"Huuufftttt.... senengnya ahirnya karya kita berdua bisa diderbitin." Kataku sambil tersenyum memandang satu buku berjudul Putri Kamboja Membuka Mata. Yang paling membuatku bahagia adalah nama penaku bersanding dengan nama pena Haikal di novel itu.
"Biasa aja tu... karyaku kan udah pernah diterbitin juga dua tahun yang lalu..." kata Haikal sambil mengacak-ngacak rambutku.
" Jadi novel Sepeda Usang itu bener-bener karya kamu..?" tanyaku sambil mengerutkan dahi. "Hehehehe...." Haikal hanya nyengir sambil menampakkan gigi putihnya yang berjajar rapi.
"Menyebalkan..... kalo aja Putri Kamboja nggak pernah menutup mata.. pasti karyanya lebih banyak dari pada Satria Payah..."
"Kok satria payah?" Haikal mulai protes.
"Yaiya Satria Payah. Satria P.H. P.H itu kan kepanjangan dari Payah."
"Bukan itu kali....." jawabnya sambil tertawa renyah.
"Kalau kamu, kenapa kamu panggil aku Putri Kamboja?" sahutku seakan teringat akan panggilan menjenggkelkan itu.
"Tau kan.. Bunga kamboja itu biasanya tumbuh di kuburan. Dia hidup diantara orang-orang yang mati. Dan itulah tulisan kamu. Bisa hidupin hati aku. Makannya jangan pernah berhenti nulis...." Haikal mulai menggombal sambil mengacak-ngacak rambutku untuk yang kedua kali.
"Apaan sih kamu. Kok aneh gitu artinya" aku mulai protes.
"Tapi aku seneng bisa bikin mata Putri Kamboja terbuka." Kata Haikal sambil menatap mataku dalam. Aku tersipu malu. "Aku sayang kamu, Putri Kamboja." Bisiknya sambil meraih tanganku dan dia letakkan di meja untuk menggenggamnya. Wajahku sepertinya memerah.