Mohon tunggu...
Ebyn Majid
Ebyn Majid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Manusia yang masih mengembangkan bakatnya dalam bidang menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Polemik Data Intelijen Partai Politik Dimiliki oleh Presiden

20 September 2023   19:41 Diperbarui: 20 September 2023   20:09 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era digitalisasi yang ditandai dengan meningkatnya keterkaitan informasi, akuisisi dan analisis data intelijen yang berkaitan dengan partai politik memiliki arti penting dalam membentuk proses pengambilan keputusan politik dan menginformasikan tindakan pemerintah. 

Presiden, dalam kapasitasnya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara, harus memiliki sarana yang efektif untuk memperoleh intelijen terkait partai politik, yang mencakup lingkup domestik dan global. Hal ini mencakup pengetahuan yang komprehensif mengenai program, metode, dan upaya partai politik, di samping pemahaman yang mendalam mengenai kekuatan politik fundamental yang sedang bermain.

Presiden yang memiliki akses ke data intelijen partai politik lebih mampu menjalankan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Dengan informasi intelijen terkini, presiden dapat memahami bagaimana partai-partai politik bersaing, berkolaborasi, dan bahkan bertikai. 

Hal ini membantu mereka dalam mengambil keputusan yang bermanfaat bagi negara. Selain memprediksi ancaman politik, data intelijen juga memungkinkan presiden untuk mengidentifikasi potensi ancaman politik, baik domestik maupun internasional. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan strategi untuk menjaga stabilitas politik.

Meskipun demikian, penting untuk diperhatikan bahwa penggunaan data intelijen oleh partai politik harus selalu sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hukum yang berlaku. Penggunaan informasi intelijen yang tidak etis atau melanggar hukum dapat membahayakan prinsip-prinsip dasar demokrasi dan kebebasan politik. 

Dengan demikian, kita dapat melihat bagaimana akses presiden terhadap data intelijen partai politik dapat mempengaruhi kebijakan dan tindakannya, serta pentingnya pengawasan dan transparansi dalam memastikan penggunaan informasi intelijen sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia..

Fungsi dan Tugas Badan Intelijen Negara

Misi badan intelijen negara adalah mencari dan mengumpulkan dokumen sumber primer. Secara strategis dan taktis, mereka menyelidiki, mengamankan, dan memobilisasi untuk memastikan keselamatan pemimpin negara dan masyarakat luas; untuk mencegah perang dalam arti yang paling luas; dan untuk berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 

Data intelijen bukanlah pengganti nasihat ahli, melainkan sebagai pelengkap. Namun demikian, informasi tersebut, meskipun hanya sebagai pelengkap, harus diberikan secepat mungkin, tepat waktu, agar dapat dijadikan bahan pertimbangan. Untuk mencegah, menangkal, dan pada akhirnya mengatasi ancaman yang semakin kompleks dan beragam terhadap keamanan nasional, intelijen negara melakukan segala upaya untuk deteksi dini dan membangun sistem peringatan dini.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, mengatur mengenai Fungsi Intelijen Negara, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 6 ayat:

  1. Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi penyelidikan. pengamanan, dan penggalangan

  2. Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi Intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan

  3. Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau melawan upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen, dan/atau Pihak Lawan yang merugikan kepentingan dan keamanan nasional

  4. Penggalangan sebagaimana dimaksud padal ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk memengaruhi Sasaran agar menguntungkan kepentingan dan keamanan nasional

  5. Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) harus menghormati hukum, nilai-nilai demokrasi, dan hak asasi manusia.

Adapun tugas dari Badan Intelijen Negara (BIN) menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, mengatur mengenai Tugas Badan Intelijen Negara, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 29 Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) bertugas:

  1. melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang Intelijen;

  2. menyampaikan produk Intelijen sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah

  3. melakukan perencanaan dan pelaksanaan aktivitas Intelijen;

  4. membuat rekomendasi yang berkaitan dengan orang dan/atau lembaga asing; dan

  5. memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi tentang pengamanan penyelenggaraan pemerintahan

Pada UU No. 34 tahun 2010 Pasal 3, menyebutkan bahwa, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, maka BIN menyelenggarakan fungsi pengolahan, penyusunan, dan penyampaian produk intelijen sebagai bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 

