Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Artikel Opini? Inilah 4 Hal yang Harus Diperhatikan!

4 Oktober 2020   17:32 Diperbarui: 6 April 2021   13:35 3222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menulis artikel opini (sumber: pexels)

Ilustrasi menulis artikel opini (Sumber gambar: shopstyle.com)
Ilustrasi menulis artikel opini (Sumber gambar: shopstyle.com)
Sampai di sini, saya hendak mengemukakan kembali pandangan Bapak Jakob Oetama seperti dituturkan oleh Pak M. Sobari pada suatu kesempatan diwawancara sebuah setasiun televisi, bahwa hendaknya jangan memasukkan teori ke dalam artikel opini kendati hal itu tidak salah jika dilakukan. Yang dijadikan contoh adalah rubrik Opini Kompas.

Ingatlah, pembaca ingin lebih santai. Di kampus, di kantor, atau di tempat kerja lainnya, mereka sudah diguyur dengan teori atau peraturan ini-itu. Nah, saat istirahat sambil membaca di rumah, mereka butuh kesantaian. Oleh karena itu, jangan lagi menulis artikel dengan menguraikan teori-teori para ahli.

Cukup disimpan sendiri saja teori itu. Tulis saja pandangan kita terhadap suatu permasalahan. Apa yang kita tulis sudah merupakan refleksi dari seperangkat teori yang pernah kita baca dari berbagai buku referensi.

Unsur Kebaruan

Keempat, unsur kebaruan. Pendapat yang dituliskan pun tak sekadar pendapat, karena semua orang yang waras bisa berpendapat. Pendapat mesti tetap rasional dan sebisanya mengandung unsur kebaruan.

Unsur kebaruan? Ya, benar. Unsur inilah yang sejatinya memberi nilai pada sebuah artikel opini. Tanpa sesuatu yang mengandung hal baru atau orisinal maka sebuah artikel menjadi kurang berharga.

Sampai di sini, saya teringat dengan apa yang ditulis Pak Felix Tani dalam sebuah artikel beliau. Ia memetik perbincangannya dengan Pak Arief Budiman mengenai bagaimana menilai mutu sebuah artikel opini.

Ketika Pak Felix bertanya bagaimana menilai mutu sebuah artikel, Pak Arief Budiman pun menjawab bahwa artikel yang bermutu itu adalah hasil "produksi", sedangkan artikel yang tak memiliki kualitas adalah hasil "reproduksi."

Beda kedua jenis artikel ini ada pada unsur kebaruannya. Artikel hasil produksi mengandung kebaruan (novelty), sedangkan artikel reproduksi, tidak.

Menemukan unsur kebaruan dalam sebuah artikel memang sesuatu yang sulit. Untuk menghasilkan artikel seperti ini, diperlukan ketajaman berpikir dan kreativitas.

Penulis mesti mampu menganalisis sebuah permasalahan secara relatif mendalam dan secara kreatif bisa menemukan ide atau gagasan orisinal yang menjadi solusi. Ia mesti bisa melihat dari sisi tertentu yang orang lain belum melihatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun