Para siswa akan melihat perilaku gurunya dalam kaitannya dengan membaca. Melihat guru-gurunya suka membaca, bukan tidak mungkin mereka tergerak juga untuk membaca. Apalagi siswa mengetahui sang guru menjadi sangat luas pengetahuannya, pandai pula mengajar dan menulis.
Berbeda dengan menjadi contoh, memberi contoh itu hanyalah sewaktu-waktu saja jika dipandang perlu. Sang guru memberi contoh dalam membaca buku. Contoh yang diberikan dimaksudkan agar siswa rajin datang dan membaca di perpustakaan. Tetapi, ia sendiri malas membaca buku dalam kesehariannya.
Dalam konteks membaca pun, ungkapan "tindakan lebih nyaring bunyinya daripada kata-kata" tetap berlaku. Maka, menjadi contoh adalah cara yang terbaik di samping secara sengaja mendorong siswa untuk rajin membaca.
Kedua, mengadakan lomba membaca dan menulis.
Beberapa sekolah membuat lomba-lomba yang berkaitan dengan literasi. Dengan lomba ini, sekolah mendorong para siswa lebih akrab lagi dengan buku.
Salah satunya, menyelenggarakan lomba membuat ringkasan buku. Para siswa diminta untuk membaca buku, entah buku cerita atau novel atau buku ilmu pengetahuan.
Kemudian, mereka diwajibkan membuat ringkasan buku dan menceritakan isinya di depan kelas atau saat apel pagi secara bergiliran sesuai dengan waktu yang disediakan. Beberapa guru bertindak sebagai dewan juri.
Dengan lomba seperti ini, mau tak mau, para siswa akan membaca buku yang diminatinya untuk dibuatkan ringkasannya. Tentu saja mustahil bagi mereka membuat ringkasan buku tanpa membaca bukunya.
Untuk bisa membuat ringkasan buku dengan baik, mereka akan dengan serius membaca isi buku yang hendak diringkasnya. Dengan membaca buku, siswa akan mendapatkan pengetahuan baru dan berlatih menuliskan apa yang dibacanya.
Ketiga, membiasakan memberikan hadiah buku.
Dalam rangka peringatan hari-hari  besar nasional di sekolah yang melibatkan para siswa, ada baiknya diadakan perlombaan dengan penghargaan yang berkesesuaian. Beberapa sekolah sudah sering melakukan hal ini.