Pertama, memaafkan memberikan kesehatan jiwa.
Seperti sekilas disinggung di atas, memaafkan memungkinkan kita melepas sakit hati, melepas beban yang menekan, dan membebasakan diri dari cengkeraman kebencian yang dahsyat.
Dengan memaafkan secara tulus, kita akan merasa bebas, ringan, dan sehat secara batiniah dan lahiriah.
Banyak orang sakit secara lantaran memelihara dendam, benci, duka, di dalam batinnya. Obat yang paling mujarab adalah dengan memafkan dengan setulus hati.
Kedua, memaafkan adalah sifat yang mulia.
Agama dan budaya manapun sering mengajarkan kepada umatnya untuk memaafkan. Memaafkan sama dengan tidak menarik energi negatif ke dalam diri. Sebaliknya, memaafkan berarti memberikan orang lain untuk menikmati sendiri akibat dari kesalahannya.
Hukum sebab-akibat berlaku di sini. Hukum tabur-tuai berlaku di sini. Jadi, biarkan yang bersangkutan yang memetik hasil dari perbuatannya. Cukup dia saja, bukan kita.
Tuhan memberikan kemampuan batin kepada kita untuk memaafkan, mengapa tidak dimanfaatkan kemampuan itu? Terlebih-lebih memaafkan adalah salah satu sifat yang mulia dari sejumlah sifat mulia lainnya.
Ketiga, memaafkan berarti menyadari bahwa manusia itu bisa berbuat salah.
Ya, seperti halnya dia yang berbuat salah terhadap kita, kita pun bisa saja suatu waktu berbuat salah, disadari atau tidak, disengaja atau tidak.
Dengan demikian, berbuat kesalahan adalah hal yang manusiawi sifatnya. Yang tidak elok adalah jika ada orang yang melakukan kesalahan yang sama berulang kali.