Mungkin kesalahan itu ada pada ketiadaan persiapan sama sekali. Mungkin juga persiapan hanya sekadarnya saja. Ini boleh jadi dilatarbelakangi oleh sikap menggampangkan persoalan.
Akibatnya, yang bersangkutan turun panggung tanpa kehormatan! Artinya, di samping tidak mampu menyampaikan gagasan-gagasan dengan baik, juga merasa malu yang sangat di hadapan audiens akibat ketidaksiapannya itu.
Kedua, tidak mengetahui profile audiens. Mengetahui audiens adalah hal yang sangat penting. Antara lain, berapa usia mereka, tingkat pendidikan mereka, dan apa saja profesi audiens.
Dengan mengetahui sebagian dari latar belakang mereka, maka strategi pendekatan yang dilakukan akan lebih dapat dipersiapkan atau disesuaikan dengan profil audiens.
Misalnya yang berkaitan dengan usia. Kalau usia mereka rata-rata sudah sepuh, tentu akan menentukan bagaimana cara kita berbicara. Kalau mereka rata-rata berpendidikan tinggi, tentu menentukan level bahasa mana yang akan kita pakai ketika berbicara.
Ketika profesi mereka kebanyakan guru, pola komunikasi seperti apa yang akan digunakan untuk menyentuh hati para pendidik itu.
Jadi, dengan memahami audiens dengan baik, kita bisa menyusun strategi yang berkesesuaian. Setiap kelompok audiens memerlukan strategi pendekatan yang berbeda pula.
Ketiga, tidak mengetahui lokasi dan peralatan yang digunakan. Hal ini tampaknya sepele, tapi memegang peranan penting. Mengapa?
Ketika kita tidak mengetahui secara pasti lokasi yang akan dituju, maka kita sulit membayangkan lokasi (alamat dan tempat) yang digunakan.
Oleh karena itu, adalah sangat perlu bagi pembicara untuk mengenal lokasi tempat dia akan berbicara nantinya. Jika tak mungkin menjajagi lebih awal, minimal Anda mendapatkan gambaran lokasi dari panitia atau orang yang mengetahuinya.
Selain itu, pembicara perlu juga mengetahui peralatan yang akan digunakan. Hal ini berhubungan dengan persiapan yang diperlukan yang dikaitkan dengan sarana atau peralatan yang tersedia di lokasi.