Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kritik dan Pujian, Adakah Cara Bijak dalam Menyikapinya?

31 Januari 2021   19:39 Diperbarui: 1 Februari 2021   05:23 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bekerja di kantor (Sumber gambar: forbes.com)

Kritik! Apa kata yang paling dekat secara emosional dengan kata itu? Pahit, kecewa, marah, sedih, balas dendam, hentikan! 

Lalu, pujian! Apa kata yang paling dekat dengan dengan kata itu? Manis, senang, tersanjung, gembira, teruskan!

Hal Biasa dalam Pergaulan

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak bisa lepas dari dua hal itu--pujian dan kritik, baik di rumah, di kantor, atau di lingkungan masyarakat. 

Kita  sekali waktu menerima kritik yang terasa pahit, sekali waktu juga menerima pujian yang terasa manis dan menyenangkan. Begitulah pergaulan hidup yang harus dihadapi.

Kita  tak bisa mengharuskan orang agar menyampaikan puja-puji melulu. Kita juga tidak bisa menyetop kritik yang datang mungkin tidak sesekali, bahkan berkali-kali. Mengontrol orang lain untuk mengatakan sesuatu yang hanya menyenangkan hati kita adalah sesuatu yang mustahil, dan kalau pun bisa, akan sangat menyesatkan.

Pujian bisa saja membuat kita tiba-tiba menjadi besar kepala. Sebaliknya, kritik dapat membuat kita marah dan mengkritik balik secara membabi-buta! Maka, tiada jalan lain selain menyikapi kritik dan pujian itu dengan bijaksana.

Lantas, bagaimana seyogianya kita menyikapi kritik dan pujian yang datang pada kita? Adakah jalan terbaik?

Menghadapi Kritik

Pertama, dalam menghadapi kritik tetaplah tenang dan sabar. Ingatlah, manusia tidak pernah luput dari kritik : terkadang kritik secara halus, terkadang kritik yang vulgar dan bahkan kasar.

Menghadapi kritik, kita cenderung marah, panas hati, bahkan mendidih! Kita tidak terima kritik yang melukai harga diri kita sebagai individu.

Tetapi, sebentar dulu. Sebelum mengekspresikan sikap seperti itu, sebaiknya kita tarik nafas yang dalam minimal 3 kali. Tarik melalui hidung dan hembuskan dari mulut. Tarik dan hembuskan, demikian seterusnya sebanyak tiga kali.

Pengaturan nafas ini akan membuat kita sedikit lebih tenang, lebih stabil, sekaligus bisa meredam rasa marah yang sempat mencuat begitu membaca atau mendengar sebuah kritik. Dibutuhkan waktu beberapa saat untuk menenangkan diri sebelum menanggapi sebuah kritik.

Kedua, analisis kritik tersebut secara cermat dan rasional. Hindari prasangka buruk terhadap kritik. Cobalah cermati kritik tersebut dengan sebaik-baiknya. Tanyakan kepada diri sendiri, apakah kritik tersebut mengada-ada atau dibuat-buat oleh si pengkritik? Jika demikian, abaikan saja. Tetapi, kalau sudah menyangkut pencemaran nama baik karena disampaikan di media sosial, misalnya, bisa saja dilaporkan kepada yang berwajib. Up to you!

Yang paling mudah dilakukan adalah mengabaikan kritik yang tanpa dasar itu serta mengurangi bergaul atau berkomunikasi dengan orang semacam itu.

Ketiga, perhatikan pula adakah kebenaran yang dikemukakan oleh si pengkritik? Jika ada yang benar, kita harus mensyukurinya karena itu artinya kita diingatkan dan yang bersangkutan peduli.

Jika memungkinkan, usahakan menyampaikan ucapan terima kasih kepada si pengkritik tersebut. Jangan segan-segan melakukannya.

Dalam melihat isi kritik, yang paling penting adalah menemukan kebenarannya. Apakah yang kita lakukan salah atau benar? Kejujuran terhadap diri sendiri sebagai penerima kritik sangatlah penting untuk pengakuan dan demi kebaikan ke depan. Jangan pernah takut mengakui kesalahan, kendati itu pahit.

Keempat, ambil hikmah dari kritik yang masuk demi keadaan yang lebih baik. Kitalah, secara individual, yang paling mengetahui diri sendiri, dan kita sendiri pula yang bisa memperbaiki dengan kesadaran sendiri.

Jadikan kritik sebagai tumpuan untuk perubahan diri, bukan sebagai dalih untuk membalas mengkritik secara membabi-buta.

 Menghadapi Pujian

Dibandingkan menerima kritik, menerima pujian jauh lebih mudah, bukan? Jauh lebih ringan, bahkan seringkali sangat menyenangkan.

Lalu bagaimana seyogianya kita menyikapi sebuah pujian atau sanjungan sehingga dapat mengambil manfaat terbaik darinya?

Pertama, hendaknya kita bersikap rasional dan menghindari sikap emosional dalam menghadapi pujian. Tenanglah, jangan pernah mabuk karena pujian. Jangan lupa daratan lantaran sanjungan.

Kedua, pujian yang benar adalah pujian yang berdasarkan kenyataan atau fakta yang ada. Kalau kita, misalnya, berhasil mendapatkan nilai tertinggi di kelas, dan ada orang yang memberikan pujian dengan mengatakan "kamu hebat",  tentu menyenangkan sekaligus faktual.

Ketiga, harus diperhatikan bahwa ada pujian yang berisi sanjungan yang berlebihan sehingga banyak bohongnya karena ada maksud tertentu di balik sanjungannya. Sebuah sanjungan yang tidak faktual. Pujian palsu!

Keempat, berikan respons terhadap setiap pujian dengan sikap positif dan ambil nilai positifnya. Jangan lupa katakan terima kasih, bersikaplah biasa saja, dan lanjutkan perjalanan.

Jadikan pujian sebagai pelecut semangat untuk berbuat lebih baik lagi, sebagaimana juga kita perlakukan terhadap kritik yang dilontarkan kepada kita.

Baik kritik maupun pujian dapat menjadi pemantik semangat untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Sebaliknya, pujian dan kritik bisa menjadi batu sandungan yang menjatuhkan kita jika kita tidak bijak menyikapinya.

Sikapi kritik dan pujian secara arif, maka kita akan selamat dalam perjalanan meraih cita-cita.

(I Ketut Suweca, 31 Januari 2021).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun