Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Public Trust: Elemen yang Hilang dari Program Tapera

3 Juni 2024   13:45 Diperbarui: 4 Juni 2024   18:40 1602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi program Tapera (KOMPAS/HERYUNANTO)

Menarik juga untuk menyimak gaduhnya polemik antara mereka yang pro dan kontra pada program Tapera khususnya dari para pegawai BUMN, ASN, PNS, ABRI, POLRI dan bahkan melebar sampai seluruh lapisan masyarakat karena ada klausa bahwa pegawai swasta atau karyawan yang utamanya berpenghasilan tetap akan dipotong gaji atau penghasilan mereka sebesar 2,5%.

Niat baik dari Pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera ternyata disambut dengan protes para pegawai negeri dan swasta mengingat gaji mereka sudah banyak pemotongan mulai dari pajak PPh 21, Askes atau BPJS, Jamsostek, Iuran Korpri, Iuran PGRI atau organisasi yang menaunginya, TASPEN dan masih banyak lagi sampai muncul potongan untuk program Tapera ini.

Tidak heran, semua masyarakat menjadi apatis dan skeptis dengan adanya potongan penghasilan mereka untuk program Tapera ini karena penghasilan yang mereka terima setiap bulannya menjadi berkurang lebih banyak yang padahal kebutuhan hidup keseharian semakin meningkat drastis.

Apa sih Tapera?

Tapera adalah Tabungan Perumahan Rakyat. Sebelumnya, nama dari Tapera ini adalah Bapertarum yang ditetapkan oleh Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1993 di era Presiden Suharto.

Bapertarum atau Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai ini sasaran utamanya adalah Pegawai Negeri Sipil agar bisa membantu peningkatan kesejahteraan hidup para PNS melalui program bantuan pembiayaan untuk mendapatkan rumah.

Adakah Testimoni dari Penerima Tapera?

Sejujurnya, saya sendiri adalah salah satu PNS yang menerima bantuan Tapera (Bapertarum) pada tahun 1997 untuk uang muka (Down Payment) sebuah rumah tipe Rumah Sederhana-RS 36 yang dibangun oleh Perumnas dengan program Kredit Perumahan Rakyat dari Bank Tabungan Negara (KPR-BTN) dengan perjanjian angsuran atau cicilan selama 10 tahun.

Rumah dengan 2 kamar tidur, 1 kamar mandi yang dibangun di atas lahan luas tanah 122 m2 pada tahun itu sudah termasuk representatif untuk ukuran seorang PNS dengan masa kerja baru menginjak 5 tahun.

Sebagai seorang perantauan dengan status PNS di kota lain tanpa ada sanak sodara dari saya maupun istri, tentu saja kami mengawali hidup berumah tangga dengan mengontrak sebuah rumah sederhana. Tidak ada sama sekali bantuan finansial dari kedua pihak orang tua karena kami sudah bertekad untuk hidup mandiri setelah menikah.

Saat itu gaji PNS guru tahun 1997 masih sebesar Rp 360.000,00, dan ada tawaran untuk memiliki rumah yang dibangun oleh Perumnas. Kesempatan itupun tidak saya lewatkan dan segera mengambilnya. Namun, klausa dari persyaratan yang terberat adalah pembayaran DP (Down Payment) atau uang mukanya adalah sebesar Rp 5.000.000,00.

Akhirnya bisa terpenuhi setelah menjual kendaraan sepeda motor Honda Prima milik istri yang biasa dipakai untuk transportasi mengajar di SMK Swasta setiap harinya. Saat itu laku sebesar Rp 3.000.000,00. Sedangkan Bapertarum membantu sebesar Rp 1.800.000,00 sehingga terkumpul uang sebesar Rp 4.800.000,00 dan sisanya kami cukupi sendiri.

Potongan dari Bank Tabungan Negara dengan skema cicilan per bulannya adalah Rp 162.500, 00 dari Gaji PNS Rp 360.000,00 per bulannya dalam pangkat III/a dengan termin 10 Tahun lamanya. Sisanya sebesar Rp 197.500,00 untuk biaya hidup selama sebulan.

Tiba-tiba, gaji PNS di era Presiden Gus Dur mengalami revisi kenaikan dua atau tiga kali. Pertama, gaji PNS naik sampai Rp 650.000,00. Kemudian, naik lagi sampai Rp 1.350.000,00 sampai akhirnya mencapai hingga Rp 2.500.000,00 pada awal Tahun 2000-an.

Beruntungnya, cicilan KPR BTN berbunga flat, dan tetap. Jadi meskipun gaji dinaikkan karena inflasi, cicilan rumah tetap Rp 162.500,00. Otomatis, cicilan baru berjalan sekitar 5 tahunan, langsung dilunasi untuk mengambil Sertifikat Hak Milik Rumah (SHM) Perumnas.

Ilustrasi Rumah KPR Idaman dengan bantuan uang muka dari Tapera. Sumber gambar dokumentasi pribadi.
Ilustrasi Rumah KPR Idaman dengan bantuan uang muka dari Tapera. Sumber gambar dokumentasi pribadi.

Jadi, Bapertarum atau Tapera ini memang sangat menguntungkan bagi para pegawai negeri dengan masa kerja baru 5 tahun saat itu karena telah membantu dalam menyediakan uang muka pembelian rumah meskipun terhitung sederhana.

Saking bahagianya bagi warga perumahan, ada tulisan mural di dinding tembok "KPR BTN" yang berada di taman dekat rumah yang tertulis 'Kredit Perumahan Rakyat' diganti menjadi 'Kompleks Perumahan Rakyat'.

Mengapa Tapera banyak mengalami penolakan di masyarakat?

Pertama, adanya aturan yang mengikat bahwa mereka yang menerima penghasilan baik dari pegawai negeri atau swasta, sama-sama akan dipotong gaji mereka sebesar 2,5% - 3% yang awalnya, sasaran Program Tapera kepada mereka yang bekerja dengan sistem penggajian yang dibayarkan dari uang yang bersumber APBN seperti khusus pada para ASN.

Kedua, adanya klausa 'wajib' untuk mengikuti Tapera bagi mereka yang berpenghasilan tetap baik bagi mereka pegawai negeri atau swasta meskipun mereka tidak menginginkan untuk mengikuti program Tapera dengan berbagai alasan yang salah satunya, mereka sudah memiliki rumah sendiri atau tinggal dengan kedua orang tua mereka dan alasan lainnya.

Ketiga, adanya banyak kasus penyelewengan akan penggunaan dana yang dihimpun dari masyarakat oleh para oknum atau pejabat yang bertanggung jawab pada proses menjaga dan mengawal dana keuangan yang berasal dari masyarakat seperti kasus Asabri, Taspen, Asuransi Jiwasraya, Bapertarum dan masih banyak kasus lainnya.

Keempat, tidak adanya sosialisasi program Tapera (Bapertarum) secara lengkap, menyeluruh, berkesinambungan akan manfaat serta prospek keuntungan atau kerugian bila mengikuti program Tapera tersebut dalam jangka pendek, menengah dan panjang beserta skemanya.

Kelima, tidak adanya transparansi atau keterbukaan dalam pertanggungjawaban manajemen dan pengelolaan keuangan yang dihimpun dari masyarakat kepada masyarakat umum.

Kesimpulan

Mencermati semua aspek manfaat, kerugian dan kasus penyelewengan pengelolaan keuangan yang di atas, hal yang membuat masyarakat enggan untuk menerima adanya Program Tapera yang memang ada niat baik dari Pemerintah untuk memberikan bantuan keuangan agar program Sandang, Pangan dan Papan pada masyarakat Indonesia bisa terwujud merata adalah tidak adanya kepercayaan masyarakat (Public Trust).

Para Pejabat atau pihak manajemen yang mengelola dana keuangan masyarakat tidak amanah dalam mengemban dan menjaga keuangan rakyat yang dihimpun untuk dikelola.

Mereka juga tidak profesional, terampil dan mempunyai rasa tanggung jawab untuk menjaga pundi-pundi uang rakyat yang dititipkan pada mereka. 

Begitu banyaknya kasus penyelewengan dari para pengurus yang terjadi di lembaga yang mengelola dana masyarakat, hingga akhirnya menghilangkan rasa kepercayaan masyarakat pada Program Pemerintah.

Untuk itu, bila ingin program Tapera berhasil dalam jangka panjang, pastikan semua hak dan kewajiban berjalan seimbang bagi seluruh anggotanya agar bisa menjadi sejahtera dan terwujud impian mereka untuk memiliki rumah idaman yang layak huni meskipun sederhana

Artikel ditulis untuk Kompasiana.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun