Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Rahasia Gusti Raden Ayu Kamelia Fadila dan Gadis Penari Nasyabilla (Bagian 4)

11 Juni 2024   06:24 Diperbarui: 11 Juni 2024   21:58 2876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penari Nasyabilla di tampilan Tari Bedhaya di Keraton. Sumber gambar KOMPAS.COM

Melihat KGPH Ramdhanu Adi Wasana yang terlihat kesakitan sambil memegang dadanya, Pangeran Sentana, Banu Wibiyoso yang sedari tadi hanya duduk diam dan menahan diri untuk tidak bicara di dalam pertemuan khusus di ruang keluarga keraton, akhirnya memberanikan diri untuk maju sambil beringsut duduk bersimpuh dan memohon izin pada Susuhunan karena ingin menyampaikan sesuatu pada KGPH Ramdhanu secara pribadi.

Meskipun dipanggil dengan sebutan "Pangeran", namun Banu Wibiyoso bukanlah seorang Pangeran dalam arti gelar bangsawan karena keturunan ningrat keraton, melainkan gelar yang termasuk dalam golongan abdi dalem yang terpercaya dengan pangkat dan jabatan tertinggi di Istana keraton yang paling dekat dengan Raja dengan tugas untuk membantu Kanjeng Susuhunan dalam menjalankan pemerintahan di Keraton sehari-hari.

"Nyuwun Duko! (Maaf, bila berlaku kurang sopan), Kanjeng Gusti Pangeran! Mohon izin mendekat untuk menyampaikan sesuatu!" Pangeran Sentana Banu Wibiyoso duduk di depan KGPH Ramdhanu dengan tangan merapat yang diletakkan di depan wajahnya.

Kanjeng Gusti Pangeran Harya Ramdhanu sangat hafal dengan watak dari abdi dalem Pangeran Sentana, Banu Wibiyoso ini. Beliau menilai bahwa abdi dalem yang tampan dan berkumis tipis ini sangat dikenal bijaksana dan sering bisa menyelesaikan masalah internal atau eksternal yang terjadi di Keraton.

Baca Juga  :  Rahasia Gusti Raden Ayu Kamelia Fadila dan Gadis Penari Nasyabilla (Bagian 1)

Setelah minum segelas air putih yang dibawa oleh seorang abdi dalem bekel anom, yaitu abdi dalam keparak yang khusus melayani anggota keluarga raja dan ratu, KGPH Ramdhanu yang sudah mulai bisa mengontrol emosinya di dalam ruang pertemuan yang membahas aib keluarga akibat ulah hubungan terlarang putri keduanya, Gusti Raden Ajeng Kamelia Fadila, hanya mengamati suasana ruangan yang semakin sangat hening.

Hanya ada isak tangis dari G.R.A. Kamelia yang termasuk terdengar sangat keras karena merasa bersalah telah membuat keluarga besar keraton kecewa pada dirinya, khususnya pada ayahandanya KGPH Ramdhanu yang sangat menyayanginya dan juga telah memberikan kepercayaan penuh padanya. Namun sekarang ini, semua penyesalan itu sudah terlambat baginya.

KGPH Ramdhanu menyadari bahwa dirinya adalah Raja di Istana Keraton dan semua titahnya adalah hukum yang berlaku di Keraton. 

Mengingat akan hal itu dan demi menjaga wibawanya, akhirnya beliau berusaha untuk tetap tenang dalam bersikap dan berbicara di dalam mengatasi semua permasalahan keraton termasuk permasalahan dan aib yang menimpa keluarganya sendiri meskipun hatinya sangatlah murka.

"Silakan mendekat Pangeran Sentana, Banu Wibiyoso! " Perintah beliau dengan suara parau yang pelan namun terasa dingin. Wajah beliau masih terlihat pucat dengan tatapan mata yang kali ini sepertinya kosong.

Duduk bersimpuh di pinggir kursi beludru singgasana Raja, Pangeran Sentana, Banu Wibiyoso terlihat berbicara dengan berbisik pada KGPH Ramdhanu dan tidak ada seorang pun di dalam ruangan yang mampu mendengar dengan jelas perihal pembicaraan mereka berdua atau berani untuk mencuri dengarnya

Setelah selesai, Pangeran Sentana kembali duduk dan bersimpuh di tempatnya semula bersama keluarga keraton, abdi dalem, kedua orang tua dari Kusworo Adi Pranoto dan juga abdi dalem Mataya, Nurul Puspita Rawadanti.

Baca Juga  :  Rahasia Gusti Raden Ayu Kamelia Fadila dan Gadis Penari Nasyabilla (Bagian 2)

Tiba-tiba, KGPH Ramdhanu berdiri dan berkata dengan nada yang cukup keras dan tegas di telinga semua orang yang hadir.

"Dengarkan titahku! "

"Pertama!... Untuk urusan pernikahan Kusworo Adi Pranoto dan abdi dalem mataya, Nurul Puspita Rawadanti akan dilangsungkan pekan depan! Di mana mereka tinggal dan mereka hidup nantinya.....!" Kalimat KGPH Ramdhanu terpenggal dan sesekali beliau terbatuk-batuk sambil sesekali memegang dadanya.

