Ingin rasanya berkata, apa kaitan kamu dengan pernikahanku! Kamu memangnya diberatkan kalau aku belum menikah? Kenapa kamu terlalu memedulikan hal itu sih, sementara aku sendiri belum memutuskan apapun tentang pernikahan! Ya, seperti itu mungkin gerutu kita dalam hati yang sudah mulai merasa sewot.
Pertanyaan-pertanyaan itu belum akan berhenti sebelum orang menikah. Begitulah yang terjadi. Lalu, setelah menikah, akan muncul lagi pertanyaan baru: anak sudah berapa atau sudah punya anak?
Dibawa Santai Saja
Daripada dibuat kesal terhadap pertanyaan tersebut, mari dibawa santai saja. Santai tapi selesai. Menjawab pertanyaan itu, boleh diseriusi sepanjang memang diperlukan.
Misalkan, karena yang bertanya adalah anggota keluarga sendiri. Sebaliknya, boleh juga dijawab ala kadarnya seraya mengalihkan topik pembicaraan. Lawan bicara yang peka tentu akan memahami bahwa pertanyaan itu tidak membuat nyaman.
Di samping menjawab pertanyaan "kapan menikah", ada baiknya kita mencoba memahami keadaan yang ada. Mungkin saja pada tempatnya pertanyaan itu disampaikan, mengingat usia kita sudah matang untuk memasuki jenjang perkawinan.
Seperti yang saya alami dulu, usia di atas 27 tahun saya sudah sering diserbu dengan pertanyaan semacam itu. Tetapi ketika saya menikah menjelang usia 31 tahun, pertanyaan tersebut secara otomatis lenyap.
Punya Niat Baik
Orang yang bertanya mungkin saja punya niat yang baik. Maksudnya adalah mendorong kita untuk segera menikah karena sudah cukup umur dan agar tidak terlalu lama hidup melajang.
Mungkin saja pertanyaan itu berangkat dari rasa kasihan karena bisa dianggap "kedaluwarsa" jika tidak segera menikah. Pertanyaan itu mungkin muncul dari hati yang tulus tanpa maksud memojokkan sama sekali.
Nah, kalau pertanyaan itu dilatarbelakangi oleh motivasi yang baik, perlukah kita marah atau tersinggung? Tentu saja tidak.