Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ada Apa dengan Si Janda Bolong, Dark Lord, Alocasia, dan Serotonin?

26 April 2021   18:41 Diperbarui: 26 April 2021   18:55 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanaman hias janda bolong (dok.pribadi).

Diary yang baik, aku kembali lagi berkabar padamu. Mungkin sudah lebih dari sebulan lamanya aku tidak singgah di sini. Karena sudah kangen, kuputuskan untuk mengunjungimu lagi.

Aku ingin bercerita tentang apa saja yang kuingat. Cerita bergaya bebas merdeka! Maukah engkau mendengar ceritaku?

Janda Bolong

Baiklah, begitu datang dari kantor, aku duduk di teras rumah sambil minum. Sekadar untuk melepas lelah sekaligus menikmati secangkir teh hangat. Bertemankan sedikit roti.

Aku duduk di teras tepat di depan tanaman hias kesayanganku. Tanaman apakah itu? Ada tiga jenisnya.

Pertama adalah janda bolong. Ya, tanaman yang terkenal harganya lumayan mahal ini pada awalnya hanya satu batang, kudapatkan dari seorang sahabat baik. Kini sudah berkembang menjadi 4 batang. Tanaman ini tumbuh dengan baik dan meninggi.

Kuletakkan di dekat pilar teras rumah paling ujung barat. Rupanya ia betah berada di situ bersama kawan-kawannya sesama tanaman. Tempatnya lumayan sejuk dan tidak terpapar langsung sinar matahari.

Dark Lord

Tanaman kedua adalah Dark Lord alias Penguasa Kegelapan. Namanya seram sekali ya Diary. Tetapi, kendati namanya seperti itu, tanaman hias ini sama sekali tidak seram, melainklan sangat indah. Aku senang melihatnya. Ia kuletakkan paling sudut, juga dekat dengan pilar teras rumah.

Tanaman hias dark lord (dok.pribadi).
Tanaman hias dark lord (dok.pribadi).

Kuperhatikan, tanaman ini sudah menumbuhkan sehelai daun baru. Ada juga bakal daun baru di bagian bawahnya. Dalam beberapa hari ke depan bakal menjadi daun baru, melengkapi daun-daunnya yang sudah ada.

Tidak lebih dari sebulan tanaman ini kupelihara. Tanaman ini kubeli di Bedugul, tempat wisata terkenal di daerah pegunungan yang termasuk wilayah Tabanan, Bali.

Pertumbuhan Dark Lord ini lumayan bagus sejak kuberikan pupuk dedaunan pada tanahnya, sesuai dengan saran si penjual.

Tanaman ini memiliki daun yang bisa berubah. Saat masih muda, daunnya berwarna merah, setelah itu berwarna ungu, dan setelah tua berwarna hijau.

Pesona Alocasia

Yang terakhir, aku juga mempunyai tiga jenis alocasia. Tanaman ini terbilang cantik. Daunnya yang berkarakter spesifik, memberi pesona tersendiri. Bentuknya unik. Hanya saja aku tidak tahu, alocasia jenis apa ini.

Sudah kucoba menanyakan jenis alocasia ini kepada seorang sahabat. Kulihat pula di internet. Tapi, karena begitu banyak jenisnya, aku belum juga berani memastikan alocasia yang ada di rumah ini termasuk jenis mana.

Tanaman hias alocasia (dok.pribadi).
Tanaman hias alocasia (dok.pribadi).

Untuk maklum, ada banyak jenis alocasia. Sebagian di antaranya sangat mirip bentuk dan warnanya.

Untuk menyebut beberapa di antaranya, ada alocasia cuprea, alocasia amazonica, alocasia black velvet, alocasia nebula elaine, alocasia reversa, alocasia dragon moon, dan alocasia regal shield.

Rentangan harga per batang atau per pot-nya sangat bervariasi, tergantung jenis dan keunikan dan keindahannya.

Sebuah infomasi menyebutkan bahwa pada awalnya alocasia ini bukanlah tanaman pot, melainkan tanaman hutan yang kemudian naik gengsinya menjadi tanaman hias yang ditanam di dalam pot. Kecantikannyalah yang rupanya menyebabkan orang menyukai tanaman yang satu ini.

