Caranya? Dengan mengisi "daging" pada setiap "tulang" kalimat-kalimat inti. Â Dilengkapi pula dengan kata-kata atau istilah yang biasa dipakai untuk peralihan antarparagraf. Â Misalnya, kata "akan tetapi", "selain itu", "di samping itu", "sesudah itu" dan sebagainya.
Keenam, memadatkan artikel agar lebih "berisi". Â Begini. Â Konsep atau draft yang kita buat pertama kali itu tentu saja belum dilengkapi dengan berbagai hal yang menguatkan dan memberinya bobot.
Mungkin kita merasa perlu mengutip ungkapan seorang ahli. Barangkali kita butuh penguat dengan mengangkat local wisdom dan lainnya.
Perlu diperhatikan, jangan sampai kita mengangkat ungkapan yang tak relevan dengan tulisan sekadar agar tampak keren!
Hati-hati juga, jangan juga terlalu banyak petikan pendapat orang lain sehingga jadi mirip dengan kerangka teori dalam karya ilmiah. Ambil hanya yang dibutuhkan. Jika tidak relevan, jangan dipaksa dimasukkan.
Penyuntingan Berkali-kali
Ketujuh, penyuntingan. Nah, bagian akhir ini sangat penting dikerjakan dengan cermat. Ya, Â secermat mungkin.
Mengapa demikian penting? Sebab, bagian inilah yang menentukan kualitas akhir tulisan kita. "Writing is rewriting," demikian penulis Truman Capote mengingatkan.
Penyuntingan atau editing dilakukan pada beberapa aspeknya. Pertama-tama editing pengetikan pada teks. Pertanyaannyang bisa diajukan, tidakkah ada salah pengetikan? Tidakkah ada yang salah eja? Tidakkah ada kesalahan sebutan nama atau lokasi?
Selanjutnya, Â penyuntingan isi. Apakah sudah logis dan sistematis pembahasannya, mulai dari lead hingga bagian ending-nya? Tidakkah ada bagian yang saling bertentangan sehingga membuatnya tidak logis?
Penyuntingan pada praktiknya tidak hanya dilakukan sekali-dua kali. Mesti dilakukan berkali-kali. Penulis-penulis yang sudah berpengalaman sekali pun tetap melakukan editing dengan cermat dan berkali-kali.