Dalam hal ini dapat diartikan bahwa, Badan Intelijen Negara (BIN) merupakan suatu lembaga negara non kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan bertugas untuk memberikan suatu informasi (produk) intelijen yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 

Dapat diartikan bahwa dalam perspektif pemerintahan tingkat pusat terdapat suatu organ struktural yang memiliki fungsi sebagai badan intelijen, yang memberikan produk intelijen kepada penyelenggara negara guna kepentingan bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan, yang terkait juga dengan pengambilan suatu keputusan oleh pimpinan nasional

Kisruh Statment Presiden Memiliki Data Intelijen Partai Politik

Jokowi, Presiden Indonesia, telah menyatakan bahwa ia sangat memahami seluk beluk partai politik (parpol). Selain itu, Jokowi juga memiliki informasi yang diperoleh dari sumber-sumber intelijen mengenai orientasi partai-partai politik. Hal ini disampaikan Jokowi saat membuka rapat kerja nasional (rakernas) relawan Seknas Jokowi pada Sabtu (16/9/2023) di Hotel Salak, Kota Bogor, Jawa Barat. Pada awalnya, Jokowi menyampaikan keinginannya agar Indonesia berkembang menjadi negara yang sukses.

"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu. Partai-partai seperti apa saya tahu, ingin mereka menuju ke mana saya juga ngerti," ujar Jokowi. Presiden juga mengetahui informasi secara lengkap dari lembaga pembantu Presiden yang melaporkan laporan intelijen. 

"Informasi yang saya terima komplet dari intelijen saya ada BIN, dari intelijen di Polri ada, dari intelijen TNI saya punya BAIS dan informasi-informasi di luar itu, angka data, survei semuanya ada. Saya pegang semua dan itu hanya miliknya presiden karena langsung, langsung ke saya," Pungkasnya. 

Hal ini tentu menjadi polemik di masyarakat karena statment yang dikeluarkan kepala negara ini menimbulkan perdebatan, dan selalu menjadi perbincangan di tengah-tengah pesta demokrasi yang akan digelar pada tahun 2024. 

Banyak partai yang menyayangkan statment tersebut dikeluarkan oleh kepala negara di depan umum, terutama partai yang menjadi antithesis atau Oposisi pemerintahan saat ini. Namun berbeda dengan partai pengusung Jokowi, PDI-P yang justru mewajarkan hal tersebut karena informasi intelijen memang harus dilaporkan kepada Presiden selaku panglima tertinggi.

Wajar Sebagai Kepala Negara

Bagi PDI-P, klaim Jokowi terkait data intelijen partai ini merupakan hal yang wajar. "Tentu yang namanya presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan beliau memiliki banyak instrumen kenegaraan, baik itu ada BIN, ada intelijen kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain," kata politikus PDI-P Masinton Pasaribu, Menurut Masinton, hal ini adalah konsekuensi logis dari jabatan Jokowi sebagai kepala negara. Ia juga menganggap wajar jika lembaga intelijen menyampaikan data tersebut kepada presiden.

Di sisi lain, Ketua DPP PDI Perjuangan atau PDIP Said Abdullah meyakini bila data intelijen yang dimiliki Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak akan disalahgunakan oleh yang bersangkutan untuk kepentingan pribadi. 

"Sejauh ini, karena Bapak Presiden sebatas menyampaikan saja bahwa Bapak Presiden well informed terhadap segala sesuatunya, saya tidak punya kekhawatiran Bapak Presiden akan menggunakan itu sebagai alat bagi kepentingan beliau," kata Said di gedung DPR, Jakarta, Senin (18/9/2023).

Senada, Partai Golkar juga tidak mempersoalkan klaim data intelijen partai yang dimiliki Jokowi. Pasalnya, para kepala negara di dunia pun banyak yang mengetahui aktivitas politik, baik dalam maupun luar negeri. 

"Kalau kita lihat kan kepala negara barat saja banyak mengetahui pergerakan-pergerakan partai politik negara asing, apalagi kepala negara sendiri, jadi itu bukan hal yang aneh," kata Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono. Dave menjelaskan, pengetahuan akan semua elemen dalam negara diperlukan sebagai pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan.

Hal ini juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), ia mengatakan bahwa hal ini sudah menjadi kewajiban dari aparat negara untuk melaporkan informasi intelijen kepada Presiden, karena hal itu juga sudah diatur dalam Undang-Undang, karena ia juga menyatakan bahwa dirinya selaku Menteri pun mengetahui laporan tersebut karena merupakan wewenang Kementeriannya. Karena Presiden di sini juga harus memastikan politik, keamanan, hukum dan isu yang berkembang di masyarakat stabil, salah satunya ialah partai politik selaku lokomotif demokrasi.

Presiden mendapatkan informasi intelijen ini tidak ada kaitannya dengan cawe-cawe yang diungkapkan Presiden Mei lalu. Data dan informasi intelijen ini selalu dilaporkan ke Presiden setiap saat, Karena sudah menjadi amanah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang menyatakan aparat Intelijen Negara.

Partai Politik Krisis Ideologi

Berdasarkan pengamatan terhadap kondisi perpolitikan menjelamng Pesta Demokrasi, banyak partai sudah memanaskan mesinnya untuk bertarung ke arena perpolitikan tahun 2024, mereka sudah mulai melakukan konsolidasi tingkat nasional dan regional untuk memenangkan pemilu. 

Tak ketinggalan koalisi yang sudah mulai terbentuk ke dalam 3 poros koalisi Capres-Cawapres, Koalisi Indonesia Maju yang mengusung Prabowo Subianto yang saat ini menjadi Menteri Pertahanan, koalisi ini beranggotakan Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Gelora, Poros Koalisi Ganjar Pranowo yang mengusung menajadi Presiden ialah PDI-P, PPP, Perindo, dan Hanura, dan terakhir ialah poros Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan sebagai Presiden beranggotakan Nasdem, PKS, PKB, dan Partai Ummat. 

Namun yang menjadi ironi saat ini partai ini membentuk koalisi bukan berdasar kesamaan ideologi ataupun kesamaan tujuan bernegara, mereka berkoalisi hanya berdasarkan kekuasaan atau kepentingan secara pragmatis saja, bahkan mereka mengusung calon presiden hanya untuk mendongkrak elektoral perolehan suara di Pemilu 2024 mendatang.

Hal ini terlihat keluar masuknya partai yang mengusung kader terbaiknya untuk menjadi Cawapres namun tidak dipang menjadi pasangan Capres-Cawapres, menjadi ironi terlebih lagi masa depan kita ditentukan hanya dari segelintir elite yang ada di sana untuk meracik Capres dan Cawapres hanya berdasarkan untuk memenuhi Presidential Threshold.

Satu lagi hal yang menjadi fakta yang ada di lapangan saat ini para elite partai politik ini mengarahkan strategi politiknya hanya untuk mendapatkan endorse dari Jokowi, hal ini memang tidak bisa dipungkiri restu dari sang penguasa menjadi krusial, karena approval rating pemerintahan pimpinan Jokowi ini dari tahun ke tahun selalu mencetak hasil di atas 75%.

Tentu ini menjadi suntikan elektoral yang cukup luar biasa bagi partai politik peserta pemilu 2024 berebut dukungan Jokowi. Ini yang menjadi salah satu paradoks yang terjadi, kedekatan yang terjadi antara partai politik dengan Jokowi menjadi sinyal kuat informasi arah dukungan partai politik tersebut mudah diketahui oleh Presiden, karena Presiden pun sudah menyatakan akan campur tangan dalam Pilpres 2024 (Cawe-Cawe) demi masa depan bangsa.

Ancaman Demokrasi

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan memiliki data intelijen terkait arah dukungan partai politik pada Pemilihan Presiden 2024. 

Pernyataan Jokowi tersebut dipertanyakan karena ia menyatakan memiliki informasi tersebut. Informasi intelijen yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan dikhawatirkan akan dimanfaatkan untuk kepentingan politik. 

Sejumlah organisasi dari masyarakat sipil telah berkumpul untuk membentuk koalisi ini. Organisasi-organisasi tersebut antara lain Imparsial, PBHI, Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat, dan Setara Institute.

Dalam konteks ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan memandang tindakan Presiden tersebut sebagai tantangan yang krusial bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Tidaklah pantas dan tidak mungkin bagi Presiden dan badan-badan intelijennya untuk menjadikan partai politik (parpol) sebagai subjek dan tujuan pemantauan intelijen di negara demokrasi.

Presiden memang menjadi kepala negara dan pemerintahan yang wajib stabilitas politik dan keamanan negara ini berjalan secara normal, hal itu tentu banyak lembaga-lembaga pembantu presiden untuk menjalankan fungsi tersebut. 

Salah satunya adalah intelijen yang berfungsi melaporkan informasi di lapangan kepada Presiden secara langsung. Namun ini menjadi masalah apabila laporan intelijen ini tidak memuat terkait dengan musuh negara, konteks musuh negara di sini adalah soal masalah keamanan seacra nasioanal, dan bukan terkait dengan masyarakat dan partai politik selaku motor penggerak demokrasi di Indonesia, Karena ini juga sudah tercantum dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang tidak membahas Partai Politik menjadi objek musuh negara.

Selain itu, koalisi berpendapat bahwa pidato presiden tersebut merupakan bukti penyalahgunaan kekuasaan oleh badan-badan keamanan negara untuk terlibat dalam kegiatan kontrol dan pengawasan demi kepentingan politik. 

Hal ini tidak dapat dibenarkan dengan cara apapun, dan menimbulkan risiko yang krusial terhadap kelangsungan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. Selain itu, hal ini merupakan contoh penyalahgunaan intelijen untuk memajukan tujuan politik Presiden dan bukan tujuan politik negara. Faktanya, badan intelijen didirikan dengan tujuan untuk memastikan keamanan nasional untuk mencapai tujuan politik negara, dan bukan untuk tujuan politik presiden.

Oleh karena itu, pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh intelijen seharusnya hanya untuk kepentingan pembuatan kebijakan, dan tidak boleh disalahgunakan untuk memata-matai semua aktor politik untuk tujuan politik pribadi Presiden. Koalisi melanjutkan dengan mengatakan bahwa partai politik dalam masyarakat demokratis tidak menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional negara. 

Akibatnya, sulit untuk memahami mengapa badan-badan intelijen dipekerjakan untuk mencari informasi yang berhubungan dengan data, jalan yang akan diambil oleh perkembangan partai politik. Ini adalah contoh bagaimana intelijen dapat disia-siakan dalam suatu situasi.

Kesimpulan

Kontroversi seputar kepemilikan data intelijen partai politik oleh presiden merupakan masalah yang sangat kompleks yang dapat berdampak besar pada dinamika politik suatu negara. 

Penggunaan data intelijen, meskipun memiliki kapasitas untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik dan efektif, juga harus tunduk pada nilai-nilai demokrasi, kebebasan berpendapat, dan hak asasi manusia. Hal ini dikarenakan penggunaan data intelijen memiliki potensi untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik dan efektif.

Tidaklah tepat jika dikatakan bahwa presiden, dalam perannya sebagai eksekutor, memanfaatkan aparat negara untuk memenuhi keinginan politiknya karena ia juga harus memperhatikan ciri-ciri demokrasi yang diperlukan untuk kelangsungan hidup jangka panjang. Tidak dapat dibesar-besarkan betapa pentingnya pengawasan yang ketat serta transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan data intelijen. 

Untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, akses presiden terhadap informasi rahasia harus ditangani dengan sangat hati-hati dan dilakukan dalam batas-batas kerangka hukum yang jelas. Selain itu, informasi yang dikumpulkan melalui pengumpulan intelijen harus digunakan untuk kepentingan negara, bukan untuk kepentingan politik individu.

Penggunaan data intelijen oleh presiden terhadap partai politik akan terus menjadi topik diskusi meskipun kemajuan teknologi yang sangat pesat di era informasi ini. 

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat, organisasi pengawas, dan anggota masyarakat sipil untuk secara ketat memantau dan mengawasi penggunaan data intelijen ini untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan menjamin prinsip-prinsip demokrasi ditegakkan di dalam sistem politik negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun