Pernahkah Anda menerima atau menemukan orang yang titelnya berderet-deret panjang? Atau, Anda menemukan orang yang memiliki "gelar" profesi sesuai dengan keahliannya yang juga berderet-deret di samping gelar akademiknya?
Nah, kalau Anda ditempatkan sebagai perekrut, apa yang akan Anda lakukan? Anda akan percaya sepenuhnya dengan deretan keahlian dan gelar itu? Apakah Anda akan silau karenanya alias terbius bluffing? Tentu saja tidak, bukan?
Pengaruh Gelar
Adalah hak seseorang untuk menyebutkan atau tidak gelar akademiknya tatkala dia melamar suatu pekerjaan. Tetapi pada umumnya, si pelamar akan mencantumkan gelar akademik atau gelar profesinya secara lengkap. Jangan berpikir bahwa itu berlebih-lebihan!
Ingatlah, untuk bisa meraih gelar itu, yang bersangkutan harus mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan uang. Ia harus berusaha keras, menguras banyak sumber daya untuk meraih titel tersebut. Tidak termasuk gelar yang abal-abal, kalau ada.
Jadi, janganlah hendaknya kita merasa sewot atau sinis dengan gelar yang dicantumkannya pada CV lamaran. Ia berhak untuk itu. Jadi, tidak ada masalah kalau orang mengenakan gelar akademik seperti S.Pd. (Sarjana Pendidikan), M.Pd. (Magister Pendidikan), MA (Master of Arts), Dr. (doktor), misalnya.
Demikian juga halnya dengan gelar yang menyangkut profesi keahlian tertentu. Misalnya, gelar CPA(Certified Public Accountant) atau gelar CA (Centered Acountant). Mereka yang memakai gelar itu sudah melalui pendidikan dan pelatihan dan uji kompetensi di bidangnya.
Ia mendapatkan lisensi untuk memakainya. Jadi, mereka berhak jika menyebutkan di depan atau di belakang nama dalam surat lamaran dan pada kesempatan lainnya yang berkesesuaian.
Kita harus tetap menghargai si pemilik gelar atas gelar yang dibubuhkan pada lamarannya. Sekali lagi, itu adalah hak mereka dan kita tidak berhak melarangnya. Berlaku sinis pun jangan. Tetaplah profesional!
Bagaimana Bersikap?
Ketika mereka mengikuti serangkaian tes untuk bisa menjadi pegawai, pendidikan akademik dan profesi di atas tentu menjadi pusat penilaian pertama. Itu menjadi dasar untuk memberikan point penilaian yang menyangkut keahlian.
Akan tetapi, tentu saja kita tidak bisa menilai semata-mata dari gelar itu plus nilai akademiknya. Si perekrut (recruiter)harus pula melaksanakan bentuk test lain seperti melakukan wawancara dengan kisi-kisi yang jelas sehingga bisa mengukur faktor lainnya yang tidak kalah pentingnya.
Salah satu faktor terpenting di luar akademik adalah yang berkenaan dengan karakter pelamar. Mengapa karakter itu penting untuk dinilai? Karena, faktor inilah akan banyak menentukan berhasil-tidaknya seseorang dalam dunia kerja yang sesungguhnya.
Keahlian itu memang sangat penting. Tanpa keahlian, apa yang bisa diandalkan untuk menangani tugas dan tanggung jawab yang spesifik? Namun, di atas keahlian, karakter personal yang baik sangat menentukan keberhasilan seseorang.
Misalnya, bagaimana dengan kemampuan berkomunikasinya? Bagaimana dengan kemampuan bekerjasama, integritas atau kejujurannya, dan soft skilllainnya? Inilah yang oleh perekrut harus dicari, dilihat, ditemukan, dan dipastikan adanya sesuai dengan kebutuhan jabatan.
Jangan sampai mendapatkan orang yang ahli di bidangnya, namun diragukan kemampuannya dalam menjalin kerjasama dalam teamwork.
Hati-hati juga dengan orang yang sangat pintar berteori atau berargumentasi, tetapi dalam praktiknya yang bersangkutan tidak pernah mampu menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.
Ketika diberikan tugas, dia dengn ringan akan bilang "beres Pak", tetapi setelah itu, tidak satu pun tugas yang menjadi tanggung jawabnya dikerjakan dengan baik dan sampai tuntas.
Saya mempunyai seorang sahabat seperti itu sehingga dengan berseloroh teman-teman memanggilnya dengan sebutan Pak Beres. Ketika diberikan tugas selalu bilang siap atau beres, tapi kenyataannya tidak kunjung beres.
Lalu, Bagaimana Akhirnya?
Seperti saya sebutkan di atas, gelar akademik dan gelar profesi menjadi landasan penting dalam melaksanakan recruitment karyawan. Akan tetapi, jangan hanya bergantung dan mengandalkan gelar itu.
Mengingat keberhasilan seseorang sangat ditentukan oleh karakternya, maka aspek karakter harus diteliti dan dipastikan juga, terutama yang menyangkut integritas atau kejujuran, kesantunan, kemampuan menghargai orang lain, dan kemampuannya bekerja dalam tim, dan soft skill lain.
Semua hal yang saya sebutkan ini akan menentukan keberhasilan si pelamar ketika diterima bekerja yang akan berdampak pada kemajuan organisasi.
Kendati pun keduanya dinilai bagus atau bahkan memuaskan, baik kemampuan akademik maupun karakternya, ada baiknya tetap dikenakan masa percobaan dengan perjanjian kerja di awal, misalnya selama 3 bulan pertama sebelum diputuskan menjadikannya pegawai tetap dengan job tertentu. Tiga bulan adalah waktu yang memadai untuk melihat kesejatian keahlian, karakter seseorang, dan kinerjanya.
Kemampuan akademik memang penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah karakter yang baik. Dan, jangan pernah terbius bluffing seperti tercantum pada CV.
( I Ketut Suweca, 27 Februari 2021).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H