"Sejauh ini, karena Bapak Presiden sebatas menyampaikan saja bahwa Bapak Presiden well informed terhadap segala sesuatunya, saya tidak punya kekhawatiran Bapak Presiden akan menggunakan itu sebagai alat bagi kepentingan beliau," kata Said di gedung DPR, Jakarta, Senin (18/9/2023).
Senada, Partai Golkar juga tidak mempersoalkan klaim data intelijen partai yang dimiliki Jokowi. Pasalnya, para kepala negara di dunia pun banyak yang mengetahui aktivitas politik, baik dalam maupun luar negeri.Â
"Kalau kita lihat kan kepala negara barat saja banyak mengetahui pergerakan-pergerakan partai politik negara asing, apalagi kepala negara sendiri, jadi itu bukan hal yang aneh," kata Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono. Dave menjelaskan, pengetahuan akan semua elemen dalam negara diperlukan sebagai pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan.
Hal ini juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), ia mengatakan bahwa hal ini sudah menjadi kewajiban dari aparat negara untuk melaporkan informasi intelijen kepada Presiden, karena hal itu juga sudah diatur dalam Undang-Undang, karena ia juga menyatakan bahwa dirinya selaku Menteri pun mengetahui laporan tersebut karena merupakan wewenang Kementeriannya. Karena Presiden di sini juga harus memastikan politik, keamanan, hukum dan isu yang berkembang di masyarakat stabil, salah satunya ialah partai politik selaku lokomotif demokrasi.
Presiden mendapatkan informasi intelijen ini tidak ada kaitannya dengan cawe-cawe yang diungkapkan Presiden Mei lalu. Data dan informasi intelijen ini selalu dilaporkan ke Presiden setiap saat, Karena sudah menjadi amanah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang menyatakan aparat Intelijen Negara.
Partai Politik Krisis Ideologi
Berdasarkan pengamatan terhadap kondisi perpolitikan menjelamng Pesta Demokrasi, banyak partai sudah memanaskan mesinnya untuk bertarung ke arena perpolitikan tahun 2024, mereka sudah mulai melakukan konsolidasi tingkat nasional dan regional untuk memenangkan pemilu.Â
Tak ketinggalan koalisi yang sudah mulai terbentuk ke dalam 3 poros koalisi Capres-Cawapres, Koalisi Indonesia Maju yang mengusung Prabowo Subianto yang saat ini menjadi Menteri Pertahanan, koalisi ini beranggotakan Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Gelora, Poros Koalisi Ganjar Pranowo yang mengusung menajadi Presiden ialah PDI-P, PPP, Perindo, dan Hanura, dan terakhir ialah poros Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan sebagai Presiden beranggotakan Nasdem, PKS, PKB, dan Partai Ummat.Â
Namun yang menjadi ironi saat ini partai ini membentuk koalisi bukan berdasar kesamaan ideologi ataupun kesamaan tujuan bernegara, mereka berkoalisi hanya berdasarkan kekuasaan atau kepentingan secara pragmatis saja, bahkan mereka mengusung calon presiden hanya untuk mendongkrak elektoral perolehan suara di Pemilu 2024 mendatang.
Hal ini terlihat keluar masuknya partai yang mengusung kader terbaiknya untuk menjadi Cawapres namun tidak dipang menjadi pasangan Capres-Cawapres, menjadi ironi terlebih lagi masa depan kita ditentukan hanya dari segelintir elite yang ada di sana untuk meracik Capres dan Cawapres hanya berdasarkan untuk memenuhi Presidential Threshold.
Satu lagi hal yang menjadi fakta yang ada di lapangan saat ini para elite partai politik ini mengarahkan strategi politiknya hanya untuk mendapatkan endorse dari Jokowi, hal ini memang tidak bisa dipungkiri restu dari sang penguasa menjadi krusial, karena approval rating pemerintahan pimpinan Jokowi ini dari tahun ke tahun selalu mencetak hasil di atas 75%.