Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Inilah 7 Langkah Mudah dalam Menulis Opini

11 Desember 2020   12:06 Diperbarui: 11 Desember 2020   15:45 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis membutuhan riset (Sumber gambar:camillestyle.com)

Artikel opini adalah sebuah genre dalam penulisan nonfiksi. Tulisan opini lebih menekankan pada pendapat atau pandangan penulisnya. Yang di luar itu, seperti pendapat orang lain, data dan fakta tetap diperlukan, fungsinya sebagai pelengkap. Pendapat penulisnyalah yang terpenting, yang diutamakan.

Lalu, bagaiman cara menulis opini yang baik? Inilah tujuh langkah mudah dan sederhana yang dilakukan oleh penulis opini agar karya yang dihasilkan bernas, bermanfaat, dan menginspirasi pembaca.

Topik dan Angle

Pertama, menentukan topik yang akan ditulis. Topik apakah yang hendak ditulis, yang menarik, penting, dan diperkirakan bermanfaat bagi pembaca?

Seorang penulis tidak akan membuat topik secara sembarangan tanpa mempertimbangkan kepentingan pembaca. Ia harus bertanya kepada diri sendiri, apakah topik yang akan  ditulisnya itu berguna atau perlu diketahui oleh khalayak?

Kedua, menentukan angle. Angle dimaksudkan adalah sudut pandang sang penulis dalam tulisannya. Ia ingin membahas bagian apa-nya dari topik yang dipilihnya? Dari sudur mana ia mau soroti? Ini harus jelas.

Semisal topik yang dipilih adalah masalah banjir.  Apakah dia mau melihat penyebab-penyebab  banjir tersebut, akibat banjir, atau sikap masyarakat terhadap lingkungan yang mengakibatkan terjadinya banjir. Atau, penulis justru  menyoroti sikap pemerintah dalam konteks ini.

Riset dan Outline

Ketiga, melakukan riset. Riset?  Ya, benar sekali! Penelitian alias riset memang diperlukan dalam menulis opini agar tulisan menjadi lebih bergizi.

Kalau diperhatikan, banyak penulis opini di kompasiana melakukan riset pada awalnya sehingga mampu melahirkan artikel yang komprehensif dan berbobot.

Akan tetapi, jangan membayangkan research dalam hal ini sama dengan penelitian saat kita menyusun karya ilmia seperti skripsi, tesis, atau disertasi.

Karya ilmiah seperti itu tentu ada hipotesis yang harus dibuktikan melalui penelitian, sedangkan di dalam artikel opini tak seberat dan se-rigid itu.

Untuk menulis opini, kita cukup sedikit riset pustaka, riset berita-berita yang beredar, atau riset pengetahuan dan data sesuai dengan kebutuhan.

Dengan riset yang relatif mudah dan sederhana itu, berharap tulisan kita akan lebih bergizi dan bermanfaat bagi para pembaca.

Keempat, membuat outline. Kerangka tulisan atau outline sangat penting, terlebih-lebih untuk tulisan yang panjang.

Banyak penulis yang tidak membuat kerangka tulisan pada saat menulis opini yang singkat, misalnya, satu sampai tiga halaman.

Sejatinya mereka bukan tidak membuat outline, karena kerangka itu sudah ada di dalam pikiran  penulis. Hanya, tidak ditulis saja. Langsung diturunkan dari pikiran ke dalam artikel.

Akan tetapi, untuk tulisan yang panjang biasanya sang penulis akan membuat kerangka karangan yang akan memandunya dalam mengembangkan tulisan.

Persyaratan outline yang utama adalah harus logis dan sistematis. Antarpointer-pointer pikiran yang termuat dalam kalimat-kalimat inti seharusnya mengalir dan padu. Dengan begitu, pada saat mengembangkannya menjadi alinea demi alinea akan menjadi jauh lebih  mudah.

Membuat Draft Pertama dan Memadatkannya

Kelima, menulis draft pertama. Setelah kerangka karangan selesai dibuat, langkah selanjutnya adalah menuliskannya secara lengkap.

Caranya? Dengan mengisi "daging" pada setiap "tulang" kalimat-kalimat inti.  Dilengkapi pula dengan kata-kata atau istilah yang biasa dipakai untuk peralihan antarparagraf.  Misalnya, kata "akan tetapi", "selain itu", "di samping itu", "sesudah itu" dan sebagainya.

Keenam, memadatkan artikel agar lebih "berisi".  Begini.  Konsep atau draft yang kita buat pertama kali itu tentu saja belum dilengkapi dengan berbagai hal yang menguatkan dan memberinya bobot.

Mungkin kita merasa perlu mengutip ungkapan seorang ahli. Barangkali kita butuh penguat dengan mengangkat local wisdom dan lainnya.

Perlu diperhatikan, jangan sampai kita mengangkat ungkapan yang tak relevan dengan tulisan sekadar agar tampak keren!

Hati-hati juga, jangan juga terlalu banyak petikan pendapat orang lain sehingga jadi mirip dengan kerangka teori dalam karya ilmiah. Ambil hanya yang dibutuhkan. Jika tidak relevan, jangan dipaksa dimasukkan.

Penyuntingan Berkali-kali

Ketujuh, penyuntingan. Nah, bagian akhir ini sangat penting dikerjakan dengan cermat. Ya,  secermat mungkin.

Mengapa demikian penting? Sebab, bagian inilah yang menentukan kualitas akhir tulisan kita. "Writing is rewriting," demikian penulis Truman Capote mengingatkan.

Penyuntingan atau editing dilakukan pada beberapa aspeknya. Pertama-tama editing pengetikan pada teks. Pertanyaannyang bisa diajukan, tidakkah ada salah pengetikan? Tidakkah ada yang salah eja? Tidakkah ada kesalahan sebutan nama atau lokasi?

Selanjutnya,  penyuntingan isi. Apakah sudah logis dan sistematis pembahasannya, mulai dari lead hingga bagian ending-nya? Tidakkah ada bagian yang saling bertentangan sehingga membuatnya tidak logis?

Penyuntingan pada praktiknya tidak hanya dilakukan sekali-dua kali. Mesti dilakukan berkali-kali. Penulis-penulis yang sudah berpengalaman sekali pun tetap melakukan editing dengan cermat dan berkali-kali.

Terkadang ia memutuskan untuk mengambil jeda sejenak di antara kegiatan menyunting untuk mendapatkan cara melihat yang lebih tajam sampai dia sampai pada keyakinan bahwa artikel yang disusun sudah benar-benar bersih dari kesalahan logika dan pengetikan.

Kadangkala kita sudah melakukan editing berkali-kali dan dengan cermat pula. Tetapi, pada kenyataannya, setelah dimuat, eh, ternyata masih juga ada kesalahan kecil.

"There is no great writing, only great rewriting," tulis J. Louis Brandeis yang menggambarkan  betapa urgen sesungguhnya penyuntingan ini untuk menghasilkan karya terbaik.

Demikianlah,  menulis menuntut kita bekerja bertahap, tidak sekali jadi. Menulis membutuhkan kecermatan dan kesabaran. Menulis menuntut kita terus belajar. Menulis membutuhkan proses yang memerlukan energy sampai terlahir karya berkualitas yang bisa dinikmati pembaca. 

Selamat berkarya.

( I Ketut Suweca, 11 Desember 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun