Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kemiskinan dan Kemiskinan Ekstrem, Adakah Cara Mengatasinya?

28 Agustus 2024   06:30 Diperbarui: 28 Agustus 2024   07:56 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Lansia paling rentan mengalami kemiskinan ekstrem (Sumber gambar: regional.kompas.com).

Kemiskinan, apakah itu? Apa pula kemiskinan ektrem? Adakah cara mengatasi kemiskinan, termasuk kemiskinan ektrem itu? Jika ada, apa sajakah?

Itulah sederet pertanyaan yang akan berusaha ditemukan jawabannya dalam artikel sederhana ini. Dimulai dari mendefiniskan kedua istilah tersebut, berlanjut dengan menjelaskan tentang beberapa upaya untuk menanggulangi kemiskinan.

Mendefiniskan Kemiskinan

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep yang berkaitan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs).

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Orang yang tergolong miskin biasa memiliki pengeluaran Rp15.750 per hari atau Rp472.525 per bulan. Sementara itu, yang tergolong miskin ekstrem adalah orang yang kebutuhan atau pengeluaran sehari-harinya hanya Rp10. 739 per hari atau Rp322.170 per bulan.

Dengan kategori seperti ini, pembaca bisa membayangkan betapa mengenaskannya keadaan mereka yang tergolong miskin, apalagi yang mengalami kemiskinan ekstrem. Betapa sulitnya kehidupan mereka.

Data Kemiskinan dan Kemiskinan Ekstrem

Bagaimana kondisi kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Indonesia? 

Data BPS per Maret 2024, tingkat kemiskinan di Indonesia menunjukkan trend menurun menjadi 9,03 persen dari 9,36 persen pada Maret 2023. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 25,22 juta orang. Angka kemiskinan ekstrem sekarang 0,82 persen (Kompas, 27 Agustus 2024). 

Tinggal tersisa waktu kurang dari 3 bulan untuk mengejar target nol persen sebelum pemerintahan presiden Joko Widodo berakhir. Kini pemerintah mengejar terget nol persen ini agar tercapai.

Pemerintah mengakui bahwa tidak mudah mencapai target nol persen itu dalam waktu tiga bulan mendatang meski kemiskinan ekstrem sekarang sudah berada di angka 0,83 persen.

Mengapa? Karena, kemiskinan itu menyangkut mereka yang tidak bekerja karena beberapa alasan, tinggal jauh di pelosok yang sulit dijangkau, dan ada juga sering berpindah-pindah.

Kemiskinan juga bersifat kompleks, menyangkut akses terhadap makanan, air bersih, sanitasi, kesehatan dan akses informasi terhadap layanan sosial.

Selain itu, setiap kemiskinan ekstrem memiliki permasalahannya tersendiri sehingga pendekatan dalam mengatasinya tidak bisa diseragamkan.

Strategi Penanggulangannya

Terhadap kemiskinan dan kemiskinan ektrem dibutuhkan usaha keras dari berbagai pihak untuk menanggulangi atau mengatasinya.

Pertama-tama adalah peran pemerintah pusat. Pemerintah pusat melalui kementerian terkait bisa menggelontorkan bantuan sosial bagi masyarakat miskin dan miskin ektrem ini.

Upaya-upaya yang sudah dilakukan mesti diintensifkan dan terus digiatkan sehingga bisa mengurangi jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan.

Pemerintah pusat tidak akan mampu bekerja dengan baik tanpa didukung oleh pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kota/kabupaten.

Pemerintah daerah seyogianya juga memprioritaskan program penanggulangan kemiskinan di daerahnya. Sinergitas antara ketiga level pemerintahan itu mesti dikuatkan.

Pemerintah daerah dalam hal ini mesti memastikan data kemiskinan di daerahnya. Dengan kepastian dan kebenaran data yang ada, maka program yang direncanakan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, benar-benar akan tepat sasaran dalam pelaksanaannya.

Hendaknya tidak ada data yang disembunyikan hanya karena -- misalnya, kepala daerah merasa malu kalau banyak masyarakatnya berada dalam kategori miskin.

Komitmen pemerintah pusat dan daerah mesti gayung bersambut. Komitmen itu dielaborasi ke dalam program yang memprioritaskan penanggulangan kemiskinan, terlebih-lebih kemiskinan ekstrem.

Sejumlah program yang bersifat strategis bisa dilakukan, yakni pada aspek pengurangan beban pengeluaran, aspek peningkatan pendapatan, maupun aspek meminimalkan kantong-kantong kemiskinan.

Kampanye Calon Kepala Daerah

Para calon kepala daerah yang maju dalam pilkada tahun ini juga perlu diminta komitmennya untuk memprioritaskan penanggulangan kemiskinan dalam kampanye yang kemudian direalisasikan sebagai program prioritas pembangunan begitu yang bersangkutan menjabat.

Dengan begitu, program pengentasan kemiskinan bisa terus berkesinambungan dan bahkan kian diintensifkan pelaksanaannya dalam rangka mengurangi angka kemiskinan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu yang paling urgen -- menurut penulis, adalah program pemberdayaan. Tidak hanya berkutat pada bantuan sosial berupa pangan dan sejenisnya, bahkan jauh lebih dari itu.

Diperlukan upaya-upaya pemberdayaan lebih intesif agar masyarakat miskin secara bertahap bisa mandiri secara ekonomi, tidak lagi tergantung kepada bantuan pemerintah.

Kalau bantuan sosial mengakibatkan ketergantungan yang semakin parah, maka program seperti ini tidak bisa disebut berhasil. Orang akan rentan menjadi miskin kembali, begitu program bantuan sosial dikurangi atau dihentikan. Jadi, aspek kemandirian dalam upaya pemberdayaan seyogianya diutamakan.

Memperhatikan Kelompok Lanjut Usia

Salah satu kelompok atau individu yang cenderung miskin dan miskin ekstrem adalah kelompok lansia.

Data menyebutkan bahwa kelompok lanjut usia rata-rata 74,64 tahun yang mendominasi angka kemiskinan ekstrem.

Mereka paling banyak perempuan (91,21 persen) sekaligus tidak bekerja (Kompas, 27 Agustus 2024). Mereka menjadi miskin, bahkan miskin ekstrem, karena tidak bisa lagi bekerja karena kondisi yang tidak memungkinkan.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah wajib hadir dan berusaha mengatasi kemiskinan ekstrem pada kelompok lansia ini agar mereka bisa hidup sehat dan bahagia di masa tua. Semoga kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di negeri ini dapat diatasi dengan sinergitas dan totalitas semua pihak yang terkait.

(I Ketut Suweca, 28 Agustus 2024).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun