"Silakan Gusti Ratu bila ingin meninggalkan pertemuan terlebih dulu! Sebentar lagi rapat juga akan sudah selesai" Jawab KGPH Subekti dengan suara lembut penuh kasih sayang pada istrinya karena dia juga mengetahui sepertinya G.R.Ay Kamelia kurang sehat sebelum menuju ke ruang Balirung Keraton.
Gusti Raden Ayu Kamelia yang melihat kakaknya, Kanjeng Gusti Ratu Azijah berjalan menghampirinya di Pendopo Keraton, buru-buru segera menghapus sisa air matanya dengan tisu di depannya. Dia tidak ingin kakaknya tahu bahwa dirinya baru saja menangis.
K.G.R Azijah menatap wajah adiknya sebentar dan dia bisa menebak bahwa G.R.Ay Kamelia pasti baru saja menangis karena memikirkan anak perempuannya, Rizqita Hayyu yang telah lama hilang dan mendadak muncul di Keraton secara kebetulan, namun K.G.R.Azijah pura-pura tidak tahu agar hati adiknya bisa tenang.
"Adikku! Karena hari sudah sore!, ayo mbakyu antar ke kamarmu! Malam ini, tidurlah yang nyenyak dan besok siang akan mbakyu temani untuk bertemu dan bertanya banyak hal pada gadis penari Bedhaya, Nasyabilla. Setelah itu kita akan tahu apakah dia benar anakmu atau bukan!"
Kalimat yang menyejukkan dari K.G.R Azijah membuat G.R.Ay Kamelia menjadi segan untuk menolak dan dia berpikir bahwa apa yang diutarakan oleh kakaknya itu ada benarnya juga.
Perasaan cemas berlebihan justru membuat pikirannya menjadi tidak tenang dan gelisah. Semua itu harus dipastikan besok siang dan dirinya harus mengambil keputusan yang tepat setelah semuanya jelas.
Baca Juga  :  Rahasia Gusti Raden Ayu Kamelia Fadila dan Gadis Penari Nasyabilla (Bagian 7)
Keesokan harinya, di Istana bagian belakang untuk Keputren (Taman khusus wanita), sesuai pesan dari abdi dalem mataya Nafila, selepas makan siang dan berisitirahat dari latihan menarinya, Nasyabilla diminta untuk berada di taman keputren dengan segera atas perintah dari Kanjeng Gusti Ratu Azijah.
Meskipun banyak pertanyaan dalam hatinya, sambil menunggu kehadiran Kanjeng Gusti Ratu dan Gusti Raden Ayu Kamelia, Nasyabilla hanya duduk dan melamun sambil mengingat-ingat tentang perjalanan hidupnya yang penuh duka lara dan nestapa.
Dari cerita ibunya, Nurul Puspita Rawadanti, semasa kecilnya dia bersama ayah dan ibunya tinggal di rumah kontrakkan di daerah Gejayan. Sedangkan ayahnya yang pandai berbahasa Inggris, bernama Kusworo Adi Pranoto bekerja sebagai guide atau pemandu wisatawan domestik maupun wisatawan asing yang biasanya datang untuk berwisata di daerah Yogyakarta.
Namun naasnya, pada saat ada kasus demonstrasi yang akhirnya berujung ricuh, ayahnya terjebak di Gejayan saat sedang mengantarkan orang asing untuk melihat jalannya demonstrasi yang menuntut reformasi pada suasana politik imbas dari gerakan reformasi dari Jakarta.