Terkadang orang salah persepsi tentang konsepsi kepemimpinan (leadership). Mengira bahwa memimpin itu identik dengan memerintah. Tugas memimpin, menurutnya, adalah atau hanyalah memerintah semua orang yang dipimpinnya.
Jika semua yang diperintah mengikuti perintahnya, maka si pemimpin dipandang berhasil sebagai pemimpin.
Benarkah pemikiran itu? Kalau benar, betapa mudahnya menjadi pemimpin yang tinggal main perintah. Misalnya, ia cukup bilang, "Eh, kamu kerjakan ini." Kamu yang di situ, jangan santai, tugasmu menyelesaikan itu. Pokoknya saya tahu beres!"
Secara filosofis, kepemimpinan itu adalah mengayomi, melindungi, membela, melatih, memotivasi, mendengarkan, dan mengasihi semua yang dipimpin. Konsep seperti itulah yang terkuak dalam tiga buku seputar kepemimpinan berikut ini.
Pimpinlah. Jangan Memerintah!
Pertama, buku Sukses Memimpin karya Dale Carnegie. Buku terjemahan  ini mengingatkan siapa pun yang berpredikat sebagai pemimpin untuk menjaga marwah kepemimpinan. Carnegie mengatakan dengan simpel, "Jangan memberi perintah. Pimpinlah."
Ia mengingatkan kita akan karakter terpenting seorang pemimpin. "Apakah Anda tahu karakter terpenting yang sebaiknya dimiliki oleh seorang pemimpin?," tanya Carnegie retoris.
Bukan kemampuan eksekutif, bukan mentalitas yang kuat, bukan kebaikan, atau keberanian, bukan pula rasa humor, walau pun masing-masing karakter itu sangat berarti.
"Karakter terpenting adalah kemampuan berteman, yang jika dirunut lebih jauh berarti kemampuan melihat yang terbaik dalam diri orang lain," paparnya di dalam buku bercover merah ini.
Carnegie lalu mengutip pendapat J. Willrad Marriot, seorang pengusaha perhotelan yang berhasil. "Pekerjaan saya adalah memberi motivasi, mengajar, membantu, dan memberi perhatian kepada orang."
Pemimpin yang baik benar-benar  harus memberikan perhatian pada orang-orang mereka. Para pemimpin ini mengerahkan kemampuan mereka untuk mempelajari kekuatan dan keterbatasan orang-orang mereka, apa yang mereka sukai dan yang tidak mereka sukai, bagaimana tindakan dan reaksi mereka.
Melindungi Anggota
Kedua, buku karya Simon Sinek yang berjudul Leader Eat Last. Senada dengan Dale Carnegie, menjadi pemimpin itu, menurut Sinek, tiada bedanya dengan menjadi orangtua. Orangtua yang bertugas menjaga dan melindungi semua anggota keluarganya dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang dengan baik.
"Kita perlu membangun lebih banyak organisasi yang memprioritaskan kepedulian pada manusia. Sebagai pemimpin, kita bertanggung jawab melindungi anggota kita dan -- pada gilirannya, mereka akan saling melindungi dan bersama-sama memajukan organisasi." tulisnya.
Sinek menyampaikan, menjadi pemimpin itu seperti menjadi orangtua, perusahaan adalah keluarga. Para pemimpin perusahaan akan merawat karyawannya, seperti merawat anaknya sendiri, baik dalam kondisi sehat maupun sakit.
Meskipun memprioritaskan para karyawan, pemimpin mesti menciptakan lingkungan kerja yang baik sesuai dengan sistem yang berlaku dan tidak mengorbankan keunggulan atau performa perusahaan.
Ia menyayangkan banyak pemimpin masih melihat karyawan hanya sebagai sumberdaya untuk mengejar keuntungan. Mereka melihat karyawan hanyalah komoditas yang dikelola untuk menghasilkan uang.
"Posisikan uang di bawah manusia, bukan sebaliknya," tegas Sinek. Inilah, menurutnya, menjadi hal mendasar untuk menciptakan kultur yang membuat karyawan bekerja secara alami untuk memajukan perusahaan.
Pentingnya Menjadi Pendengar
Ketiga, buku The Leadership Handbook. Buku karya penulis terkenal, John C. Maxwell ini memuat butir-butir penting tentang kepemimpinan.
Sejalan dengan Dale Carnegie dan Simon Sinek sebagaimana dipaparkan di atas, Maxwell juga memberi atensi pada pentingnya menaruh perhatian pada karyawan.
Menurutnya, pemimpin yang baik adalah pendengar atau penyimak yang baik. Sayangnya, banyak pemimpin adalah penyimak yang payah: mereka berpikir bahwa berbicara lebih penting daripada mendengarkan.
Seharusnya para pemimpin menyadari bahwa menyimak terlebih dahulu lebih baik daripada berbicara duluan. Lalu, ketika menyimak, mereka mesti melakukannya dengan cara yang baik, bersungguh-sungguh.
Menurut Maxwell, ada banyak manfaat bagi pemimpin tatkala ia bersedia menjadi pendengar yang baik. Dengan menjadi pendengar, si pemimpin bisa lebih memahami orang lain sebelum memimpin mereka.
Di samping itu, mendengar adalah cara terbaik untuk belajar. Mendengar juga dapat mencegah berkembangnya masalah serta membangun kepercayaan.
Jadi, memimpin itu memerhatikan, mendengarkan, melindungi, dan memotivasi karyawan, bukan memerintah. Memimpin itu mengusakan agar orang-orang yang dipimpin merasa nyaman dan tenang sehingga mampu memberikan sumbangsihnya kepada organisasi sesuai dengan kemampuan.
(Â I Ketut Suweca, 11 April 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H