Air merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Keseharian kita tidak bisa dipisahkan dengan adanya air bersih. Kecukupan pemenuhan air bersih/minum di Indonesia belum memadai.Â
Menurut data yang dirilis Kementrian PUPR tercatat sekitar 27% atau 2,2 miliar orang di dunia belum memiliki akses layanan air minum yang aman pada tahun 2022. Hal inilah yang mendasari konsumsi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia masih tinggi.
Saat ini ramai diperbincangkan potensi adanya migrasi bisfenol A pada galon. Bisfenol A atau yang lebih dikenal BPA adalah salah satu bahan penyusun plastik polikarbonat(PC). Polikarbonat inilah yang nantinya menjadi bahan baku untuk pembuatan galon air minum.Â
Hasil pengawasan kemasan galon yang dilakukan Badan POM pada tahun 2021 dan 2022, baik dari sarana produksi maupun distribusi, masih ditemukan 3,4% sampel tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA yang diperoleh pada sarana peredaran.
Migrasi Bisfenol bukan lagi isu nasional, ini sudah menjadi isu bertaraf global. Beberapa negara telah melakukan revisi terkait pengaturan batas toleransi adanya migrasi BPA pada makanan dan minuman.
Di Negara Eropa misalnya, tahun 2011 toleransi yang dipersyaratkan untuk migrasi BPA sebesar 0,6 bpj. Namun, tahun 2018 persyaratan ini diperketat menjadi 0,05 bpj.Â
Begitu pula di Thailand dan Mercosur (negara Amerika Selatan seperti Argentina, Brasil, Paraguay dan Uruguay) batas maksimum migrasi BPA dirubah menjadi makin rendah hingga sebesar 0,05 bpj.Â
Di Indonesia, persyaratan batas migrasi BPA pada kemasan plastik PC diatur dalam Peraturan Badan POM No 20 tahun 2019 tentang kemasan pangan sebesar 0,6 pbj.
Tentu saja perubahan persyaratan yang semakin ketat ini bukan tanpa sebab. Beberapa penelitian menyebutkan BPA dapat menyebabkan endocrine disruptors atau gangguan hormon khususnya hormon estrogen. Sangat erat kaitannya dengan adanya gangguan sistem reproduksi baik pria maupun wanita, diabetes, obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal, kanker, perkembangan kesehatan mental, Autism Spectrum Disorder (ASD), dan pemicu Attention Deficit Hyperavtivity Disorder (ADHD).
Terjadinya peningkatan kasus gangguan kesehatan terutama kasus autism dan ADHD menjadi suatu alarm bagi semua pihak. Salah satu penyebabnya bisa jadi karena adanya migrasi BPA pada AMDK. Hasil pengawasan yang telah dilakukan oleh BPOM kadar migrasi BPA pada AMDK yang mengkhawatirkan berkisar 0,05-0,6 pbj sebesar 46,97% di sarana peredaran dan 30,91% di sarana produksi.
Meskipun angka migrasi BPA ini dalam rentang yang diperbolehkan tetap perlu diwaspadai. Frekuensi paparan yang sering tentu menyebabkan terjadi akumulasi di dalam tubuh. Secara normal  kita  minum 8-10 gelas  per hari,dapat dibayangkan seberapa seringnya kita terpapar.
Faktor penyebab migrasi BPA pada AMDK
Proses migrasi BPA dapat terjadi karena dipicu beberapa hal, diantaranya karena suhu yang meningkat. Rantai distribusi yang panjang dapat menyebabkan galon berada pada tempat tertutup rapat seperti bak truk ataupun peti kemas dalam waktu yang cukup lama. Hal ini tentu saja menyebabkan terjadinya kenaikan suhu.
Kondisi penyimpanan galon di sarana peredaran juga sangat berpengaruh. Beberapa sarana distribusi biasanya memajang atau menempatkan galon di ruang terbuka yang suhunya tidak terkendali. Tidak jarang justru terkena sinar matahari langsung, hal ini juga dapat menaikkan suhu galon sehingga BPA dapat terlepas dan bermigrasi ke dalam air minum.
Faktor lainnya adalah kondisi PH/keasaman. Galon jenis PC ini sebelum digunakan kembali, melalui tahapan  proses pencucian menggunakan sabun. Penggunaan sabun inilah yang membuat PH galon menjadi asam, kondisi ini dapat memicunya terjadinya migrasi.
Proses pencucian juga tidak jarang menggunakan sikat yang kasar, gesekan mekanik dapat memutuskan rantai BPA dan terlepas dari ikatannya kimianya. Terlebih lagi, galon PC biasanya digunakan secara berulang lebih dari 40 kali. Hal ini memicu semakin rentan terjadinya migrasi.
Potensi penumpukan limbah plastik
Adanya kemungkinan migrasi BPA pada AMDK melebihi batas yang dipersyaratkan membuat para pengusaha AMDK beralih menggunakan plastik berbahan polyethylene terephthalate (PET). Galon berbahan PET tidak sepenuhnya aman, selain hanya bisa digunakan sekali pakai. Galon berbahan PET ini juga berpotensi mengandung cemaran Etylen Glycol ataupun cemaran mikroplastik lainnya. Selain itu, galon jenis ini juga rentan terhadap benturan dan lebih tipis dibandingkan galon berbahan PC.
Dapat dibayangkan jika seluruh AMDK menggunakan galon berbahan PET, berapa banyak limbah plastik yang akan menumpuk di Indonesia. Untuk itulah, beberapa perusahaan AMDK masih memilih galon berbahan PC. Selain dari sisi cost produksi yang lebih bersahabat. Perusahaan juga mempertimbangan faktor potensi pencemaran lingkungan jika menggunakan galon berbahan PET.
BPOM berupaya mencari solusi terbaik untuk permasalahan ini. Dalam acara sarasehan upaya perlindungan konsumen, Kepala BPOM menyampaikan akan adanya perubahan Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Lembaga pengawas ini akan mengatur adanya pencantuman label pada galon AMDK.
Peraturan ini akan mewajibkan adanya pencantuman label cara penyimpanan AMDK yang benar yaitu "simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam". Selain itu, untuk produk yang mengandung migrasi BPA berdasarkan hasil pengawasan BPOM, diwajibkan mencantumkan label " berpotensi mengandung BPA".
Tujuan kebijakan ini untuk meningkatkan kesadaran baik dari produsen maupun konsumen. Bagi Produsen yang ditemukan migrasi BPA pada produknya agar segera berbenah diri. Melakukan investigasi dan menemukan titik kritis kemungkinan penyebab terjadinya migrasi. Sehingga dapat mencegah hal ini terjadi di kemudian hari. Dari sisi konsumen, dengan pencantuman label ini akan menambah kewaspadaan kita. Tentu saja produk dengan label "berpotensi mengandung BPA" dapat kita hindari dan memilih produk lain yang jauh lebih aman.
Perubahan peraturan pencantuman label ini sedang berproses. Seiring terbitnya aturan pelabelan ini terwujud kita sebagai konsumen dituntut untuk semakin jeli memilih produk AMDK yang aman dikonsumsi. Konsumen dan para distributor dituntut lebih peduli. Mulai dari hal sederhana, kita memperhatikan cara penyimpanan produk, sebisa mungkin menyimpan AMDK di tempat yang bersih dan sejuk.Â
Konsumen hendaknya membeli AMDK di  sarana penyaluran yang memperhatikan cara penyimpanannya. Hindari membeli galon-galon yang terpapar secara langsung oleh matahari. Kepedulian kita menentukan masa depan bangsa.
Penggunakan galon berbahan PET belum tentu menjadi solusi terbaik. Potensi penumpukan limbah plastik perlu menjadi perhatian. Pasalnya galon PET ini  hanya bisa digunakan satu kali,lalu akan berapa banyak limbah galon di Indonesia ini nantinya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H