Gusti Raden Ajeng Azijah sebagai anak tertua menjadi cemas akan kesehatan ayahandanya, namun dirinya juga tidak berdaya dan hanya mampu meneteskan air matanya melihat ekspresi ayahandanya yang tampak menderita dan kesakitan seperti itu.

"....Semua urusan akan hal itu akan diselesaikan dan diatur serta dilaksanakan oleh Pangeran Sentana, Banu Wibiyoso dan anakku pertama, Gusti Raden Ajeng Azijah Khoirun Niza!".

"Kedua!...Dalam waktu dekat ini, Anakku Gusti Raden Ajeng Azijah,..... akan aku jodohkan dengan seorang Pangeran yang merupakan putra pertama dari Kesultanan dari Kota sebelah barat, yaitu Gusti Raden Mas Subekti Hari Prabowo!".

Gusti Raden Ajeng Azijah yang mendengar titah itu langsung terkejut dan refleks mendongakkan kepalanya melihat wajah ayahandanya yang terlihat berlinang air mata kesedihan.

G.R.A. Azijah menyadari dan tahu bahwa sebagai keluarga ningrat di Istana Keraton apalagi dengan gender perempuan, klausa perjodohan adalah hal mutlak dan harus tunduk dengan adat yang mengikat tersebut sebagai putri bangsawan keraton.

Dia tahu dan sering mendengar nama Gusti Raden Mas Subekti Hari Prabowo, namun wajahnya seperti apa, karakternya, kepribadiannya dan juga semua hal tentang diri dari pangeran tersebut, dia sendiri juga tidak mempunyai data secara jelas, namun dia juga harus patuh menerima akan titah raja yang dianggapnya sebagai hukuman juga.

"Sendiko dawuh, Gusti Kanjeng Pangeran Harya Ayahanda! Saya menerima dan patuh dengan titah raja!" Sambil berlinang air mata, G.R.A Azijah duduk dan sujud di depan ayahandanya sambil merapatkan kedua telapak tangannya sebagai isyarat penerimaan akan perintah.

"Ketiga dan titahku yang terakhir untuk Kamelia...!" Kalimat KGPH Ramdhanu terhenti dan sepertinya beliau sedang mengambil napas panjang yang seolah-olah berat untuk bertitah. Suaranya bergetar seperti menahan beban perasaan sedih, marah, dan kecewa.

Melihat hal itu, semua yang berada di dalam ruang pertemuan menjadi ikut menangis namun tidak berani bersuara. Hanyak isak tangis terdengar di sana-sini termasuk juga para abdi dalem keparak.

Baca Juga  :  Rahasia Gusti Raden Ayu Kamelia Fadila dan Gadis Penari Nasyabilla (Bagian 3)

Setelah KGPH Ramdhanu bisa menguasai emosi dirinya, beliau pun melanjutkan titahnya. "Terhitung malam ini, kamu Kamelia akan diasingkan di Istana sebelah timur di luar Istana Keraton Utama yang jauh dari masyarakat di pinggir kota!"

Semua yang berada di dalam ruang pertemuan dan mendengar titah beliau, meskipun terkejut mereka hanya mampu menunggu kalimat titah berikutnya dari junjungan mereka.

"Kamu tidak boleh keluar dari istana bahkan sampai kamu melahirkan bayi haram yang tidak diharapkan untuk hadir di Istana ini!"

"Setelah tiga bulan kamu menyusui bayimu! Aku perintahkan kepada Pangeran Sentana untuk membawa dan memberikan bayi itu pada ayahnya, Kusworo Adi Pranoto dan istrinya Nurul Puspita Rawadanti untuk dirawat di luar Istana Keraton!" Lanjut titah beliau Kanjeng Susuhunan.

"Selanjutnya sebagai hukumanmu, untuk batas waktu yang tidak ditentukan, kamu juga dilarang bertemu dengan siapa saja termasuk semua anggota kerajaan bahkan dengan anakmu sendiri, terkecuali kakakmu, Gusti Raden Ajeng Azijah dan Pangeran Sentana serta abdi dalem keparak yang ditunjuk untuk melayanimu!"

Seketika ruangan menjadi gaduh dan heboh karena beberapa anggota keluarga kerajaan dan juga para abdi dalem tampak sangat terkejut dengan perintah raja yang dianggap sebagai hukuman yang sangat berat dan itu sama saja dengan diasingkan atau dibuang dari keluarga.

"Ampuni hamba! Kanjeng Gusti Pangeran Harya Ayahanda!.....Ampuni hamba! Kanjeng Gusti Pangeran..!" Teriakan dengan nada tangis histeris Gusti Raden Ajeng Kamelia menggema berulang kali di dalam ruangan pertemuan tertutup itu. 

G..R.A Kamelia yang masih dalam posisi bersujud mencoba beringsut dan mendekat untuk mencium kaki ayahandanya guna memohon ampun.

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun