Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berawal dari Kepekaan Rasa, Berakhir pada Sebuah Karya Cipta!

29 Mei 2021   18:04 Diperbarui: 30 Mei 2021   22:21 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Anda, apa yang menyebabkan orang merasa terkesima terhadap suatu karya cipta, karya tulis, misalnya? Apakah karena kehebatan gagasan yang disampaikan? Boleh jadi ya!

Akan tetapi, bukan terutama karena itu! Orang terkesima terhadap suatu karya tulis karena perasaan atau hatinya tersentuh. Benarkah?

Membaca Novel

Pernahkah Anda sedang membaca sebuah novel, tiba-tiba Anda tersenyum atau bahkan tertawa terbahak-bahak?  Atau sebaliknya, Anda bersedih, air mata Anda menetes satu-satu. Menurut Anda, mengapa hal itu bisa terjadi?

Apakah karena kehebatan ide-ide yang ditampilkan? Tidak selalu! Yang pasti, karena isi novel itu telah menyentuh rasa, menyentuh hati Anda. Novel yang mampu membuat Anda seakan-akan terlibat oleh alur ceritanya.

Lalu, bagaimana seorang penulis bisa menciptakan sebuah karya seperti itu? Sebuah karya yang menyeret pembaca ke manapun sang penulis mau?

Kuncinya, karena penulis menggunakan rasa dalam menulis, tidak semata-mata memakai kemampuan berpikir. Unsur rasa-lah yang dikedepankan oleh penulisnya.

Perasaan yang Dominan

Penulis seperti ini memahami benar bahwa manusia lebih dominan dikendalikan oleh perasaannya, bukan oleh pikirannya. Perasaan yang pertama, pikiran yang kedua.

Beberapa ahli telah menyampaikan hal ini, antara lain Prof. William James. Ia mengatakan bahwa manusia lebih banyak dikendalikan oleh perasaannya daripada oleh pikiran atau akal sehatnya.

Nah, hal inilah yang kemudian dipakai senjata oleh para pengarang untuk "menembak" pembacanya agar klepek-klepek ketika membaca karya fiksi seperti novel yang dibuatnya.

Lalu, bagaimana ia menyentuh perasaan pembaca melalui karya-karyanya? Apa yang bisa dilakukannya?

Untuk hal ini, seorang penulis hebat akan menulis dengan rasa atau orang menyebutnya dengan istilah menulis dengan hati. Ia menulis dengan melibatkan perasaannya.

Menulis dari Hati

Bagaimana menulis dengan hati, bukankah kita menulis dengan kemampuan berpikir? Ya, Anda benar. Kita juga menulis dengan pikiran, dengan akal sehat. Akan tetapi, bersamaan dengan itu kita menggunakan hati atau perasaan dalam menuangkan gagasan.

Penulis fiksi yang hebat akan menggunakan hati dalam menulis. Ia menggunakan segenap perasaannya yang diekspresikan ke dalam setiap untaian kalimat yang disusunnya.

Tujuannya tiada lain adalah untuk menyentuh hati pembaca. Hasilnya, perasaan pembaca pun bisa terbawa oleh jalan cerita. Pembaca bisa sedih, gembira, marah, terharu, takut, dan seterusnya.

Ingatlah bahwa tulisan yang keluar dari hati akan sampai ke hati. Jika sebuah cerita berhasil menyetuh hati Anda, maka cerita itu dibuat dengan melibatkan perasaan atau hati penulisnya.

Sang penulis larut ke dalam cerita yang sedang disusunnya, ia bergumul dengan para tokoh-tokoh imajinatif ciptaannya.

Dalam melakukan semua itu, penulis akan menggunakan diksi terpilih yang ditugaskan untuk mewakili dunia imajinernya. Diksi terpilih adalah kata atau ungkapan yang lebih ditujukan untuk menyentuh perasaan, bukan melulu pikiran pembaca.

Karya-karya nonfiksi mengarah ke situ juga: menyentuh rasa, menggapai hati pembaca. Bentuknya, antara lain dengan menciptakan karya tulis bergenre features.

Penulisnya menyusun gagasan sedemikian rupa dengan diksi yang terpilih dan menyajikannya kepada pembaca. Pembaca pun menikmatinya dengan penuh perasaan sekaligus pikirannya. Alhasil, pembaca merasa tersentuh saat membaca karya itu. Mereka sangat menikmatinya!

Tulisan Kering

Tanpa melibatkan rasa dalam berkarya, akan mustahil bagi kita berhasil dalam dunia penulisan. Penulis yang berpengalaman sangat memahami hal ini.  

Coba saja Anda perhatikan sejumlah karya cerpen atau novel. Atau, perhatikan saja tulisan-tulisan di kompasiana. Tulisan itu, baik fiksi maupun nonfiksi, sebagian besar dibuat dengan melibatkan perasaan si penulis, disadari atau tidak.

Jika tidak melibatkan hati dalam menuliskannya, bagaimana sebuah karya bisa menyentuh hati pembacanya? Sebuah tulisan tanpa melibatkan rasa akan terasa kering. 

Nah, menurut Anda apakah artikel yang Anda baca ini ditulis dengan melibatkan rasa? Jika menyentuh hati Anda, berarti rasa penulisnya terlibat. Jika tidak, berarti saya sudah gagal melibatkan rasa saat menulis artikel ini.

( I Ketut Suweca, 29 Mei 2021).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun