Pernahkah sahabat mendapatkan pertanyaan para calon penulis seperti ini, "Menulis tentang apa dan mulainya dari mana?" Itulah pertanyaan yang acap dilontarkan.
Saya pun pernah mendengar keluhan seperti itu. Tak hanya mendengar, dulu saya juga merasakan kebingungan yang sama. Pertanyaan tersebut merupakan hal yang acapkali dilontarkan oleh calon penulis ketika mengawali belajar menulis.
Menulis tentang Apa?
Persoalan "tentang apa" materi tulisan, saya kira, tidak masalah bagi penulis yang sudah terlatih. Banyak topik yang bisa dijadikan bahan. Topik-topik itu bisa lahir dari berbagai cara, diantaranya melalui diskusi, pengamatan, bacaan, mendengar video atau audio, internet, dan masih banyak lagi.
Lalu, bagaimana solusinya jika ide-ide yang diharapkan tetap saja tidak kunjung hadir? Jawabannya: tulis saja tentang kebuntuan menulis! Berkisahlah bagaimana kita menghadapi kesulitan menemukan ide, apa yang sudah dilakukan, bagaimana perasaan yang menyertainya, dan apa harapan ke depan, dan seterusnya. Tulis semua hal itu. Nah, jadilah sebuah artikel, bukan?
Teknik itu nyaris sama dengan cara wartawan saat mengejar sumber, tetapi si sumber enggan berkomentar. Caranya, ya, si wartawan akan menulis dalam berita seperti apa kondisinya dan menjelaskan secara gamblang bahwa si sumber berita tidak berkomentar apa pun tentang suatu kasus. Tidak ada jurnalis yang tidak membuat berita dengan dalih "narasumber tak mau diwawancarai."
Begitulah kurang-lebih jawaban saya saat ditanya tentang "menulis tentang apa," dulu. Kalau nanti misalnya ada yang bertanya hal itu maka akan saya jawab seperti itu lagi. Tentu itu bukan jawaban dari seorang ahli, melainkan jawaban orang yang doyan menulis seperti saya.
Dimulai dari Mana?
Kalau sudah ada gagasan yang muncul, lalu mulai dari mana menuliskannya? Wah, ini sih pertanyaan yang sulit. Tetapi, pertanyaan ini benar-benar sering dilontarkan oleh mereka yang baru mulai belajar menulis. Daripada membiarkan pertanyaan itu mengambang tanpa jawaban, baiklah saya menjawab dengan menggunakan pengalaman pribadi.
Pertama-tama, saya akan membuat kerangka tulisan (outline) yang logis dan sistematis. Untuk sebuah artikel pendek sepanjang 3-4 halaman, misalnya, saya buat terlebih dahulu pokok-pokok pikiran yang terwujud ke dalam kalimat-kalimat utama yang pendek-pendek. Lima hingga 10 kalimat utama saja sudah memadai dan disusun secara runut.
Kemudian, kalimat-kalimat utama itu saya kembangkan menjadi paragraf lengkap sampai menjadi sebuah artikel yang komplit. Dengan bantuan outline itu, biasanya permasalahan "mulai dari mana" sudah terpecahkan dengan sendirinya.
Itulah yang dulu seringkali saya praktikkan walau sekarang jarang saya lakukan. Outline-nya cukup di dalam kepala saja.
Akan tetapi, bagaimana kalau tetap saja mentok? Bersabarlah. Tulis dan tulis saja secara berlanjut. Apa yang terpikir, itulah yang ditulis. Tetaplah setia memedomani kerangka karangan yang sudah disiapkan. Â Teruslah menulis sampai semua paragraf dikembangkan menjadi alinea, sampai seluruh naskah selesai ditulis.
Potong Saja Seperti Memotong Tumpeng
Selanjutnya, perhatikan paragraf paling atas saat melakukan editing. Paragraf yang berada tepat di bawah judul itu lho. Jika bagian ini terasa tidak pas, bahkan masih kacau, potong saja seperti layaknya memotong tumpeng.
Jangan banyak pikir, potong saja! Memotong tulisan sendiri tak dilarang kok. Dunia pun tak akan kiamat karenanya, he he. Terkadang ada perasaan kasihan memotong hal-hal yang sudah susah-sudah dibuat. Ya, pokoknya, potong saja!
Mengapa sih memotong harus  dari atas? Logikanya, ketika mulai menulis artikel, mungkin kita masih mencari-cari bentuk dan kata-kata yang tepat. Hasilnya pun belum sesuai, kita belum merasa sreg, sehingga bagian itu layak dipotong saat editing. Lalu? Jadikan paragraf kedua menjadi alinea pertama. Tinggal edit sedikit di sana-sini. Udah, selesai.
Itulah yang saya sampaikan ketika calon penulis yang penuh semangat menghampiri saya dan bertanya tentang "mulai dari mana?" dulu. Jika sekarang ada yang bertanya seperti itu, saya akan jawab dengan cara yang sama. Jawaban dari seorang praktisi yang bukan ahli.
(Â I Ketut Suweca, 2 Mei 2020).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H