Dalam kehidupan ini ada saja masalah yang muncul, baik dibuat sendiri maupun disebabkan oleh orang lain. Tidak ada hidup tanpa masalah, seperti juga tak ada masalah yang tak bisa diselesaikan.
Bagi sebagian orang, masalah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki. Sesuatu yang membebani pikiran yang, kalau tidak diselesaikan, bisa menyebabkan stress, depresi, dan penyakit. Tapi, akankah masalah itu emoh singgah dalam kehidupan kita? Tentu saja tidak!
Kalau dipikir-pikir, masalah itu ada juga manfaatnya. Adanya masalah mencerminkan ada sesuatu yang harus dituntaskan. Ada sesuatu yang harus dibereskan!
Dan, jangan lupa, masalah itu muncul jika kita memiliki upaya untuk mencapai kemajuan. Kemajuan hanya bisa dicapai dengan mengatasi masalah demi masalah, bukan?
Ketika kita berhadapan dengan orang lain, entah itu teman sekantor, saudara, sahabat, kita pun kerap menghadapi masalah terutama lantaran komunikasi yang kurang lancar.
Alhasil, terjadi ketersinggungan. Akibatnya, bisa berakhir pada dendam, kemarahan yang tersimpan dalam hati bahkan mungkin menjadi bara yang sewaktu-waktu bisa membakar.
Oleh karena itu, diperlukan jalan keluar yang memadai. Salah satu jalan yang dianjurkan oleh para bijak adalah dengan cara memaafkan.
Kalau kita pernah disakiti atau dikhianati, mungkin kita memendamnya selama ini. Alih-alih berdampak pada orang yang dibenci, malah mengkibatkan kita jadi sakit sendiri. Inilah alasan mengapa memaafkan itu perlu.
Memaafkan Itu Penting
Mari kita bahas lebih lanjut mengapa memaafkan itu penting.
Pertama, memaafkan memberikan kesehatan jiwa.
Seperti sekilas disinggung di atas, memaafkan memungkinkan kita melepas sakit hati, melepas beban yang menekan, dan membebasakan diri dari cengkeraman kebencian yang dahsyat.
Dengan memaafkan secara tulus, kita akan merasa bebas, ringan, dan sehat secara batiniah dan lahiriah.
Banyak orang sakit secara lantaran memelihara dendam, benci, duka, di dalam batinnya. Obat yang paling mujarab adalah dengan memafkan dengan setulus hati.
Kedua, memaafkan adalah sifat yang mulia.
Agama dan budaya manapun sering mengajarkan kepada umatnya untuk memaafkan. Memaafkan sama dengan tidak menarik energi negatif ke dalam diri. Sebaliknya, memaafkan berarti memberikan orang lain untuk menikmati sendiri akibat dari kesalahannya.
Hukum sebab-akibat berlaku di sini. Hukum tabur-tuai berlaku di sini. Jadi, biarkan yang bersangkutan yang memetik hasil dari perbuatannya. Cukup dia saja, bukan kita.
Tuhan memberikan kemampuan batin kepada kita untuk memaafkan, mengapa tidak dimanfaatkan kemampuan itu? Terlebih-lebih memaafkan adalah salah satu sifat yang mulia dari sejumlah sifat mulia lainnya.
Ketiga, memaafkan berarti menyadari bahwa manusia itu bisa berbuat salah.
Ya, seperti halnya dia yang berbuat salah terhadap kita, kita pun bisa saja suatu waktu berbuat salah, disadari atau tidak, disengaja atau tidak.
Dengan demikian, berbuat kesalahan adalah hal yang manusiawi sifatnya. Yang tidak elok adalah jika ada orang yang melakukan kesalahan yang sama berulang kali.
Menyadari bahwa manusia tak luput dari kesalahan, maka ruang permaafan hendaknya selalu dibuka.
Akan tetapi, dalam beberapa kasus, kata maaf saja tidak cukup, diperlukan ganjaran agar yang bersangkutan menyadari kesalahannya, apalagi telah dilakukan berulang kali. Tanpa ganjaran yang setimpal, orang seperti ini boleh jadi akan kembali mengulangi perbuatannya.
Melupakan, Mengapa Sulit Dilakukan?
Bagi kebanyakan orang, memaafkan mungkin tidak sulit dilakukan. Tapi, melupakan? Sungguh sulit! Mengapa sulit? Mari kita lihat.
Hampir setiap peristiwa dalam kehidupan akan tercatat dalam memori kita, khiususnya di dalam alam bawah sadar (subconscious mind)Â kita.
Kalau masalah-masalah kecil dan biasa, mungkin tak sampai tersimpan demikian dalam hingga ke alam bawah sadar. Kita mungkin akan mudah dan segera melupakannya.
Akan tetapi, jika persoalan atau masalahnya menyangkut hal-hal yang berat dan rumit bagi kita, kemungkinan besar akan terekam di dala pikiran bawah sadar, disadari atau tidak.
Rekaman itulah yang tersimpan di dalam ruang bawah sadar pikiran manusia. Apa yang disimpan itu, akan mencuat atau muncul sewaktu-waktu ketika ada pemantik atau sengaja mengingatnya kembali.
Inilah penyebab mengapa melupakan suatu momen menyakitkan dalam kehidupan menjadi hal yang sulit. Karena, peristiwa itu sudah tersimpan di dalam ruang batin kita.
Diperlukan usaha keras jika hendak mengikisnya atau mengeluarkannya dari ruang batin terdalam kita. Berbagai teknik meditasi dan cara lainnya sudah diupayakan untuk mengeluarkan hal-hal negatif dari ruang pikir terdalam, tapi tetap bukan hal yang mudah.
Selain lantaran alasan di atas, tidak melupakan suatu hal yang demikian penting, menjadi hal yang berguna juga. Mengapa berguna?
Dengan mengingatnya, kita akan tetap waspada terhadap kemungkinan terjadi pengulangan peristiwa yang menyakitkan itu. Baik yang dilakukan oleh orang yang sama maupun yang mungkin dilakukan oleh orang lain.
Mengingat -- dalam konteks ini, tidaklah dimaksudkan mengingat setiap hari. Tetapi, mengingat sewaktu-waktu terutama ketika ada momen sejenis atau mirip yang mungkin akan terjadi. Di sinilah hal mengingat menjadi penting untuk membuat kita tetap waspada.
Lalu bagaimana? Penulis berpendapat, memaafkan kesalahan orang lain adalah hal baik dan mulia. Melupakan kesalahan orang lain yang menimpa diri kita adalah hal yang sulit dilakukan.
Kita tak harus melupakannya, karena dengan mengingatnya, kita akan tetap waspada dalam menjalani kehidupan ke depan tanpa mesti menjadi korban dari peristiwa sejenis. Bukankah begitu?
(I Ketut Suweca, 13 Agustus 2024).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H