Menyeret-nyeret kaki di atasnya, sungguh sangat menyenangkan. Atau, memilih duduk dan membenamkan separuh kaki ke dalam pasir akan terasa hangat jika pasirnya tidak sedang basah. Rasanya seperti kembali ke masa kanak-kanak, dulu.
Ada cerita menarik tentang pasir pantai ini. Dari hasil penelitian yang dilakukan LPPM Universitas Udayana, Denpasar, diketahui dengan hawa panas pasir 45-50 derajat Celsius dapat dijadikan alternatif terapi kesehatan.
Terapi itu dapat dilakukan dengan cara berendam di galian pasir maksimal sedalam 50 centimeter, antara pukul 09.00 Wita sampai sore pukul 17.00 Wita. Waktu yang diperlukan untuk berendam di pasir juga tidak perlu terlalu lama, cukup hanya 15 menit.
Pasir di pantai ini disebutkan sangat baik untuk kesehatan tulang. Pantas saja beberapa kali terlihat ada orang yang membenamkan sebagian tubuhnya di pasir ini sebagai terapi rematik terutama pada musim panas.
Membawa Nasi Bungkus
Setiap kali ke pantai ini, kami selalu berbekal nasi bungkus. Harganya lima ribu rupiah sebungkus. Itulah yang menjadi bekal kami, di samping sebotol air mineral.
Usai jalan-jalan di sepanjang pantai dan sudah pula sempatkan berfoto selfie, kami pun mengambil nasi bungkus itu di mobil dan siap menyantapnya.
Kami memilih tempat yang sejuk di bawah pohon ketapang yang rindang. Tidak terlalu terlihat oleh mereka yang mulai datang berlalu-lalang sepanjang pantai.
Pada saat menikmati nasi bungkus itu, dua ekor kucing tiba-tiba tampak mendekat. Keduanya berbulu oranye kemerahan. Rupanya mereka induk dan anak.
Melihat kehadiran mereka, saya sobek sedikit kertas pembungkus nasi. Menaruh nasi dengan sedikit lauk di atasnya dan meletakkannya dekat dengan kedua kucing itu. Saya lihat keduanya makan dengan lahap.
Mungkin mereka adalah kucing liar yang hidup di pantai. Tanpa pemilik. Tempatnya mencari makan, ya, di sepanjang pantai itu.