi, apa yang saya pikir sudah pas pada penulisan draf pertama ternyata belum tepat. Hal ini baru saya sadari atau ketahui pada saat melakukan proses penyuntingan. Terkadang, judul pun masih salah dalam pengetikan yang saya kira sudah benar.

Frekuensi Penyuntingan

Lalu, berapa kali proses pengeditan dilakukan? Tergantung pada kebutuhan, tentu saja. Saya biasanya melakukan pengeditan berulang-ulang. Minimal empat kali untuk sebuah naskah pendek. Tetapi, frekuensi pengeditan tidak ada standar pasti.

Patokannya adalah saat penulis benar-benar yakin artikel yang ditulis sudah tidak lagi mengandung kesalahan, baik pada aspek tata bahasa, ejaan, pengetikan, maupun penalaran.

Mau Menyisipkan Data dan Pendapat?

Kalau dipandang perlu menambah referensi lagi, boleh juga dilakukan pada saat proses editing ini. Misalnya, menyisipkan pendapat ahli. Atau, menambah data pendukung sehingga artikel yang dibuat menjadi lebih kaya.

Hanya saja, insert data dan pendapat itu dilakukan secukupnya saja. Jangan melakukan penyisipan data dan pendapat orang lain secara berlebihan, karena hanya akan membuat artikel menjadi rangkaian pendapat dan data. Padahal, yang dimaksudkan adalah sebuah artikel opini yang seharusnya menonjolkan pandangan si penulis.

Pentingnya Ketelitian

Menyunting membutuhkan kecermatan atau ketelitian. Dengan ketelitian, artikel yang dibuat menjadi lebih baik hasilnya. Untuk itu, mesti dibaca kata demi kata, satu demi satu. Tidak sekadar membaca sepintas.

Dengan memerhatikan detail, diharapkan tidak akan ada kata atau kalimat yang luput dari perhatian. Tidak ada kata atau kalimat yang masih salah. Tidak ada penalaran yang tidak jalan atau berbenturan satu dengan lainnya. Semuanya logis, sistematis, dan mengalir lancar.

Akan tetapi, pada kenyataannya, melakukan editing dengan cermat dan detail ini sungguh tidak mudah. Ketika sebuah artikel sudah ditayangkan pun, terkadang masih ada kesalahan.

Penulis sendiri kadang-kadang mengalami hal ini. Kendati sudah melakukan pengeditan berulang-ulang, namun nyatanya masih ada saja yang salah atau belum pas benar. Kesalahan yang sering terjadi ada pada pengetikan.

Jangan Lupa Mengambil Jeda

Untuk memastikan tahapan akhir pengeditan yang dilakukan sudah komplit dan benar, ada baiknya diselingi jeda. Antara pengeditan pertama dengan pengeditan kedua, dan seterusnya, ada jeda.

Kita boleh menggerakkan badan sebentar atau menyeruput kopi seraya melepas pandangan ke luar jendela rumah. Atau, mengambil kegiatan lain sebagai selingan. Setelah jeda, barulah pengeditan dimulai lagi.

Selain itu, dianjurkan juga melibatkan pihak kedua yang menjadi pembaca pertama tulisan kita. Dialah yang mungkin akan menemukan kesalahan atau kejanggalan yang masih ada dalam tulisan tersebut.

Dialah yang akan bisa merasakan apakah artikel yang kita susun sudah mengalir lancar atau belum. Mintalah masukan, bagian mana yang masih salah.

Melalui upaya-upaya di atas, semoga kualitas karya yang dihasilkan semakin baik dan bernas sekaligus terhindar dari kesalahan yang tidak perlu.

'Menulis tanpa merevisi sama saja dengan berdansa riang ke luar rumah hanya dengan pakaian dalam." kata Patricia Fuller.

(I Ketut Suweca, 12 Sptember 2024).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun