Setelah sempat rileks, biasanya kita akan bisa mengedit dengan pemikiran segar, bahkan dengan kemampuan melihat dengan cara yang berbeda.
Berbeda? Ya, benar, hal-hal yang sebelumnya tidak terpikirkan, menjadi terpikirkan. Hal-hal yang tadinya dirasa cukup bagus, ternyata bisa dibuat lebih bagus lagi. Dengan begitu, hasil editing Anda pun akan baik.
Kedua, kasihan diedit.
Anda tidak sampai hati memotong beberapa kata atau kalimat yang sudah And lahirkan! Begitulah mungkin perasaan Anda ketika berhadapan dengan upaya membuat artikel Anda menjadi lebih baik.
Benar sekali. Terkadang kita merasakan seperti itu. Saya pun sesekali tidak sampai hati mengamputasi beberapa bagian dari kalimat yang sudah saya susun. Tetapi, mau apalagi, kalau harus diedit untuk hasil yang lebih bagus.
Terpaksa Anda harus menyiapkan pisau pengeditan, lalu mengiris bagian-bagian yang tidak perlu, dan membuangnya dengan ikhlas. Sementara untuk bagian yang sudah sesuai, dimantapkan keberadaannya.Â
Jadi, jangan terbawa rasa kasihan kalau kita ingin menyempurnakan hasil kerja kita. Ya, kita mesti tega dan berani memperbaikinya bahkan mungkin merombak beberapa bagiannya.
Ketiga, tidak tahu apa yang diedit.
Adakah orang yang seperti ini? Tentunya ada pada kenyataannya. Ia tidak tahu mana yang perlu disunting.
Ketidaktahuan ini berasal dari keterbatasan pengetahuan mengenai tata bahasa. Misalnya, dalam penulisan di sebagai awalan dan di sebagai kata depan. Masih bingung, mana yang benar cara penulisannya, disamping atau di samping, misalnya. Atau, mana yang benar, di jual atau dijual. Ini hanya contoh. Banyak hal yang memang harus dicermati dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Saya pun terus belajar tentang hal ini. Masih banyak hal yang belum saya pahami. Terkadang saya merasa kata-kata yang saya tulis itu sudah benar, ternyata masih salah kalau dilihat dari sisi bahasa baku.