Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Dicecar Pertanyaan "Kapan Menikah", Bagaimana Menanggapinya?

7 Mei 2022   15:51 Diperbarui: 9 Mei 2022   15:28 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pernikahan (Sumber gambar: stylemepretty.com).

Saya teringat dulu, saat usia beranjak ke-27 tahun. Mulai banyak pertanyaan seputar kapan saya akan menikah. Pertanyaan itu merubungi saya ketika bertemu dengan orang yang baru saja menikah atau yang sudah tua dan sudah lama menikah.

Pertanyaan yang Terlalu Pribadi?

Terkadang terasa pertanyaan tentang kapan menikah itu sangat mengganggu saking banyaknya orang menanyakan hal yang sama.

Dalam hati bertanya, mengapa mereka demikian peduli dengan pernikahan saya? Tidakkah ada pertanyaan selain itu? Tidakkah mereka tahu, pertanyaan seperti itu menyudutkan saya, dan sangat privasi sifatnya?

Ya, begitulah yang acapkali terjadi di masyarakat kita. Jalinan persaudaraan atau pertemanan tidak lagi bisa mengambil batas-batas yang dipandang oleh sebagian orang sebagai privasi, tak terkecuali tentang persoalan kapan menikah.

Lalu, bagaimana saya menjawab pertanyaan seperti itu? Paling-paling akan saya jawab seadanya saja. Misalnya, belum ketemu jodoh yang pas. Atau, masih sedang mencari yang cocok, sambil berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

Bagi sebagian orang, pertanyaan kapan menikah dipandang terlalu masuk ke ranah pribadi. Apalagi ditambah pula dengan berapa usia dan mengapa belum menikah, misalnya. Pertanyaan seperti ini, dalam banyak kasus, tak terhindarkan kendati terkadang bisa menjengkelkan.

Menjadi Sewot Karenanya

Lalu, apa yang harus dilakukan? Yang namanya pertanyaan, perlu jawaban. Nah, kalau tidak ingin menjawab secara detail, kita bisa saja menjawab sekadarnya saja seperti saya tuliskan di atas.

Banyak pertemuan atau silaturahmi yang pada akhirnya menjadi bahan pikiran dan menyesakkan setelahnya. Kegembiraan jadi hilang lantaran pertanyaan ini. Kita mungkin menjadi kesal -- yang karena alasan etika, tidak harus diekspresikan.

Ilustrasi pernikahan (Sumber gambar: stylemepretty.com).
Ilustrasi pernikahan (Sumber gambar: stylemepretty.com).

Ingin rasanya berkata, apa kaitan kamu dengan pernikahanku! Kamu memangnya diberatkan kalau aku belum menikah? Kenapa kamu terlalu memedulikan hal itu sih, sementara aku sendiri belum memutuskan apapun tentang pernikahan! Ya, seperti itu mungkin gerutu kita dalam hati yang sudah mulai merasa sewot.

Pertanyaan-pertanyaan itu belum akan berhenti sebelum orang menikah. Begitulah yang terjadi. Lalu, setelah menikah, akan muncul lagi pertanyaan baru: anak sudah berapa atau sudah punya anak?

Dibawa Santai Saja

Daripada dibuat kesal terhadap pertanyaan tersebut, mari dibawa santai saja. Santai tapi selesai. Menjawab pertanyaan itu, boleh diseriusi sepanjang memang diperlukan.

Misalkan, karena yang bertanya adalah anggota keluarga sendiri. Sebaliknya, boleh juga dijawab ala kadarnya seraya mengalihkan topik pembicaraan. Lawan bicara yang peka tentu akan memahami bahwa pertanyaan itu tidak membuat nyaman.

Di samping menjawab pertanyaan "kapan menikah", ada baiknya kita mencoba memahami keadaan yang ada. Mungkin saja pada tempatnya pertanyaan itu disampaikan, mengingat usia kita sudah matang untuk memasuki jenjang perkawinan.

Seperti yang saya alami dulu, usia di atas 27 tahun saya sudah sering diserbu dengan pertanyaan semacam itu. Tetapi ketika saya menikah menjelang usia 31 tahun, pertanyaan tersebut secara otomatis lenyap.

Punya Niat Baik

Orang yang bertanya mungkin saja punya niat yang baik. Maksudnya adalah mendorong kita untuk segera menikah karena sudah cukup umur dan agar tidak terlalu lama hidup melajang.

Mungkin saja pertanyaan itu berangkat dari rasa kasihan karena bisa dianggap "kedaluwarsa" jika tidak segera menikah. Pertanyaan itu mungkin muncul dari hati yang tulus tanpa maksud memojokkan sama sekali.

Nah, kalau pertanyaan itu dilatarbelakangi oleh motivasi yang baik, perlukah kita marah atau tersinggung? Tentu saja tidak.

Pertanyaan yang diajukannya berangkat dari persepsi, cara pandang, atau opini yang bersangkutan. Misalnya, menurut dia, menikah adalah sebuah keharusan. Menikah sudah seharusnya dilaksanakan kalau sudah cukup umur. Mengingatkan, agar jangan sampai baru ingat menikah setelah usia jauh bertambah.

Bisa juga dilatarbelakangi oleh pemikiran jika menikah dalam usia yang cukup, akan ada waktu yang cukup juga untuk merawat dan membesarkan anak-anak.

"Kalau menikah terlalu tua, nanti saat sudah pensiun, anak masih bersekolah sehingga sedang memerlukan biaya besar," begitu antara lain ucapan yang disampaikan.

Mengontrol Respons Sendiri

Dalam konteks ini, kita tidak bisa mengendalikan pikiran orang lain. Jadi, bersabarlah. Yang bisa kita kontrol adalah respons kita terhadap ucapan atau pendapat orang lain.

Maka, yang perlu dilakukan hanyalah memberi respons yang sewajarnya saja, tanpa harus melukai perasaan si penanya yang bisa merusak hubungan baik.

Kembali kepada diri sendiri, apakah pertanyaan itu dirasakan menyakiti dan menyinggung perasaan atau tidak. Kita bisa menetapkan pilihan dalam hal ini.

Jika pertanyaan itu membuat kita kesal, berarti kita telah membiarkannya menembus pikiran dan perasaan kita.

Sebaliknya, jika kita tidak memedulikan pertanyaan itu dan menganggapnya sekadar cara untuk ber-say hello atau ada motivasi positif di baliknya, maka kita tidak akan merasa tersinggung atau tersakiti. Akhirnya, terserah kepada pilihan kita dalam meresponsnya.

(I Ketut Suweca, 7 Mei 2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun