Itulah yang dulu seringkali saya praktikkan walau sekarang jarang saya lakukan. Outline-nya cukup di dalam kepala saja.
Akan tetapi, bagaimana kalau tetap saja mentok? Bersabarlah. Tulis dan tulis saja secara berlanjut. Apa yang terpikir, itulah yang ditulis. Tetaplah setia memedomani kerangka karangan yang sudah disiapkan. Â Teruslah menulis sampai semua paragraf dikembangkan menjadi alinea, sampai seluruh naskah selesai ditulis.
Potong Saja Seperti Memotong Tumpeng
Selanjutnya, perhatikan paragraf paling atas saat melakukan editing. Paragraf yang berada tepat di bawah judul itu lho. Jika bagian ini terasa tidak pas, bahkan masih kacau, potong saja seperti layaknya memotong tumpeng.
Jangan banyak pikir, potong saja! Memotong tulisan sendiri tak dilarang kok. Dunia pun tak akan kiamat karenanya, he he. Terkadang ada perasaan kasihan memotong hal-hal yang sudah susah-sudah dibuat. Ya, pokoknya, potong saja!
Mengapa sih memotong harus  dari atas? Logikanya, ketika mulai menulis artikel, mungkin kita masih mencari-cari bentuk dan kata-kata yang tepat. Hasilnya pun belum sesuai, kita belum merasa sreg, sehingga bagian itu layak dipotong saat editing. Lalu? Jadikan paragraf kedua menjadi alinea pertama. Tinggal edit sedikit di sana-sini. Udah, selesai.
Itulah yang saya sampaikan ketika calon penulis yang penuh semangat menghampiri saya dan bertanya tentang "mulai dari mana?" dulu. Jika sekarang ada yang bertanya seperti itu, saya akan jawab dengan cara yang sama. Jawaban dari seorang praktisi yang bukan ahli.
(Â I Ketut Suweca, 2 Mei 2020).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H