Tentu ini menjadi suntikan elektoral yang cukup luar biasa bagi partai politik peserta pemilu 2024 berebut dukungan Jokowi. Ini yang menjadi salah satu paradoks yang terjadi, kedekatan yang terjadi antara partai politik dengan Jokowi menjadi sinyal kuat informasi arah dukungan partai politik tersebut mudah diketahui oleh Presiden, karena Presiden pun sudah menyatakan akan campur tangan dalam Pilpres 2024 (Cawe-Cawe) demi masa depan bangsa.
Ancaman Demokrasi
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan memiliki data intelijen terkait arah dukungan partai politik pada Pemilihan Presiden 2024.Â
Pernyataan Jokowi tersebut dipertanyakan karena ia menyatakan memiliki informasi tersebut. Informasi intelijen yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan dikhawatirkan akan dimanfaatkan untuk kepentingan politik.Â
Sejumlah organisasi dari masyarakat sipil telah berkumpul untuk membentuk koalisi ini. Organisasi-organisasi tersebut antara lain Imparsial, PBHI, Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat, dan Setara Institute.
Dalam konteks ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan memandang tindakan Presiden tersebut sebagai tantangan yang krusial bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Tidaklah pantas dan tidak mungkin bagi Presiden dan badan-badan intelijennya untuk menjadikan partai politik (parpol) sebagai subjek dan tujuan pemantauan intelijen di negara demokrasi.
Presiden memang menjadi kepala negara dan pemerintahan yang wajib stabilitas politik dan keamanan negara ini berjalan secara normal, hal itu tentu banyak lembaga-lembaga pembantu presiden untuk menjalankan fungsi tersebut.Â
Salah satunya adalah intelijen yang berfungsi melaporkan informasi di lapangan kepada Presiden secara langsung. Namun ini menjadi masalah apabila laporan intelijen ini tidak memuat terkait dengan musuh negara, konteks musuh negara di sini adalah soal masalah keamanan seacra nasioanal, dan bukan terkait dengan masyarakat dan partai politik selaku motor penggerak demokrasi di Indonesia, Karena ini juga sudah tercantum dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang tidak membahas Partai Politik menjadi objek musuh negara.
Selain itu, koalisi berpendapat bahwa pidato presiden tersebut merupakan bukti penyalahgunaan kekuasaan oleh badan-badan keamanan negara untuk terlibat dalam kegiatan kontrol dan pengawasan demi kepentingan politik.Â
Hal ini tidak dapat dibenarkan dengan cara apapun, dan menimbulkan risiko yang krusial terhadap kelangsungan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. Selain itu, hal ini merupakan contoh penyalahgunaan intelijen untuk memajukan tujuan politik Presiden dan bukan tujuan politik negara. Faktanya, badan intelijen didirikan dengan tujuan untuk memastikan keamanan nasional untuk mencapai tujuan politik negara, dan bukan untuk tujuan politik presiden.
Oleh karena itu, pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh intelijen seharusnya hanya untuk kepentingan pembuatan kebijakan, dan tidak boleh disalahgunakan untuk memata-matai semua aktor politik untuk tujuan politik pribadi Presiden. Koalisi melanjutkan dengan mengatakan bahwa partai politik dalam masyarakat demokratis tidak menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional negara.Â