Alocasia bisa menjadi tanaman pot lantaran campur-tangan para penyuka tanaman hias. Dari habitat aslinya di hutan, akhirnya alocasia harus menyesuaikan diri untuk bisa hidup sebagai tanaman hias yang ditempatkan di rumah-rumah untuk mempercantik tampilan rumah.

Blog Walking

Diary, usai melihat-lihat ketiga jenis tanaman itu, aku melanjutkan membuka laptop. Ingin melihat artikel-artikel yang dibuat dan ditayangkan para sahabat kompasianer. Aku sempat blog walking sebentar ke lapak-lapak para sahabat seraya memberikan komentar.

Salah satu yang kuperhatikan adalah artikel karya saudara kita, Pak Edward Horas. Itu, kompasiner yang rajin menulis cerpen. Beliau menyampaikan tekadnya membuat satu artikel setiap hari.

Dan, selama ini Pak Edward sudah berhasil melakukannya. Bahkan, jumlah artikel yang berhasil ditulisnya melebihi jumlah hari dalam sebulan. Jadi, ada juga hari-hari ia berhasil menulis lebih dari satu artikel.

Membaca postingan Pak Edward, saya merasa ikut senang dengan capaian beliau. Terus-terang, saya belum bisa melakukannya hingga saat ini. Keinginan memang ada, tapi belum kesampaian. Dalam satu bulan saya hanya sanggup menulis sekitar 20 artikel. Itu pun sudah merasa ngos-ngosan dan mesti curi-curi waktu.

Tentu saja akan sangat baik apabila kita bisa konsisten dalam menulis. Konsistensi itu penting untuk mendukung produktivitas.

Orang yang tidak konsisten, tak akan bisa memaksimalkan produktivitasnya dalam berkarya. Konsistensi memang merupakan sebuah tantangan seperti juga halnya dengan disiplin diri.

Buku Simon Sinek

Diary, berbicara tentang dunia tulis-menulis, kita tidak bisa lepas dari membaca dalam arti luas.

Tanpa kegemaran membaca, mungkin akan sangat sulit bagi kita untuk menulis dengan baik. Kendati pun kita masih bisa melakukannya, akhirnya hasilnya dari itu ke itu saja. Hanya sedikit ada kemajuan. Kebaruannya nyaris tidak ada.

Buku karya simon sinek (dok.pribadi).
Buku karya simon sinek (dok.pribadi).

Kita yang suka menulis sangat membutuhkan membaca buku dan sumber informasi lainnya. Dengan membaca kita bisa mendapat inspirasi untuk menulis hal-hal baru yang belum pernah kita tulis dan tentu saja bisa bermanfaat bagi pembaca.

Terkait dengan membaca, belakangan ini aku sedang menikmati buku Leader Eat Last karya Simon Sinek.

Semakin aku masuk ke dalamnya, semakin kumerasa buku ini memiliki bobot yang tinggi. Banyak hal baru yang bisa kupetik dari buku ini, terutama tentang leadership.

Di dalam buku ini dijelaskan juga apa itu endorphin, dopamin, dan serotonin; tiga istilah yang sering kita dengar atau baca. Kukenalkan ujungnya saja ya.

Menurut Sinek dalam buku bagus ini, endorphin adalah sejenis zat tertentu yang dilepaskan tubuh dengan satu tujuan yaitu menyamarkan rasa sakit fisik dengan rasa senang.

Lalu, dopamin adalah zat yang dilepaskan kelenjar dalam tubuh yang menimbulkan perasaan senang saat kita menemukan sesuatu yang kita cari atau berhasil mengerjakan sesuatu yang harus diselesaikan. Dopamin memberi perasaan puas setelah menyelesaikan tugas penting.

Selanjutnya, serotonin adalah zat yang dilepaskan kelenjar dalam tubuh yang memberikan perasaan bangga. "Itu adalah perasaan yang kita dapatkan saat-saat kita melihat orang lain menyukai atau menghargai kita. Penghargaan itu membuat kita merasa kuat dan percaya diri," tulis Sinek dalam buku ini.

Diary, begitu dulu ya serba sedikit tentang cerita gaya bebas kita kali ini. Maaf sudah membuatmu membaca ini, kendati tak ada isinya. Sekadar menulis saja, agar aku bisa say hello denganmu.

Terima kasih banyak Diary. Sampaikan salamku untuk semua sahabat kompasianer.

( I Ketut Suweca, 26 April 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun